Home / Esai

Rabu, 19 Juni 2024 - 09:13 WIB

Terapi Pijat ke Pak Wiwin Cimacan

PAK WIWIN CIMACAN (2). Pertama datang ke rumah Pak Wiwin, saya tidak terlalu yakin. Merasa biasa saja. Terlalu jauh dari rumah, perjalanan 1 1/2 jam yang melelahkan. Mungkin saya hanya ingin menyenangkan hati istri yang ikut mengantar, yang minta saya nurutin rekomendasi ponakannya untuk pijat di sini.

Saya turun dari kursi roda, tiduran di dipan dengan kondisi fisik yang serba sakit, serba sulit. Saya dan Pak Wiwin ngobrol sebentar, baca doa, lalu mulai diurut. Reaksi saya tetap biasa. Tapi, sepuluh menit kemudian, saya rasakan urutan Pak Wiwin terasa nyaman. Kekhawatiran saya jangan-jangan dipijat, mulai hilang. Saya diurut, bukan dipijat. Sekitar satu jam kemudian, selesai. Saya rasakan badan saya ringan, gerakannya mudah dikuasai. Kemudian, secara mengejutkan, saya mencoba berdiri dan   tertatih-tatih menahan sakit berjalan menuju toilet.

Baca Juga  Wawancanda Wagiman Deep: “Istri Ngomelin Suami Bikin Trauma Seumur Hidup”

Itulah momentum yang membuat saya percaya. Tidak ada hal aneh-aneh yang dilakukan Pak Wiwin. Hanya doa, kedua jari tangan mengurut sambil memejamkan mata, terkadang nanya hal remeh temeh dan saya jawab seadanya. Minggu depannya, saya ke Cimacan lagi. Masih berkursi roda. Tapi, untuk ketiga dan empat kalinya, saya datang dengan bertongkat. Masih tertatih-tatih kesakitan, tapi saya paksakan untuk tidak lagi bergantung pada kursi roda.

Baca Juga  Wawancanda Wagiman Deep: Program Mengatasi Banjir itu Sabar dan Berdoa. Cangkemkan!

Hubungan saya dengan Pak Wiwin, dan Kang Ujang berangsur akrab. Saya bertanya apakah Pak Wiwin pernah diundang mengurut ke Jakarta? Secara sambil lalu, Pak Wiwin cerita dulu pernah mengurut Pak Taufik Kiemas dan Pak Laksamana Sukardi, tahun 2007 sd 2009. Saya terkesan, dan langsung me-WA Pak Laks menanyakan hal itu. Pak Laks menjawab kenal dekat dengan Pak Wiwin. Saya diminta mengundang Pak Wiwin ke Jakarta.

Baca Juga  Sangihe Harus Diperlakukan Sama dengan Maratua dan Sambit

Pak Wiwin cerita, Pak Laks pernah dua kali ke Cimacan. Mengurut, membagi sembako dan uang lebaran buat penduduk sekitar.  Pak Wiwin sering dijemput utusan Pak Taufik Kiemas dan Pak Laks, dibawa ke Jakarta dan diminta mengurut sampai tertidur. Biasanya Pak Wiwin diinapkan di Darmawangsa, hotel terdekat dari kediaman Pak Taufik dan Pak Laks. Saya pernah diajak Pak Laks makan dan bikin acara di Darmawangsa. Tapi, menginap di hotel itu? Membayangkan saja belum pernah. Tidak berani hehe…*

Harry Tjahjono
23.03.2024

Share :

Baca Juga

Esai

“Mendung Bukan Berarti Hujan. Kawan, Mari Kita Bernyanyi”

Esai

PT KAI Line di Stasiun Bogor

Esai

Lagu adalah Doa
Laksamana Sukardi

Berita

Senjata Nuklir Ekonomi
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Proses Menentukan Kualitas
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Perbankan Nasional yang Rentan Gosip
Laksamana Sukardi

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Mei 1998 Game Over (VI)

Esai

Nyawa Melayang Lagi Di Sepakbola Indonesia