GARIS GANJARIS. Minggu malam, 27/8/2023, terjalin percakapan rakyat kebanyakan antara Ganjar Pranowo, Anto Baret, saya dan puluhan kawan dari Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ), di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan. Sebuah kunjungan akrab yang hanya direncanakan dua hari menjelang. Bagi saya dan Anto Baret, kunjungan Mas Ganjar di rumah kesenian jalanan ini, merupakan pertanda bahwa Calon Presiden itu sosok yang bersedia bersilaturahim dengan rakyat bawah, pribadi yang mau berbincang dengan kaum jalanan yang menjadi realitas faktual di negeri ini.
Dengan seksama, Mas Ganjar mendengar penjelasan Anto Baret tentang pertanyaannya mengenai kehidupan jalanan. Penjelasan empirik selama 45 tahun Anto Baret bergulat dengan dan sebagai penyanyi jalanan, yang kemudian nyambung dengan pengalaman Mas Ganjar bertemu dan berteman dengan pengamen yang ada di Jawa Tengah. Percakapan berlanjut dengan ketika Mas Ganjar semasa sebelum dan ketika menjadi anggota DPR, beberapa kali datang ke Bulungan.
Penjelasan Anto Baret terutama menggarisbawahi sikap merdeka kaum jalanan yang ditandai dengan hidup mandiri, hidup tanpa proposal, hidup dengan kekuatan sendiri, hidup berkantor di jalanan yang panjang dan tidak berujung. Wapres dan Sasana Tinju Bulungan yang digagas Anto Baret, adalah dua contoh kemandirian kaum jalanan yang selama 41 tahun telah melahirkan sejumlah pemusik, penyanyi, petinju dan petarung yang menolak tunduk pada kekalahan. Tidak selalu menang, tetapi menolak tunduk menjadi pecundang.
Kehidupan jalanan tidak melulu berisi orang-orang bernasib tragis. Ada yang getir dan perih, tapi lebih tepat disebut “mencapai ironi”, yang lebih sublim dan layak dijalani. Saya contohkan kasus Subur Sukima, yang 47 tahun silam jadi anak jalanan mulai umur tujuh tahun. Subur berkembang (haha) sampai akhirnya berhasil berkeliling Eropa. Kebetulan Subur ternyata hadir. Mas Ganjar meminta Subur mendekat dan dialog pun terjadi cukup lama. Akrab dan humoristik, sehingga peristiwa-peristiwa perih yang pernah dilewati Subur dapat dihadapi dengan rileks, dan mandiri.
Setelah satu setengah jam, pukul 20.30-23.00 WIB, perbincangan pun berakhir. Dan Anto Baret membacakan puisi sbb:
GARIS GANJARIS
Garis putih garis hitam
Garis nasib kehidupan
Garis putih garis hitam
Garis takdir kemenangan
Garis rakyat kebanyakan
Suara kaum jalanan
Garis ganjaris pergerakan
Ganjar Presiden Indonesia
Satu jam sebelum Mas Ganjar datang, saya diminta Anto Baret menulis syair yang akan dinyanyikannya untuk mengapresiasi kunjungan Calon Presiden itu. Saya, dan Anto Baret, sudah terbiasa berhadapan dengan realitas faktual kehidupan yang muncul tiba-tiba, seperti halnya mati bisa datang mendadak dan kapan saja. Seandainya ada bir, mungkin saya bisa menuliskannya lebih bagus, setidaknya lebih panjang. Sayang, saya lagi tidak kepengen minum bir karena tidak baik untuk kesehatan, dan bisa “digoreng” jadi “kasus politik” (haha)….
Harry Tjahjono
28/8/2023