DAYA KATA WIRID VISUAL. Katakanlah dengan bunga. Kalimat itu mengingatkan pada Shakespeare, yang dalam karya sastranya menyebut beragam bunga: mawar, aster, bakung, rosemary, anyelir, opium, mandragira, gillyvor, jelatang, cuckoo, hemlock, columbus dan banyak lagi sampai bunga rumput liar.
Pada Wirid Visual Butet Kartaredjasa, bukan bunga kekuatannya, melainkan daya kata yang divisualkannya. Daya kata “Bambang Ekalaya Butet Kertaradjasa”, nama lengkap Butet, secara ribuan kali berulang menciptakan gambar, menerjemahkan imajinasi Butet, menjadi sumber daya spiritual dan kreativitas ‘Raja Monolog’ ini dalam mengelola suasana batin dan alam pikirannya, dan membuahkan karya yang otentik.
Jika Salvador Dali melelehkan benda, Picasso mengeksplorasi kubus, Van Gogh menemukan titik-titik, saya ingin menyebut Butet memantrai kata “Bambang Ekalaya Butet Kertaradjasa” untuk memvisualkan semesta–termasuk menyelinap di dalam falsafah Jawa, sehingga dengan demikian wirid visual tidak mengacu pada Barat, Timur maupun Timur Tengah. Otentik. “Njawani”.
Ihwal pameran Butet, Pak Laksamana Sukardi, mantan bankir dan politisi, mengatakan kepada saya dengan pendek, ” Bagus.” Dan beliau naksir salah satu karya Butet yang dipajang. Saya pikir, komentar Pak Laks tersebut sudah bisa menjelaskan bagaimana Pameran Tunggal Wirid Visual Melik Nggendong Lali. Sebab, selain mantan bankir dan politisi, Pak Laks adalah kolektor, pengamat dan penikmat seni rupa. Di rumahnya terpajang lukisan Botero, Affandi, Heri Dono, Amrus Natalsya, Teguh Ostenrik dan banyak lagi pelukis ternama lainnya. Juga sejumlah seni rupa kontemporer dan klasik, dari balai lelang Christie’s dan Sotheby’s. ***