Home / Bisnis & Kuliner

Senin, 22 Agustus 2022 - 13:19 WIB

Perjalanan Borie Membawa Jakarta Coffee House Melewati Pandemi

Defacto – Pandemi Covid-19 seperti menjadi kiamat kecil bagi umat manusia. Banyak nyawa manusia tak tertolong ketika dihinggapi virus yang menyerang saluran pernafasan itu; banyak kegiatan terhenti; bisnis bertumbangan. Hanya campur tangan Tuhan saja yang membuat manusia mampu melewati pandemi mengerikan ini.

“Ketika pandemi, kedai kopi kami di Bandara Soekarno Hatta diminta tutup oleh pihak bandara. Padahal di tempat itu, hasil bersih  kami selama 5 bulan beroperasi, dapat 3,2 milyar rupiah! Ini bukan mau menyombongkan diri,” papar Muhammad Buchari atau biasa dipanggil Borie, pemilik Kedai Kopi Jakarta Coffee House (JHC) di JHC Wahid Hasyim Jakarta, Minggu (21/8/2022) sore.

Ditemani oleh rekan bisnisnya Ardani Yusuf Prawira (Dani), Borie mengatakan, hasil keuntungan di bandara itulah yang kemudian digunakan untuk menutupi segala kebutuhan di masa pandemi.

Baca Juga  Ayo Makan Singkong! (Harga Beras Mahal)

“Seolah-olah Tuhan telah menyiapkan diri kita untuk menghadapi pandemi, dengan memberi keuntungan yang lumayan,” katanya.

Sebelum pandemic, menurut Borie sebetulnya jumlah gerai cabang JCH yang dimilikinya sempat rekor sampai 18 outlet. Ini tersebar di Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta.

Selama dua-tiga tahun pademi,  8 outlet terpaksa ditutup. Sisanya masih 10. Tapi sekarang baru bangkit satu outlet. Berarti sekarang ada 11 yang beroperasi.

Berawal dari sebuah rumah kontrakan di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Borie mendirikan Jakarta Coffee House (JCH)  sejak 11 tahun lalu.

JCH menyajikan biji kopi lokal dengan kualitas terbaik kepada para penikmat kopi.

Konsep JCH yang dibangun Borie  adalah sebuah factory dan warehouse. Borie ingin memasok biji kopi yang didapatkan dari petani-petani yang dikenalnya, ke seluruh café dan coffee shop di Jakarta.

Baca Juga  Sinergi bank bjb dan Pemerintah dalam Implementasi Transaksi Digital di Desa

“Namun, dalam prosesnya tentu harus ada pembuktian tentang kualitas biji kopi yang akan dipasok sehingga  factory  sebagian diubah menjadi coffee shop,” tutur Borie yang bertindak sebagai CEO dan  Owner JCH

Dari awal didirikan sampai sekarang, ungkap Borie,  beberapa pelanggan JHC di Cipete masih yang itu-itu juga. Dari mereka SMA, kuliah dan kini menikah dan punya anak.

Dalam 11 tahun berjalan, kehadiran JCH di Cipete terasa menjadi pioneer dari pendirian  beragam Coffee House di kawasan jalan Cipete. Kini sudah ada 76 kedai kopi di sana.

“Cipete seakan menjadi kelurahan Kopi Indonesia,” ungkap Ardani Yusuf Prawira.

Sebelum mendirikan JCH, Borie telah lebih dulu berkarier di dunia kopi selama lebih dari 20 tahun.

Baca Juga  Critics Choice Awards Menantang Golden Globes

Dengan pengalaman panjangnya di dunia kopi, Borie sempat diundang dan diajak Kementerian Pariwisata dan Kementerian Perdagangan untuk memperkenalkan kopi Indonesia  ke 18 negara pada tahun 2019-2020.

“Kami baru sempat jalan ke delapan negara. Terakhir ke Belgia dan Turki, namun kemudian masuk masa pandemic. Di April 2020 kegiatan terpaksa terhenti. Kedengarannnya mau dimulai lagi nih. tahun ini,” ungkap Borie bersemangat.

Bori yang masih punya impian besar, yakni  “Membangung JCH di New York.
“Impian itu lahir karena Ardani pernah tinggal lama di sana, dan dia yang menggerakan saya  untuk berpikir pendirian JCH di New York. Saya tidak punya target kapan itu terwujud, tapi In sya Allah akan terus kami kejar!” kata Borie menutup percakapan. Matt Bento

Share :

Baca Juga

Mabk Upik

Bisnis & Kuliner

Kue Semprong, Camilan Tradisional Ndesa Incar Kaum Milenial

Bisnis & Kuliner

Rujak Natsepa, Kuliner Andalan dari Pantai Natsepa, Maluku Tengah
Ayu Azhari

Berita

Ayu Azhari Mencicip Gastronosia Wedus Tugel
deFACTO.id -- dalam rentang waktu lima tahun belakangan ini Kota Pagaralam mulai dikenal dunia sebagai salah satu sentra penghasil kopi terbaik. Padahal, kopi - atau kawe - masyarakat setempat menyebutnya - sudah ditanam sekurangnya sejak tahun 1918. Hal itu dimungkinkan karena terbukanya arus informasi berbasis IT serta mulai tergeraknya hati generasi muda petani kopi Pagaralam untuk memproses dan membranding hasil kopi mereka - dari sebelumnya yang hanya menjual mentahan. Berpuluh-puluh tahun lamanya kopi robusta dari Pagaralam dijual mentahan, diangkut dengan truk, dijual ke luar - dan dikapalkan pelalui pelabuhan Panjang (Lampung). Itulah barangkali sebabnya mengapa kopi Pagaralam (plus Lahat, Empatlawang dan sekitar gugusan Bukit Barisan) selama ini dikenal dengan julukan Kopi Lampung. Tak puas dengan stigma ini, anak-anak muda Pagaralam tergerak melakukan banyak terobosan, mulai dari memperbaiki sistem penanaman, panen, pascapanen, hingga branding. Tak puas dengan itu, mereka pun melengkapi "perjuangan" mereka dengan membuka kedai-kedai kopi, dilengkapi dengan peralatan semicanggih, - meski secara ekonomis usaha mereka belum menguntungkan. Di antara para "pejuang kopi" Itu bisa disebut misalnya Miladi Susanto (brand Kawah Dempo), Frans Wicaksono (Absolut Coffee), Sasi Radial (Jagad Besemah), Azhari (Sipahitlidah Coffee), Dian Ardiansyah (DNA Coffee), Wenny Bastian (Putra Abadi), Efriansyah (Rempasai Coffee), Dendy Dendek (Kopi Baghi), Hamsyah Tsakti (Kopi Kuali), Iwan Riduan (Waroeng Peko) dan banyak lagi. Dalam banyak lomba dan festival, lingkup nasional maupun internasional, kopi Pagaralam banyak dipuji dan diunggulkan - baik secara kualitas maupun orang-orang (petani & barista) yang ada di belakangnya* HSZ

Berita

Pagaralam Punya Kopi, Lampung Punya Nama
Kota Madiun

Bisnis & Kuliner

Masyarakat Kota Madiun Mulai Menggeliat

Bisnis & Kuliner

Sah! Facebook Ganti Nama Jadi Meta
Pudensari

Bisnis & Kuliner

‘’Ruh’’ Sadar Wisata Pasar Pundensari Kabupaten Madiun

Bisnis & Kuliner

Ternyata Orang Jepang Terbiasa Konsumsi Kunyit Demi Kesehatan Lambung