Foto-foto Instagram @FahriHamzah
DeFACTO.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, geram melihat interupsi anggota DPR Fraksi PKS Fahmi Alaydroes yang diabaikan Ketua DPR Puan Maharani berujung permintaan maaf. Fahri yang juga mantan elite PKS itu menyebut legislatif sekarang ini penuh basa-basi dan tidak mampu mengawasi pemerintahan.
Padahal, menurut Fahri, sebenarnya Presiden Joko Widodo pernah bicara kepadanya menginginkan adanya oposisi vokal atau menurut Fahri oposisi hidup. Ingin agar legislatif mengawasi menteri di kabinetnya.
“Karena Pak Jokowi sendiri merasa kalau parlemen itu enggak ngawasin menteri-menterinya. Lha terus Pak Jokowi apa mampu mengawasi menteri-menterinya? Begitu pikir Pak Jokowi. Itu Pak Jokowi ngomong ke saya ya. Pak Jokowi berkepentingan oposisi itu hidup supaya menteri-menterinya ada yang jagain,” kata Fahri.
Oleh karena itu, “Kita perlu menggali alam bawah sadar para politisi kita di Senayan, karena nampaknya setelah dua tahun ini relatif tidak mampu mengawasi jalannya pemerintahan. Dan sepertinya Senayan akhirnya mencari kesibukan lain yang saya sebut sebagai sibuk menjadi penyalur bantuan dan aspirasi dari negara atau dari eksekutif,” kata Fahri lugas.
Kegeraman Fahri Hamzah pada DPR saat ini, tampak jelas pada tulisannya di instagram. Berikut ini petikannya.
DPR Daulat Kuasa Rakyat.
“Senayan itu tempat orang yang digaji rakyat untuk berantem. Bukan minta maaf. Jangan selalu menyesali jumlah yang sedikit atau kecil. Kalau kalian benar, kalian banyak, kalian mayoritas.
Lembaga sekelas DPR RI sudah dibikinkan Mahkamah Kehormatan. Dan setahu saya cukup independen karena dipimpin oleh yang katanya oposisi.
Masalahnya kalau penakut gak usah bilang kami kecil, kalah voting dll.Sudah terlalu banyak masalah yang harus diusut dan bisa menjadi skandal. Tapi kalau sedikit-sedikit minta maaf yah bagaimana jadinya rakyat? Bisakah kami menitip nasib pada kalian? Buat apa kami memilih kalian? Itulah pertanyaan yang sekarang meragukan kerja dewan.
Hei anggota dewan, belajarlah oposisi dari burung. Karena kecil kalian bisa terbang, akal adalah sayap-sayap kalian, kepakkanlah sambil bersiul bernyanyi,d an kekuasan yang besar bisa dibikin mati akal.
Rakyat kan pengennya nonton kalian. Rakyat membayangkan sebuah pertarungan yang asik, seperti burung kecil melawan ayam besar itu.. kok malah kalian diem aja?
Rakyat melalui negara menggaji kalian, dicukupkan semuanya, diberi kekebalan. Diberi sebutan “terhormat”. Itu semua karena kalian diminta menyambung suara dan perasaan rakyat di depan keangkuhan kekuasaan yang menindas.
Tapi mengapa kalian mati gaya? Di TPS dulu ada 2 yg kita coblos: eksekutif (untuk kelola kekuasan dan anggaran) lalu legislatif (untuk mengawasi). Jadi rakyat tidak bisa dibebani tugas ngawasi karena tugas itu sudah diserahkan ke legislatif. Trus ngapain kita nyoblos kalian wahai anggota dewan yg terhormat?
Dalam sejarah kita, Dewan, khususnya DPR RI adalah perwujudan Daulat Rakyat. Di sini kedaulatan rakyat dinampakkan. Bahwa rakyat adalah pemilik kekuasaan dan hak pada dasarnya.
Maka itu harus nampak dalam pengelolaan negara. Dewan harus nampak gagah. Nampak berguna!
Jika Daulat Rakyat tak tampak. Dan Daulat Partai yang tampak seperti basa basi dalam paripurna itu, maka alarm merah perlu dinyalakan. Wajah persekongkolan tiba-tiba muncul bahwa ternyata prilaku mereka sudah diatur. Dan batas-batas yg mereka buat akan membuat tuntutan rakyat takkan sampai.”* Zen Sebastian