Home / Esai

Selasa, 16 September 2025 - 06:53 WIB

Manfaat dan Mudarat UU Perampasan Aset

Oleh: Harry Tjahjono

RUU Perampasan Aset dirancang utk memungkinkan negara menyita atau merampas aset yg diduga berasal dr tindak pidana (BUKAN HANYA TINDAK PIDANA KORUPSI karena RUU ini bersifat umum termasuk penggelapan, penipuan, dll), tanpa menunggu putusan pidana terlebih dahulu (non-conviction based asset forfeiture).

Perbedaannya dgn UU TPPU:

  • UU TPPU fokus pd pencucian uang sbg tindak pidana spesifik.
  • RUU Perampasan Aset bersifat umum, mencakup hasil tindak pidana apapun (korupsi, penipuan, penggelapan, narkotika, illegal logging, dll).

Secara ideal, tujuan ini baik: mengurangi enjoyment of crime (agar pelaku tdk bs menikmati hasil kejahatannya) dan mengembalikan kerugian keuangan negara apabila ada kaitannya dgn tindak pidana korupsi yg merugikan keuangan negara.

Namun, konteks Indonesia membuat RUU ini rawan disalahgunakan:

  • Asas kepastian hukum lemah
    Dgn mekanisme “perampasan tanpa putusan pidana”, masyarakat rentan kehilangan aset hanya karena dugaan, apalagi jika alat bukti lemah atau tdk objektif.
  • Ruang pemerasan thd pengusaha
    Dgn kewenangan yg sangat besar, aparat penegak hukum dpt menggunakan pasal ini utk menekan pengusaha atau individu kaya. Misalnya:
  • Seorg pengusaha dituduh memperoleh aset dari “penggelapan pajak”, padahal kasusnya administratif.
  • Aparat bisa mengancam perampasan aset utk memaksa “damai” dgn imbalan tertentu.
  • ⁠Tumpang tindih dgn UU lain
    Karena sudah ada UU TPPU, UU Tipikor, UU KUHP, dsb., maka penegakan bisa jadi overlap dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Baca Juga  Harta Capres Cawapres

Risiko Boomerang bagi Masyarakat

RUU ini dpt menjadi pedang bermata dua:

  • Pengusaha & Investor
    Investor asing maupun domestik bisa ragu masuk ke Indonesia, takut asetnya disita tanpa proses pidana jelas. Hal ini menurunkan iklim investasi.
  • Masyarakat kecil
    Kasus warisan atau kepemilikan tanah yg tdk jelas sertifikatnya bisa dikategorikan “aset ilegal”. Misalnya: Warga di desa mewarisi tanah yg belum bersertifikat, lalu diklaim aparat sebagai aset hasil penguasaan ilegal.
  • Pedagang kecil membeli rumah dari hasil usaha bertahun2, tetapi ketika tdk bs membuktikan dokumen pajak secara rinci, asetnya rawan disita.
Baca Juga  Rahayu Saraswati

RUU ini bisa dipakai sbg alat politik. Misalnya, lawan politik dituduh menerima aset dr tindak pidana, lalu hartanya lgsg dibekukan atau dirampas sebelum pembuktian pidana selesai.

  • Kasus Pajak/Administrasi → Dikategorikan Tindak Pidana
    Banyak perusahaan di Indonesia yg tdk sempurna dlm pembukuan pajaknya. Alih-alih dibina, bisa dituduh memperoleh aset ilegal → aset disita.
  • Kasus Perdata → Ditarik ke Ranah Pidana
    Sengketa bisnis yg seharusnya diselesaikan secara perdata, bisa dikategorikan “penipuan” lalu memicu perampasan aset.
  • Kriminalisasi Politik
    Seorg calon kepala daerah dituduh menerima “uang ilegal” dari sponsor politik. Padahal belum tentu terbukti → asetnya dirampas → karier politik hancur.
Baca Juga  Ingin Murid Membaca Buku, Harus Dimulai dari Gurunya.

Kesimpulan: Ideal atau Tidak?

  • Ideal di atas kertas: utk mempersempit ruang gerak koruptor dan kejahatan ekonomi besar.
  • Namun, dlm realitas penegakan hukum Indonesia saat ini, RUU Perampasan Aset berisiko besar jadi boomerang:
    • memperkuat state power tanpa check and balance,
    • membuka ruang pemerasan oleh oknum,
    • menurunkan kepastian hukum bagi dunia usaha,
    • mengancam hak kepemilikan masyarakat biasa.

Share :

Baca Juga

Laksamana Sukardi

Berita

Senjata Nuklir Ekonomi

Esai

Wacana Musium Perfilman dan Nasib Sinematek Indonesia

Esai

Menyobek Bendera!

Esai

“Tidak Tepat Memberlakukan Dana Pensiun Tambahan”

Esai

Arogansi di Balik Percekcokan Arteria Dahlan dengan Isteri Jenderal TNI

Esai

Parfi Pasca Aa Gatot Brajamusti, dari Andryega Da Silva hingga Firdaus Oibowo
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (II):
Karikatur

Esai

Selamat Datang Corona