Oleh HARRY TJAHJONO
SUNGAI
Kalau dari puncak gunung aku merasa telah menyaksikan seluruh dan segala yang terhampar di lembah, lalu untuk alasan apa kaki harus melangkah agar tangan bisa memetik bunga atau buah?
Bukankah bahkan air terjun menukik dari ketinggian agar menjadi sungai yang mengalir turun menyusuri ngarai dan jurang sampai akhirnya menjemput lautan?
JODOH
Kalau suratan jodoh menjadi pembenaran bagi suatu perceraian, lalu untuk alasan apa Adam dan Hawa harus menjalani perkawinan seumur hidup mereka?
Bukankah bahkan sepasang elang mampu bersetia berdua sekalipun mengarungi badai musim demi musim selama-lamanya?
IKAN CUPANG
Kalau aku tak sudi berbagi dengan sesama teman dan sepelahiran, lalu untuk alasan apa persaudaraan harus meneguhkan ikhtiar saling mendukung dan saling menguatkan?
Bukankah bahkan ikan cupang yang hanya bertarung dengan sesamanya seringkali lebih terpesona pada ikan gabus yang nyamperin dan kemudian melahapnya?
SEPATU
Kalau aku merasa berjaya semata berkat jerih upayaku sendiri, lalu untuk alasan apa rembulan dan matahari harus bergantian menyinari bumi?
Bukankah bahkan sepasang sepatu merk paling terkenal dan termahal sekalipun tidak berharga jika hanya sebagai sepatu kanan atau sepatu kiri?
NANGKA
Kalau aku menampik kerjasama orang lain hanya karena ingin tampil sebagai diriku sendiri, lalu untuk alasan apa para penabuh gamelan harus begadang mengiringi dalang wayang kulit beraksi?
Bukankah bahkan buah nangka yang bergetah sekalipun sanggup menjadi gudeg dan nagasari tanpa kehilangan jati dirinya?
Jakarta-Madiun ht 2016-2021