Oleh LAKSAMANA SUKARDI

Pendapat dan keyakinan saya ini saya ungkapkan pada saat saya di interview oleh Tempo Interaktif 25/April/1998. Saat itu, majalah Tempo sedang dibredel, tapi berkeras terbit dalam format portal berita di internet.
Saya meragukan niat politik Orde Baru untuk melakukan reformasi dan mengkritik IMF karena masih mempercayai pemerintahan presiden Soeharto. Saya kemukakan bahwa sistem kapitalis kroni telah menjadi kanker perekonomian Indonesia dan harus segera dihilangkan. Sistem tersebut telah terbukti menghasilkan komplikasi masalah seperti meningkatnya hutang luar negeri dan krisis ekonomi.
Saya mengkhawatirkan kecenderungan IMF untuk menerima janji pemerintah untuk melakukan reformasi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Pada kesempatan wawancara tersebut, saya mengingatkan bahwa apa yang dilakukan pemerintah adalah reformasi munafik.
Ada baiknya saya unduh secara utuh wawancara saya dengan Tempo Interaktif ketika itu

WAWANCARA LAKSAMANA SUKARDI
TEMPO INTERAKTIF 25 APRIL 1998:
YANG DILAKUKAN REFORMASI MUNAFIK
Seriuskah pemerintah melakukan reformasi dalam mengatasi krisis ekonomi saat ini? ” Pemerintah belum melakukan reformasi,” kata pengamat ekonomi dan perbankan, Laksamana Sukardi. Menurut pengamat yang suka bicara blak-blakan ini, pemerintah baru melakukan reformasi kalau mampu menghapuskan crony capitalism. “Merekalah penyebab krisis ekonomi sekarang ini,” ujar mantan direktur pelaksana Bank Lippo ini. Untuk menghilangkan crony tersebut dibutuhkan adanya balance of power atau perimbangan kekuatan politik.
Tanpa hal itu, mustahil reformasi untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang hancur bisa dilakukan. “Masalahnya, mau tidak penguasa terganggu eksistensi kekuasaannya. Sebab kalau ada balance of power, kekuasaan para crony akan terganggu,” tutur Laksamana yang juga aktif dalam kepengurusan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri ini. Jadi, katanya, reformasi yang dijalankan pemerintah saat ini, masih bersifat main kucing-kucingan. “Ini sama saja dengan reformasi munafik,” ujarnya. Berikut petikan wawancara Ali Nur Yasin dari TEMPO Interaktif dengan mantan bankir terkenal, yang kini aktif sebagai dewan direktur Econit Advisory Group dan Chief Executive Officer (CEO) Reform, sebuah lembaga konsultasi. Petikannya :
Apa saja penyakit yang mewabah dalam ekonomi kita sehingga perlu reformasi?
Pertama, adalah penyakit akut atau debt over hang (pinzaman swasta yang melampai kemampuan sehingga kita tidak mampu bayar). Layaknya komputer, di mana hardisknya sudah rusak sehingga komputernya tidak bisa dioperasikan. Ini adalah penyakit yang harus diatasi terlebih dahulu. Walaupun Presiden Soeharto mengatakan monopoli dihapuskan, tapi kalau debt over hang ini tidak diatasi, maka kita tidak bisa bergerak. Penyakit kedua, adalah penyakit crony. Seperti asma yang kadang-kadang kambuh dan terkadang tidak. Penyakit ini adalah crony capitalism atau kapitalis kaki tangan. Dua penyakit ini harus ditangani melalui reformasi.
Caranya?
Di dalam kamus, yang namanya reformasi adalah membuat sesuatu menjadi lebih baik. Kalau penyakitnya berupa kanker, ya, reformasi yang harus dijalankan drastis. Penyakit kanker obatnya panadol, ya, tidak sembuh-sembuh. Sekarang ada perdebatan mengenai reformasi harus gradual. Itu harus ditempatkan pada perspektifnya. Bila penyakinya sudah berat, ya harus dengan operasi besar atau major operation. Sementara kita ini sudah mengalami dua penyakit yang akut, debt over hang dan crony capitalism. Jadi mau reformasi gradual apalagi, kalau keadaanya sudah akut.
Apakah pemerintah mampu menghapus crony capitalism, kalau pembuat kebijakan disebut juga sebagai crony?
