Home / Bisnis & Kuliner

Jumat, 7 Januari 2022 - 08:24 WIB

Soto Cuwo Lengkapi Kuliner di Madiun Raya

Soto Cuwo kuliner Madiun Raya

Soto Cuwo kuliner Madiun Raya

DeFACTO.id – Bisnis kuliner semakin menjamur.  Persaingan juga semakin ketat. Maka kudu pinter-pinternya bagi para pebisnis kuliner agar bisa eksis.

Selain jeli melirik pangsa pasar, juga kreatif. Baik dalam penyajian maupun mengemas dan memromosikan usahanya agar lebih dikenal.

Seperti yang dilakukan Wiwik Pujiati yang membuka warung soto.  Memang banyak bertebaran warung soto di wilayah Madiun.   Berbagai jenis soto dengan ciri khas masing-masing ada. Dari Soto Obor, Soto Ndeso sampai banting harga ada. Seperti  soto dua ribuan di Joglo Palereman Kelun dan lainnya.

Namun Wiwik punya strategi.  Meski baru seumur jagung,  tepatnya baru buka 18 Desember 2021 lalu, namun warungnya  di jalan raya Pilang Kenceng, banyak diserbu penikmat kuliner. Apalagi tempatnya cukup strategis. Dekat dengan pabrik sepatu.

Baca Juga  Rawon dan Laksa, Sup Khas Indonesia yang Mendunia

Dia membranding sotoya dengan Soto Cuo, atau Cuwo. Karena yang digunakan untuk menyajikan sotonya dengan cuwo, tembikar dari tanah liat berbentuk mangkok. Sehingga bisa dibilang seje dewe, belum ada di kawasan Madiun.

Wanita asal Desa Duren ini dapat inspirasi membuka warung soto saat berkunjung ke Sragen, Jawa Tengah.  Wiwik menemukan soto daging dengan harga Rp. 3.000. dari siitulah tercetus keinginan berjualan soto, dengan konsep dan penyajian yang berbeda.

Baca Juga  Rujak Natsepa, Kuliner Andalan dari Pantai Natsepa, Maluku Tengah

Semula ingin menggunakan   batok kelapa daam penyajiannya.  Namun  di Caruban sudah ada. Lalu kembali Wiwik mencoba mencari alternatif dan ketemulah ide penyajian soto daging dengan wadah cuo tadi.

Mulailah Wiwik berburu  perabotan yang ada unsur etnik  Jawanya. Selain cuo untuk soto, ia juga mencari perabot lainnya.  Cangkir batok kelapa untuk menyajikan dawetnya, ia buru sampai  Blitar. Sedang cup dan anyamannya dibeli di Yogya.

Luar biasa. Setiap hari warung soto ini selalu ramai pembeli. Hingga ia harus mempekerjakan 12 orang  untuk menangani warungnya. Termasuk suami dan anak  laki-laknya. Omzet sehari mencapai Rp. 1,2 juta.

Baca Juga  Depot Pantes Empat Dasawarsa Pertahankan Bothok Tawon

Tempatnya yang strategis serta pemandangan hamparan sawah yang luas menghijau menambah daya tarik tersendiri. Selain juga  harga sotonya yang sangat murah. Bayangkan soto daging  cuma Rp. 4.000  perporsi dan dawet Rp. 3.000 .

Pun dengan cemilan pendaping mulai dari seribu rupiah saja. Seperti dudukan dan gorengan. Cukup terjangkau.

Sosok wanita tangguh yang patut jadi inspirasi dalam mencari peluang  usaha untuk membatu ekonomi keluarga disaat pademi seperti ini.

‘’Tidak boleh mengeluh dan tidak boleh menyesali keadaan tetap semangat dan optimis bahwa dimana kita mau berusaha disitu pasti ada jalan,’’ katanya  menutup pembicaraan dengan DeFacto. Yuliana

Share :

Baca Juga

Pudensari

Bisnis & Kuliner

‘’Ruh’’ Sadar Wisata Pasar Pundensari Kabupaten Madiun
Batik Kenongo

Berita

Batik Kenongorejo, Hidup Enggan Mati Tak Mau

Berita

Ayo Makan Singkong! (Harga Beras Mahal)
Batik Madiun

Bisnis & Kuliner

Pelatihan Membatik di Eat4Nation & Art Galery, Caruban, Madiun

Bisnis & Kuliner

Ternyata Orang Jepang Terbiasa Konsumsi Kunyit Demi Kesehatan Lambung

Bisnis & Kuliner

Dari Cameraman TV Beralih Jadi Pedagang Mi Ayam
deFACTO.id -- dalam rentang waktu lima tahun belakangan ini Kota Pagaralam mulai dikenal dunia sebagai salah satu sentra penghasil kopi terbaik. Padahal, kopi - atau kawe - masyarakat setempat menyebutnya - sudah ditanam sekurangnya sejak tahun 1918. Hal itu dimungkinkan karena terbukanya arus informasi berbasis IT serta mulai tergeraknya hati generasi muda petani kopi Pagaralam untuk memproses dan membranding hasil kopi mereka - dari sebelumnya yang hanya menjual mentahan. Berpuluh-puluh tahun lamanya kopi robusta dari Pagaralam dijual mentahan, diangkut dengan truk, dijual ke luar - dan dikapalkan pelalui pelabuhan Panjang (Lampung). Itulah barangkali sebabnya mengapa kopi Pagaralam (plus Lahat, Empatlawang dan sekitar gugusan Bukit Barisan) selama ini dikenal dengan julukan Kopi Lampung. Tak puas dengan stigma ini, anak-anak muda Pagaralam tergerak melakukan banyak terobosan, mulai dari memperbaiki sistem penanaman, panen, pascapanen, hingga branding. Tak puas dengan itu, mereka pun melengkapi "perjuangan" mereka dengan membuka kedai-kedai kopi, dilengkapi dengan peralatan semicanggih, - meski secara ekonomis usaha mereka belum menguntungkan. Di antara para "pejuang kopi" Itu bisa disebut misalnya Miladi Susanto (brand Kawah Dempo), Frans Wicaksono (Absolut Coffee), Sasi Radial (Jagad Besemah), Azhari (Sipahitlidah Coffee), Dian Ardiansyah (DNA Coffee), Wenny Bastian (Putra Abadi), Efriansyah (Rempasai Coffee), Dendy Dendek (Kopi Baghi), Hamsyah Tsakti (Kopi Kuali), Iwan Riduan (Waroeng Peko) dan banyak lagi. Dalam banyak lomba dan festival, lingkup nasional maupun internasional, kopi Pagaralam banyak dipuji dan diunggulkan - baik secara kualitas maupun orang-orang (petani & barista) yang ada di belakangnya* HSZ

Berita

Pagaralam Punya Kopi, Lampung Punya Nama

Berita

AKI 2024 akan Hadir dengan Inovasi Baru