Di era serba terbuka seperti sekarang, tak sulit untuk menebak bahwa ajang balap Formula E yang semula dalam otoritas pemerintah provinsi (pemprov) DKI, sebagai penggagas, kini kewenangan sepenuhnya berada di (pemerintah) Pusat.
Hal itu terang benderang terlihat dalam Jumpa Pers dengan awak media Rabu 24/11 kemarin, terungkap pernyataan Co-Founder Formula E, Alberto Longo, bahwa lokasi balapan akan diumumkan sebelum Natal oleh presiden Jokowi.
“Jadi kita akan melakukan semacam feasibilities study untuk lima lokasi, sebelum nanti diumumkan sebelum Natal dan mudah-mudahan sebelum Natal sudah ada keputusannya. Kita akan melanjutkan proposal kepada Presiden Republik Indonesia dan beliaulah yang akan mengambil keputusan,” ujar Alberto dalam temu pers yang digelar Ikatan Motor Indonesia (IMI), pihak pemilik lisensi Formula E dan Jakpro sebagai penyelenggara lokal.
Ada lima calon sirkuit yang dilirik, antara lain di wilayah Sudirman, PIK, kawasan dekat Stadion JIS, JIExpo Kemayoran, dan Ancol.
Fakta bahwa Presiden Joko Widodo lah yang akan membuat keputusan soal lokasi, bukan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tentu saja mengejutkan. Sama mengejutkannya tatkala orang tahu bahwa Anies tidak hadir dalam konferensi pers soal balapan ini kemarin.
Babat Monas
Maklum, proyek balap mobil listrik ini sejak awal memang telah digadang-gadang oleh pemprov DKI Jakarta sebagai ajang unggulan. Lobi-lobi terus dilakukan, bahkan, masyarakat tidak akan lupa dibabatnya hutan kota di sekitar Monumen Nasional (Monas) karena konon akan digunakan sebagai sirkuit.
Padahal, menurut peraturan, kawasan Monas merupakan Cagar Budaya, Ring Satu, karena dekat dengan Istana Negara. Benar saja, setelah main babat, ijin menggunakan area Monas dan sekitarnya untuk arena balapan tidak turun.
Kepalang sudah gaduh, 191 pohon Mahoni, Sawo Kecil, Glodokan Tiang, Trembesi dan Tabebuya terlanjur ditebang, dan sebagian hutan kota telah botak, keriuhan dan kemarahan publik cukup diredam dengan satu pernyataan: “kawasan Monas akan direvitalisasi”. Meski nyatanya di bagian lain Monas, orang bisa melihat aspal untuk balapan sudah diujicobakan.
Selesai? Ternyata tidak
Kegemparan berikutnya adalah soal komitmen biaya balap atau komitmen fee. Terungkap nilainya sangat fantastis.
Beredar surat Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI ke Gubernur Anies Baswedan terkait penyelenggaraan balap Formula E. Surat itu berisi rincian biaya komitmen Formula E yang wajib dibayar Anies. Surat itu dibuat pada 15 Agustus 2019.
Rinciannya sebagai berikut:
Sesi 2019/2020: 20 juta poundsterling atau setara Rp 393 miliar
Sesi 2020/2021: 22 juta poundsterling atau setara Rp 432 miliar
Sesi 2021/2022: 24,2 juta poundsterling atau setara Rp 476 miliar
Sesi 2022/2023: 26,620 juta poundsterling atau setara Rp 515 miliar
Sesi 2023/2024: 29,282 juta poundsterling atau setara Rp 574 miliar
Ditotal, rincian awal itu senilai 121 juta pounsterling atau sekitar Rp 2,3 triliun dengan kurs saat ini Rp 19.680.
KPK turun tangan
Lebih membuat mata terbelalak ternyata Pemprov DKI pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 mengucurkan sekitar Rp 1,13 triliun untuk Formula E. Rinciannya adalah sebagai berikut: Sejumlah Rp 360 miliar untuk membayar commitment fee di tahun 2019, biaya pelaksanaan balap sebesar Rp 344 miliar dan biaya bank garansi Rp 423 miliar.
Anggota DPRD dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Anggara Wicitra, mencium ada “bau busuk” dalam penganggaran biaya Formula E di DKI.
“Ada hal-hal yang sampai sekarang belum jelas dan terkesan ditutup-tutupi, misalnya kita tidak tahu apakah commitment fee dibayarkan ke pihak yang benar, yaitu FEO (Formula E Operations) di UK, atau jangan-jangan dibayar ke pihak lain. Sampai saat ini kami di DPRD belum pernah mendapatkan bukti transfer pembayaran commitment fee,” jelas Anggara seperti dilansir Kompas.
Carut marut tidak transparannya urusan komitmen fee membuat pihak KPK dilibatkan untuk menelisik ada tidaknya dugaan korupsi.
Dan, seperti ada yang panik, September 2021 penyelenggaraan balap formula E yang semula dalam kendali pemprov tiba-tiba dialihkan ke pihak swasta dan digarap sebagai skema B to B (bisnis ke bisnis).
Biaya komitmen yang semula 2,3 trilyun untuk 5 kali balapan turun ‘hanya’ tinggal 560 milyar untuk 3 kali balapan.
Alberto Longo pada wartawan menjamin semua soal biaya komitmen akan transparan dan jumlah yang dibayarkan Jakarta sebagai penyelenggara kurang lebih sama seperti yang dibayarkan kota lain di dunia.
“Fee-nya tidak bisa dibuka karena sifat rahasia, tetapi saya bisa yakinkan Jakarta tidak membayar lebih dari yang dibayarkan kota-kota lain,” kata Alberto.
Menurut Anggara, kota New York tidak dikenai biaya komitmen, sementara yang paling mahal, Montreal, Kanada, membayar total ‘hanya’ 18,7 miliar.
Jadi, meski biaya sudah diubah, 560 milyar untuk 3 kali balapan, ongkos ini masih terhitung mahal. Angka itu bagi Montreal bisa menyelenggarakan 29 kali balapan, bahkan masih sisa. *Gunawan Wibisono