Yang penting, krisis terjadi akibat adanya crony capitalism. Sehingga semua kegiatan bisnis ditentukan mereka. Selain itu pengambil keputusan atau pembuatan kebijakan publik ditentukan untuk kepentingan crony, bukan kepentingan nasional. Sehingga aspek kepentingan nasional dan kebijakan ekonomi hati-hati, menjadi hilang.
Kalau begitu apa saja penyebab krisis?
Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, crony capitalism tidak mampu mengatasi krisis. Ini akibat ketidakmampuan pemerintah menahan atau mendinginkan ekonomi yang memanas. Contohnya, sektor properti terjadi akibat ekspansi yang membabi buta dan impor barang-barang komsumsi tidak terkontrol. Ini yang melakukan crony capitalist, bagaimana ada kontrol. Mereka yang buat kebijakan, mereka juga yang melakukan. Sehingga bubble-nya meledak.
Kedua, pemerintah terlalu lama mematok nilai tukar rupiah pada tingkat yang over valued. Sehingga rupiah menjadi tinggi harganya dan pengusaha mendapat insentif untuk melakukan pinzaman dalam bentuk dollar karena murah. Perbedaan suku bunga antara dollar dengan rupiah, lebih menguntungkan dari depresiasi rupiahnya. Ini berlangsung terlalu lama. Semua ini menghasilkan insentif bagi pengusaha untuk melakukan pinzaman luar negeri yang tidak terkontrol. Karena yang mengutang adalah crony capitalist .
Ketiga, akibat kontrol perbankan yang lemah. Penyaluran dana perbankan (kredit), hanya bisa layak kalau debiturnya anggota crony capitalism. Karena mereka yang memiliki hak-hak untuk melakukan monopoli, kartel, dan lainnya, sehingga mereka menjadi layak kredit. Selain itu pengucuran kredit sulit dikontrol, karena pembuat kebijakan tidak mampu melawan crony. Selain itu crony capitalism hidup subur dalam sistem yang tidak mengenal perimbangan kekuatan atau balancing of power kekuatan politik lain.
Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah agar reformasi bisa terlaksana?
Pemerintah baru bisa melakukan reformasi, kalau penyakit kronis dari krisis dihilangkan. Caranya dengan menghilangkan akar crony capitalism penyebab krisis ini. Selama ini IMF belum menyentuh akar krisis ini, cara apa pun yang dilakukan tidak akan berhasil. Masalah lainnya yang juga akut, adalah masalah utang swasta yang harus direstrukturisasi. Entah dengan penghapusan atau diperpanjang. Karena tidak semua pinzaman layak restrukturisasi. Kalau pinzaman yang diakibatkan oleh kolusi, walaupun direstrukturisasi hanya menunda masalah saja. Selama debt over hang belum terselesaikan, walau ada janji kiri-kanan, ini akan sulit.
Reformasi yang diminta IMF seharusnya menghilangkan hak-hak khusus ekonomi yang dinikmati para crony. Mereka mendapatkan keuntungan ekonomis yang dijadikan dasar kekuatan atau power base untuk menunjang kekuasaannya. Masalahnya, reformasi IMF seharusnya benar-benar mengurangi kekuasaan atau menjurus pada perimbangan kekuasaan.

Bukankah sasaran reformasi IMF adalah para pribadi yang telah menikmati hak khusus ekonomi?
Sayangnya IMF masih kurang canggih. Bisa saja monopoli dihapuskan tapi muncul dalam bentuk lain. Seperti BPPC yang dihapuskan tapi menjadi konsultan. Nah, konsultan kan juga harus dibayar. Sementara BPPC menjadi konsultan di bidang apa, memperbaiki atau malah mengacau. Begitu pula dengan retribusi. Bisa saja dihilangkan tapi di lapangan masih terjadi penarikan dengan ancaman.
Apakah hal-hal yang seperti ini IMF bisa mengontrolnya.
IMF mengatakan akan melakukan pengawasan hari ke hari. Saya pikir IMF sangat ambisius untuk menggantikan peran lembaga kontrol atau lembaga demokrasi yang mandul. IMF kelihatannya ingin mengambil alih peran lembaga demokrasi. Dengan kata lain, IMF akan menjadi pengawas terjadinya praktek crony capitalism terbesar di dunia. Tapi sejauh mana IMF melakukannya dan komit terhadap hal itu? Karena untuk melakukannya butuh biaya besar.
