Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) menilai, keluarnya Peraturan Kapolri No 15 tahun 2021 tentang pengangkatan 57 orang pegawai eks KPK menjadi aparatus sipil negara (ASN) di lingkungan Polri, telah melanggar 3 udang-undang.

Perekat Nusantara menyanpaikan hal itu dalam konperensi pers di rumah makan Batik Kuring SCBD Jakarta, Rabu (8/12/2021) sore.
“Peraturan Kepikisian Nomor 15 Tahun 2021 ini jelas bertentangan dan tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan, karena isinya hanya mengatur tentang kepentingan 57 negara yang dijadikan aparatur sipil negara. Padahal 57 pegawai itu sudah diberhentikan secara resmi oleh pimpinan KPK dan Kepegawaian Nasional, yang menurut undang-undang sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan seleksi atau rekrutmen sampai dengan seseorang menjadi ASN,” kata Advokat Petrus Selestinus.
Menurut Petrus lahirnya peraturan kepolisian Nomor 15 Tahun 2021 ini bertentangan dengan UU No.5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara, UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, dan UU Mo.15 tahun 2019 tentang peraturan perundang-undangan.
“Sekarang timbul pertanyaan Apakah Kapolri mendapatkan delegasi wewenang dari Presiden karena kedudukan presiden dalam hal ini dia selaku Pembina tertinggi Nasional Indonesia,” tanya Petrus.
Karena melihat adanya pelanggaran terhadap beberapa undang-undang itu, Perekat akan mengajukan gugatan uji materi uji formil Mahkamah Agung.
Advokat Sebastian Salang mengatakan, pengangkatan 57 eks pegawai KPK yang melanggar undang-undang itu akan menimbulkan kekacauan hukum.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang pentingnya sisi kemanusiaan diutamakan dalam pengangkatan pegawai tersebut, Advokat Sugeng Teguh Santoso menegaskan, dalam aspek kemanusiaan berlaku kesetaraan.
“Kalau pendekatannya kemanusiaan, ini justru menjadi satu pintu yang berbahaya untuk Kapolri karena nanti akan datang ribuan orang yang pernah mengikuti tes seleksi segala macam, menjadi honorer, minta diangkat sebagai pegawai,” kata pengacara yang dikenal pula sebagai Ketua Indonesia Police Watch (IPW) itu.
Sugeng menambahkan, kalau pegawai honorer tidak diterima menjadi pegawai tetap, maka itu namanya diskriminasi.
“Jadi penerapan aspek kemanusiaan itu ada kesetaraan tidak boleh diskriminatif 57 orang ini tidak bisa mewakili namanya kesetaraan publik. 57 orang itu hanya individu!” tandas Sugeng. man