Dalam pandangan masyarakat Batak Toba makam lebih dari sekedar tempat untuk menempatkan jenazah saja, tetapi sekaligus sebagai alat melestarikan kebudayaan, selain itu juga sebagai sarana menghormati dan menghargai para leluhur mereka dan untuk mendapatkan berkat dari para leluhur mereka.
Jenazah yang sudah dimakamkan, setelah menjadi tulang-belulang bisa digali kembali, untuk dibersihkan dan dimakamkan lagi. Tetapi tulang-belulang itu akan ditempatkan dibagian atas bangunan yang berbentuk rumah adat.
Penguburan tulang belulang dalam adat Batak dilakukan melalui tradisi yang disebut mangongkal holi.
Tradisi ini bertujuan untuk menyatukan jasad leluhur dengan kerabat keluarga yang dicintai, terutama bagi mereka yang meninggal di tempat yang jauh dari sanak keluarga.
Proses mangongkal holi melibatkan beberapa tahapan, seperti menggali makam, membersihkan tulang belulang, dan memasukkannya ke dalam peti baru.
Beberapa simbol yang digunakan dalam mangongkal holi di antaranya air jeruk purut, kunyit, kain putih, dan ulos ragidup.
Tradisi ini membutuhkan biaya yang sangat besar, karena melibatkan banyak hal, seperti menjamu keluarga besar dan tetangga, mengorbankan hewan, dan menyediakan kain ulos.
Upacara mangongkal holi biasanya diiringi dengan pesta adat dan musik tradisional Batak. Tidak heran jika membutuhkan biaya besar. Hanya orang-orang berduit saja yang mampu mengadakannya.
Masyarakat Batak percaya bahwa dengan berada di satu tempat, generasi selanjutnya akan lebih mudah mengetahui siapa-siapa saja nenek moyang mereka. (HW/wikipedia).