Apakah IMF punya kemampuan untuk melakukan pengawasan?
Memang mereka melakukannya bukan secara langsung, tapi secara tidak resmi, begitu. Karena mereka mengatakan akan mengawasi setiap hari, dan kalau perlu mingguan, bahkan dengan memberikan target. Pengawasan seperti ini fungsi DPR, BPK, Pers, dan lainnya. Ini semua karena crony capitalism yang tidak terkontrol dan lembaga kontrolnya sudah menjadi dormant (mandul).
Bukankah kedatangan IMF, karena lembaga-lembaga kontrol sudah tidak mampu melawan penguasa?
IMF yang mengundang Pak Harto. Tapi bisa jadi kedatangan mereka atas arahan para teknorat yang sudah putus asa. Tapi masalahnya krisis ini akibat para crony capitalist yang sudah tidak terkontrol. Datang atau tidaknya IMF, bagi saya tidak ada masalah. Memang, tanpa IMF kita tidak akan bisa menyelesaikan krisis ini. Kunci sukses untuk mengatasi krisis ini, menghilangkan crony capitalism. Untuk mencegah hal ini kita harus mendesak agar diterapkan undang-undang yang mengatur tentang konflik kepentingan. Nah, IMF tidak menyentuh hal ini. Padahal ini sangat penting ketimbang yang lain. Lalu, IMF mendesak agar diterapkan undang-undang mengenai kepailitan, sayangnya masalah independensi pengadilan tidak disentuh. Kalau tidak ada independensi pengadilan, apa pun undang-undangnya, ya percuma saja.
Menurut Anda adakah niat pemerintah untuk melakukan refomasi?
Kelihatannya dari semua yang saya jelaskan, niat melakukan reformasi masih kucing-kucingan. Reformasi kan berarti penghapusan hak-hak istimewa khusus ekonomi. Artinya, menghilangkan kekuasaan. Nah, pertanyaannya, mau tidak kroni kehilangan kekuasaannya?
Bukankah sasaran IMF mengarah kepada pemegang hak khusus bidang ekonomi untuk dihilangkan, seperti BPPC, IPTN, Bulog, dan lainnya?
Masalahnya mengapa semua itu terjadi. Ini semua karena tidak adanya kontrol kekuasaan. Sekarang semuanya sudah terjadi dan bagaimana cara menghilangkannya. Caranya, harus ada kontrol kekuasaan.
Sayangnya struktur kekuasaan sekarang tidak memungkinkan terjadinya perimbangan kekuasaan. Ini harus dikaitkan dengan reformasi politik. Masalahnya, mau tidak pemerintah menghilangkan korupsi, kolusi, nepotisme dan lainnya. Sedangkan untuk menghilangkan hal ini, syaratnya harus ada perimbangan kekuasaan. Sementara kondisi sekarang tidak memungkinkan timbulnya hal itu. Karena, kalau pemerintah menumbuhkan perimbangan kekuasaan, berarti keberadaan kekuasaannya terancam. Secara logis penguasa ya jelas tidak mau.
Mengapa yang menjadi target utama pemerintah hanya sektor perbankan dalam melakukan reformasi?
Karena perbankan merupakan pilar ekonomi. Kalau banknya tidak sehat maka ekonominya juga tidak sehat. Tapi itu juga belum reformasi, baru mengamputasi. Sebab kalau reformasi, hasilnya adalah merjer dan peningkatan modal perbankan. Ini belum terjadi.
Bukankah kesungguhan pemerintah mereformasi perbankan dibuktikan dengan adanya BPPN?
Pengelola BPPN juga tidak independen, karena banyak konflik kepentingan di dalamnya. BPPN dikelola oleh orang-orang yang memiliki vested interest dan tidak independen. Jadi apa pun yang dilakukan, akan sulit untuk diawasi. Lagi-lagi saya katakan apakah niatnya tulus untuk melakukan reformasi. Ya, seperti menunaikan ibadah haji karena politik. Ini kan namanya reformasi munafik. Kalau pemerintah melakukan reformasi, artinya kehilangan hak-hak khusus yang menunjang keberadaanya kekuasaan.
Pemerintah bilang akan menghapuskan segala bentuk monopoli, menurut Anda apakah ini bukan reformasi?
