Home / Berita / Esai / Sastra

Jumat, 24 November 2023 - 14:22 WIB

Rendra

RENDRA. “Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.”

Demikian Rendra membuka Pamplet Cinta, yang ditulisnya di Pejambon, Jakarta, 28 April 1978. Pamplet yang membuat saya, perlahan-lahan, belajar memahami bahwa memandang manusia hendaknya dari pelbagai sisi. Bahwa suatu fakta bukanlah matahari, yang hanya terang dan cahaya, melainkan gumpalan realita yang butuh ketekunan untuk menelisik dan memahaminya. Dengan demikian saya menjadi terlatih untuk menunda ketergesaan mengambil kesimpulan.

Baca Juga  Harga Kebutuhan Pokok Naik!

Rendra, bagi saya, mengajari untuk lebih teliti, lebih sareh, lebih dingin sebelum mengambil suatu kesimpulan. Seperti kata pepatah, “Jangan membanting pintu terlalu keras, karena siapa tahu suatu saat kita akan mengetuknya lagi.”

Baca Juga  Sikap Indonesia Police Wacth Ihwal Wacana POLRI di Bawah Kementerian

Sejak diserang stroke, Rendra kembali menyelinap di ingatanku. Ketika menghadapi istri, yang berubah jadi sipir, “Jangan merokok. Tidak usah ngopi. Harus mandi, karena keringatmu bau obat. Makan buah sebanyak-banyaknya. Nggak usah mikir macem-macem. Jangan rumit!” kata istri hampir setiap hari.

Baca Juga  Marhaen, Sambo dan Oligarki

Dan saya kembali teringat Rendra. Pada kepingan sajaknya yang saya suka:
Kekasihku.
Gugur, ya, gugur
semua gugur
hidup, asmara, embun di bunga
yang kita ambil cuma yang berguna.

Ah, Mas Willy…**

Harry Tjahjono
24.11.2023

Share :

Baca Juga

Berita

Kapolri Isi Materi Pemberantasan Korupsi di Retreat Kabinet Merah Putih

Berita

HEKRAFNAS Jadi “Lebaran” Para Pelaku Ekonomi Kreatif Indonesia

Esai

Menunggu Keberanian Airlangga Hartarto

Berita

DPD RI Sahkan Beberapa RUU dan Laporan Kinerja Alat Kelengkapan

Berita

Dukungan Terhadap Ganjar Pranowo Meluas

Berita

Harga Kebutuhan Pokok Naik!

Berita

Pengembangan Strategi dan Inovasi Tingkatkan Efisiensi Logistik Transportasi

Berita

Critics Choice Awards Menantang Golden Globes