DeFACTO.id – Pecinta kuliner di kawasan Madiun pasti mengenal Pujasera Jiwan. Letaknya di Desa Jiwan, hanya sekitar 10 km dari Kota Madiun arah ke Solo. Ramai ora umum. Padahal pujasera itu dikelola oleh BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Bukan milik perorangan atau swasta.
Namun jangan kaget, pengelolaannya tak kalah dengan pujasera di kota besar seperti Malang dan Surabaya. Penataan interior, menu makanan, pelayanan benar-benar dikemas secara profesional. Termasuk manajemennya sudah menggunakan aplikasi kekinian, mirip mart-mart itu.
‘’Kami memang menggunakan aplikasi seperti itu,’’ ungkap Kades Jiwan Widayanto.
Selain itu juga tak segan-segan mengundang pakar kuliner untuk membagi ilmunya ke karyawan Pujasera, khususnya cafe. Khususnya makanan dan minuman non tradisional. Widayanto pun mengundang chef dari hotel berbintang, sekelas Aston untuk berbagi ilmu. Bahkan resep pun dibeli.
Fasilitas Gratis PKL
Berdiri sejak tahun 2018, hingga akhir bulan November ini sudah tahun ketiga. Perkembangannya cukup signifikan. Bahkan kini sudah mempekerjakan 38 karyawan dan 8 pelapak. Semuanya warga Desa Jiwan sendiri.
Memang tujuan keberadaan BUMDes, adalah mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Pembangunan kawasan Pujasera itu sampai saat ini sudah menghabiskan dana Rp. 2 Miliar. Termasuk untuk membenahi lapangan lengkap dengan pemasangan lampu mercurinya.
Apa yang dilakukan Kades Widayanto bersama BUMDes, tak sia-sia. Selain di Pujasera, di seputar lapangan pun dipenuhi PKL yang semuanya warga setempat. Ada 90 PKL yang mengais rezeki.
’’Kami tidak menarik retribusi. Semuanya gratis termasuk fasilitas listriknya,’’ ungkapnya.
Khusus untuk pelapak dilakukan sistem bagi hasil. 75 persen untuk pelapak, 25 pereSn untuk BUMDes. Semua fasilitas seperti air dan lisrik, gratis.
Menguruk Lapangan
Semula belum terpikirkan, usaha apa yang akan didirikan. Ada rencana dibuatkan pasar di lokasi itu. Namun di sekitarnya sudah banyak usaha pracangan milik warga.
‘’Ini akan mematikan usaha mereka,’’ katanya.
Lokasi yang akan digunakan lebih rendah dibanding jalan raya. Hingga harus diuruk. Setelah lapangan diuruk, giliran dipoles dengan penerangan yang memadai. Hingga kalau malam suasananya jadi padang kencar-kencar. Pemikiran Widayanto, suasana semacam itu akan membuat orang senang berkumpul.
Prediksi kades yang sudah 12 tahun menjabat itu sangat tepat. Pujasera itu setiap tahunnya membukukan omzet rata-rata Rp 1,4 miliar. Cukup spektakuler mengingat masih banyak desa yang kellimpungan dalam upaya menggairahkan usaha BUMDes-nya.
Widayanto sendiri termasuk Kades yang sangat memerhatikan kesejahteraan warganya. Di masa PPKM berlevel-level, ia tetap membuka pujasera itu. Meski ia sering kena semprit pejabat terkait. ‘
’Tapi saya punya alasan. Semuanya penting. Sehat penting, warga bisa makan juga tak kalah pentingnya,’’ tegasnya.
Meski demikian, tetap mengacu pada protokol kesehatan. Meja kursi disingkirkn. Jadi konsumen bisa membeli makanan secara take away. Jam buka pun hanya sampai pukul 20.00.
Fasilitas Gathering
Selain pengunjung yang ingin menikmati kuliner, pujasera ini sering juga digunakan gathering baik perusahaan, instansi maupun komunitas. Di situ ada ruangan terbuka semacam gazebo yang bisa menampung 150 orang lengkap dengan sound systemnya.
‘’Ini juga gratis. Syaratnya hanya membeli makanan di sini. Tidak boleh membawa dari luar,’’ ungkapnya.
Karena itulah, selain semakin ramai, fasilitas di situ juga semakin disempurnakan, sesuai kebutuhan konsumen. Termasuk sudah direncanakan pembangunan kolam renang dan tempat bermain anak-anak.
Dengan begitu akan semakin banyak keluarga yang menikmati kuliner di situ. Karena aman juga untuk anak-anak. Orang tuanya makan, anak-anaknya bia bermain di lapangan.* Santoso