Sebenarnya komitmen untuk menghapus monopoli tidak perlu dipuji. Karena pada dasarnya, mereka melakukan monopoli saja sudah salah. Kok sekarang mereka menghapus monopoli malah dipuji. Saya jadi tidak ngerti. Ini kan sama saja, sudah menangkap orang lalu dilepas, tapi malah dipuji. Kita melepaskan ketegangan dengan pencabutan rencana currency board system (CBS) saja sudah meninggalkan biaya yang sangat mahal. Selama ribut-ribut mengenai CBS, kita sudah meninggalkan kehancuran ekonomi yang cukup parah. Eh, CBS dibatalkakan malah dipuji.
Kalau pemerintah masih melakukan reformasi munafik, siapa seharusnya yang melakukan reformasi saat ini?

Menurut saya semua yang dilakukan atau diusulkan oleh IMF, seharusnya kita malu. Masa kita tidak bisa berpakaian dengan rapi, harus didikte oleh orang lain. Sebenarnya IMF masuk untuk mengajari kita. Kalau kita memiliki kemampuan, IMF tidak akan mengajari kita. Arti monopoli, kolusi dan korupsi, mungkin artinya sudah berbeda. Semuanya sudah terdefiasi. Sehingga masyarakat Indonesia tidak mampu menggunakan akal pikiran secara sehat. Ini semua akibat tingkat represi yang sangat tinggi.
Ekonom Dr. Sri Mulyani bilang, program pemerintah kebanyakan masih program darurat, menurut Anda?
Karena program pemerintah bersifat ad hoc situasional. Misalnya, kalau ada kejadian seperti ini, cara menyelesaikannya begini. Jadi tidak punya blue print atau master plan-nya. Atau dengan kata lain program yang dijalankan pemerintah adalah program pemadam kebakaran. Ada kebakaran di sana mereka sibuk memadamkannya. Padahal yang membakar mereka juga. Ya, Sri Mulyani benar, mereka memang sedang sibuk memadamkan api yang mereka buat sendiri. Mereka lupa, padahal yang lebih penting adalah mencegah kebakaran ketimbang panik pada saat kebakaran. Contohnya, sekarang sibuk menghapuskan monopoli dan sibuk menghapuskan utang, padahal yang membuat utang tidak terkontrol, ya, mereka juga.
Anda pernah katakan, kalau tidak ada keputusan yang diambil pemerintah dalam waktu dua minggu kita akan bangkrut, bagaimana dengan sekarang?
Waktu itu saya bilang kalau dalam dua minggu tidak ada keputusan untuk mengatasi krisis, ya kita bangkrut. Tapi nyatanya krisisnya masih bisa diperpanjang, tapi bukan berarti ada penyelesaian. Memang sektor moneter indikatornya sudah membaik, seperti dengan neraca pembayaran, karena memang tidak ada impor walau ekspornya kecil. Angin puyuhnya sudah lewat, tapi akibatnya menjadi berantakan. Walau angin sudah tidak ada tapi kemampuan untuk melakukan pembangunan belum ada. Seperti penyakit menular makin timbul, pengangguran meningkat, dan lainnya. Menurut saya jumlah pengangguran akan mencapai 20 juta orang. Dan jangan salah dari 20 juta orang itu menanggung tiga orang, artinya akan ada 60 juta orang yang hidupnya sulit.
Apa ini tandanya krisis belum akan segera berakhir?
Kalau dua penyakit akut belum diselesaikan, debt over hang dan crony capitalism, maka krisis ini masih akan berlanjut. Lihat saja sekarang, saham turun dan kepercayaan pemodal hilang. Walau nilai tukar kembali menjadi Rp 5.000, apakah kepercayaan akan kembali, apakah suplier akan kembali. Kepercayaan sudah rusak akibat badai. Kita sekarang tinggal puing-puing.
Kalaupun dalam tempo enam bulan ekonomi menunjukkan tanda-tanda membaik, crony capitalism pasti akan menampakan wajah aslinya. Maka, akan ada kebijakan ekonomi yang tidak terkontrol, monopoli timbul karena tidak adanya balance of power, dan lainnya. Ya, akan terulang kembali kejadian-kejadian seperti itu. Ini karena tidak ada perubahan.*
(BERSAMBUNG: DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu VI)