Home / Esai

Senin, 3 Februari 2025 - 15:34 WIB

Pemerintah yang Dengki Terhadap Rakyatnya

Sejak suaminya meninggal, tak ada lagi yang menafkahi Isah (40 tahun). Ia harus putar otak untuk menafkahi dirinya sendiri serta ketiga anaknya yang belum dewasa. 1 orang sudah menikah, sehingga tidak perlu dibiayai.

Sebagai perempuan yang lahir di desa, dia tidak memiliki pendidikan cukup atau skill memadai untuk mendapatkan pekerjaan. Ia mulai putar otak. Dengan uang yang ada di tabungannya, ia membeli tabung gas melon kosong (gas 3 kg) lalu mulai berjualan gas. Dia beli di agen, lalu menjualnya ke tetangga. Tiap tabung dijual Rp.22 ribu (hanya isi). Rumah tangga yang membutuhkan gas cukup meneleponnya, lalu diantar menggunakan troli kecil.

Dari 1 tabung kemungkinan dia mendapat untung 3.000 – 4.000 perak. Di agen dijual seharga Rp.16.000,-. Tetapi lokasi agen gas jauh. Itu pun pembelian hanya dibatasi 1 tabung / pembeli. Kami lebih suka memesan gas kepada Isah. 2 – 3 tabung, bisa diantar. Di rumah saya memiliki 3 tabung gas melon. 2 untuk cadangan, takut sewaktu-waktu gas habis.

Kini Isah telah menikah lagi dengan bos pembuat otak-otak. Namun begitu, ia masih tetap berjualan gas melon, dan masih mau mengantar dagangannya ke pembeli.  
Selain Isah, di RT saya ada juga penjual gas melon lainnya. Yakni di warung Ucok dan di rumah Ibu Sri (sebut saja Namanya begitu).

Baca Juga  Wah, Uni Emirat Arab Borong 80 Pesawat Rafale!

Sri sama dengan Isah, bisa mengantar ke rumah. Lalu ada seorang lagi perempuan, Netty, yang menjual gas, juga air mineral gallon, yang bisa mengantar barang dagangannya ke rumah. Meskipun tinggal di luar RT kami, dia bisa mengantar dagangannya, dengan motor bebek. Suami Netty pensiunan pegawai PLN yang masih dikaryakan. Suaminya sering pergi ke luar daerah untuk membangun tower listrik. Mungkin Netty ingin membantu suaminya menambah penghasilan kecil-kecilan.

Jadi, selain Warung Ucok, ada 3 perempuan tetangga kami yang berjualan gas 3 kg. Ketiga perempuan itu selalu sigap mengantar bila dihubungi. Sedangkan Ucok hanya menunggu pembeli di warungnya, sambil mendengarkan lagu-lagu dangdut berbahasa Tapanuli Selatan.

Walau pun hasilnya kecil, menjual gas 3 kg rupanya jadi usaha yang menarik buat mereka. Masyarakat pun merasa tertolong dengan keberadaan mereka. Soal harga yang lebih mahal dari agen, cincailah!
  
Kini usaha mereka dipastikan akan berakhir.  Sejak 1 Februari 2024, pemerintah telah resmi melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram (kg) di pengecer. Saat ini, jual-beli gas elpiji 3 kg hanya boleh dilakukan di pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina. 

Baca Juga  DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (II):

Pengecer yang ingin menjadi subpenyalur dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) sehingga mereka mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).

Pendaftaran untuk menjadi subpenyalur resmi tidak hanya untuk perusahaan, tapi juga bisa untuk pengecer perseorangan. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya efisiensi penyaluran elpiji 3 kg. Sehingga, penyalahgunaan penyaluran elpiji 3 kilogram.

Untuk menjadi penyalur gas 3 kg pelaku usaha harus mendaftarkan usahanya menjadi agen pangkalan gas elpiji 3 kg, dengan sejumlah syarat dokumen yang diperlukan. Domumen yang dimilii meliputi KTP, NPWP, Bukti kepemilikan lahan, Surat izin usaha, Dokumen yang menunjukkan legalitas usaha seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), serta surat izin lainnya seperti surat referensi bank dan dokumen persetujuan lingkungan.

Mungkinkan Isah, Sri, dan Netty akan mengurus dokumen yang diperlukan agar tetap bisa menjadi pengecer gas 3 kg? Rasanya tidak. Persyaratan seberat itu jelas bukan untuk pengecer. Apalagi bagi Isah, yang hanya tinggal di rumah kontrakan bersama suaminya. Persyaratan itu jelas memberatkan.

Aturan baru itu bukan saja memberatkan bagi Isah, Sri, dan Netty, tapi bagi Ucok juga. Karena warungnya berada di tempat tinggalnya. Mana ada lahan khusus untuk berjualan gas 3 kg?

Baca Juga  Nasihat Politik untuk Bukan Politikus

Dengan adanya aturan baru, jelas orang-orang seperti Isah, Sri, dan Netty tidak bisa berusaha lagi. Mereka akan kehilangan sumber pendapatan untuk menambahan penghasilan keluarga. Ada banyak lagi, ribuan mungkin jutaan orang seperti mereka yang akan kehilangan mata pencarian. Hikmahnya, orang-orang berduit akan menjadi pebisnis baru, karena mereka punya modal.

Mengapa pemerintah begitu tega mematikan usaha kecil seperti yang dilakukan oleh orang-orang seperti Isah, Sri, dan Netty. Kesannya pemerintah begitu dengki terhadap orang-orang kecil. Rakyatnya sendiri. Bukan menyejahterakan, usaha mereka yang tak seberapa pun dimatikan!

Sementara itu, dengan adanya peraturan baru, bukan hanya mereka pedagang gas 3 kg rumahan yang terkena dampaknya, tetapi hampir seluruh rumah tangga pengguna gas 3 kg menemui persoalan. Sejak aturan itu diumumkan, gas 3 kg mulai langka di Depok.
Seperti biasa, ketika menghadapi masyarakat menghadapi masalah seperti ini, pemerintah belagak pilon.

Kita tahu pemerintah sedang susah. Tetapi jangan selalu kesusahan itu dibebankan kepada rakyat! Carilah cara penyaluran gas 3 kg yang lebih baik. Tidak menyusahkan pedagang kecil atau pun masyarakat! (herman wijaya)
 

Share :

Baca Juga

SADIMAN

Esai

Letjen TNI (Purn) Doni Monardo dan Warisan

Esai

Kereta untuk Rakyat di Cina

Esai

AHY Move-On

Esai

Malam Tahun Baru di Sei Martebing (Sebuah Kenangan)

Esai

Mengenang Hilman Lupus

Berita

Harta Capres Cawapres

Esai

Alarm Stroke

Berita

Suara Hati Ganjar