20. TELINGA TUA
MESKIPUN agak ragu-ragu, saya mencoba minta izin pada Bu Susan. “Maaf…, apa tidak keberatan kalau saya merokok?”

“Silakan. Saya tahan mencium asap rokok. Keempat mantan suami saya memang tidak merokok. Tapi, tidak merokok bukan jaminan dapat menjadi suami setia,” jawab Bu Susan, tertawa.
Saya tersenyum kecut. Tapi tetap menyalakan rokok. Saya sudah minta ijin dan terutama mulut terasa asem karena sudah hampir dua jam tidak merokok. Dan saya mulai mendengarkan cerita Bu Susan. Cerita yang biasa saja sebenarnya. Sebagaimana lansia, Bu Susan juga cerita dengan tema sentral yang terpusat pada dirinya. Setiap lansia, saya kira, selalu fasih menceritakan dirinya, di masa lalu, suatu ketika di mana ia menjadi atau merasa sebagai tokoh utama.
“Saya menikah umur 24 tahun. Suami 28 tahun. Umur yang ideal, beda empat tahun. Kemudian anak saya lahir, laki-laki, dan kami bahagia. Tapi, menginjak usia lima sampai tujuh tahun perkawinan, kami memasuki siklus tahunan yang genting. Suami saya selingkuh, dan terus berulang. Saya sakit hati, menggugat cerai. Anak saya diasuh mertua, meskipun pengadilan memenangkan hak asuh pada saya. Waktu itu saya tidak peduli. Saya begitu sakit hati dan mengiyakan saja syarat-syarat yang diajukan suami,” katanya datar.
Saya mengisap rokok dan membuang asapnya jauh-jauh. Ucapan Bu Susan itu didengar telinga saya yang sudah tua, yang mudah rapuh mendengar cerita pedih semacam itu. Tapi saya tetap mendengarnya, dengan hati yang mulai terasa tidak nyaman.
“Laki-laki…, maaf…, Laki-laki mungkin terbiasa menganggap perselingkuhan sebagai hal yang wajar, perbuatan yang bisa dimaklumi dan dimaafkan. Tapi, waktu itu, umur saya masih di bawah 30 tahun, masih terobsesi cinta sejati, memuliakan kesetiaan yang mesti terjadi pada pasangan suami istri. Dan perselingkuhan suami, bagi saya, adalah pengkhianatan yang tidak termaafkan. Saya pikir, semua istri, paling tidak sebagian besar istri, akan hilang kendali jika suaminya selingkuh. Dan saya memutuskan untuk tidak bisa lagi hidup bersama dengan suami yang selingkuh. Saya bahkan merasa tidak bisa mencintai anak dari suami yang tidak setia, yang mengkhianati perkawinan dengan seks pada sembarang perempuan. Saya menjadi kacau dan merasa tenang setelah bercerai. Bagi saya, perceraian adalah solusi. Saya merasa kehilangan sesuatu yang memang harus hilang, harus saya buang dari hidup saya,” kata Bu Susan.
Telinga tua saya terasa panas. Saya berharap agar Mas Ar dan Mas Tom segera datang dan percakapan dengan Bu Susan berakhir. Tapi, entah apa yang dilakukan Mas Tom dan Mas Ar di paviliun itu. Mungkin ngobrol atau entah kenapa. Jadi, telinga tua saya tampaknya masih harus banyak mendengar cerita Bu Susan . ***