Setiap menjelang Kongres, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah seperti bunga yang harum baunya. Kumbang-kumbang berdatangan dari berbagai penjuru. “Kumbang-kumbang” itu adalah orang-orang yang tertarik masuk ke dalam tubuh PSSI, utamanya sebagai Ketua Umum, Sekjen dan Executive Committe / Komite Eksekutif (Exco).
Para calon lupa bahwa mereka sebenarnya sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya. Entah sebagai pejabat negara, pengusaha atau penyandang profesi di luar sepakbola. Mereka tiba-tiba merasa mampu mengurus sepakbola Indonesia, menjalankan roda organisasi, atau merasa penting walau sekedar cawe-cawe dalam persepakbolaan nasional. Sejauh ini, baik PSSI maupun sepakbola nasional belum mampu membahagiakan rakyat Indonesia.
Prestasi, yang diharapkan jadi obat bagi rasa rindu berkepanjangan yang dirasakan masyarakat, sulit didapat. Untuk menjadi kampiun di level Asia Tenggara saja, di mana dua negeri sepakbola saingan Indonesia — Vietnam dan Thailand — sudah hampir bosan mengejarnya — sepakbola kita setengah modar meraihnya.
Bagaimana bisa berprestasi, jika menjalankan kompetisi saja tidak becus. Di musim yang akan datang ini, Liga 2 dihentikan. Liga 3 juga tak jelas nasibnya. Padahal di Liga 2 ada klub-klub hebat yang banyak melahirkan pemain nasional seperti Persipura.
Nah kembali ke PSSI itu tadi, organisasi sepakbola yang sudah tua renta, peminatnya untuk menjadi Ketua Umum maupun Exco banyak banget. Tetapi sayangnya mereka yang benar-benar pernah berkecimpung di sepakbola, justru enggak masuk ke sana. Apa coba masalahnya?
“PSSI, sudah seperti partai politik. Hanya mereka-mereka yang loyal, yang bisa bergabung. “Yang kritis dan selalu mengkritik, nggak bakalan masuk ke gerbong mereka,” demikian tutur bek kiri tim nasional Indonesia, tahun 80-an, Berti Tutuarima, seperti tertulis dalam lembaran siaran pers yang dikirimkan oleh komunitas pencinta sepakbola nasional “We Are Footbal Family”, Rabu (1/2/2023).
“Saran saya, siapa saja yang mau jadi pengurus PSSI yang baru dalam Kongres Luar Biasa PSSI, nanti. Semua karyawan-karyawan PSSI yang saat ini bekerja di bawah Iwan Bule, juga semuanya dibuang saja.” Tegasnya. Iwan Bule adalah nama panggilan Ketum PSSI ke-17, Mohammad Iriawan.
Tidak sampai di situ, Berti juga melihat kebobrokan PSSI sudah mengakar. “Karyawan PSSI, sudah berbudaya menjadi marketing jual beli klub-klub, sudah menjadi kaki tangan para pengatur skor dan Bandar judi. Ini benar-benar sangat bahaya,” lanjutnya.
Jadi, jelas masalahnya, para pesepakbola kawakan ogah menjadi Ketum PSSI, salah satunya alasannya seperti yang disebutkan Berti Tutuarima.
Masih banyak lagi salah dua, salah tiga dan seterusnya yang membuat insan sepakbola membiarkan kumbang-kumbang “kelaparan” berebut madu di PSSI. Apakah setelah duduk mereka bisa memperbaiki PSSI, dan goalnya meningkatkan mutu sepakbola Indonesia, itu urusan nanti!
Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI akan berlangsung pada 16 Februari 2023 dengan agenda pemilihan ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota komite eksekutif (exco) periode 2023-2027
(*/hw)