Home / Berita / Esai / Historia / Tokoh

Sabtu, 22 Januari 2022 - 15:53 WIB

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (IV):

Laksamana Sukardi

Laksamana Sukardi

Oleh LAKSAMANA SUKARDI

Desember 199, Pendarahan Likuiditas Bank Indonesia

AKIBATdari sikap mencla-mencle pemerintah dalam likuidasi bank yang dilaksanakan secara tidak transparan, maka timbul persepsi bahwa pemerintah tidak memiliki kemampuan manajemen krisis untuk memperbaiki keadaan. Bagaimana mampu memperbaiki keadaan, kalau pemerintah sendiri merupakan sumber dari masalah?

Alhasil, walaupun deposito sebesar Rp20 juta kebawah telah digaransi oleh pemerintah, masyarakat secara besar besaran tetap memindahkan dana mereka dari perbankan swasta dan mentransfernya ke bank pemerintah, bahkan keluar negri. Maka yang terjadi pada bulan Desember adalah pelarian modal domestik (domestic capital outflows) yang semakin parah. Kondisi tersebut, menjadi tambah parah karena berkembangnya rumor bahwa Presiden Soeharto jatuh sakit.

Seperti telah saya uraikan, kondisi sosial masyarakat Indonesia yang lebih percaya terhadap rumor akibat tidak adanya transparansi pemerintah, membuat mereka  semakin berbondong bondong menarik deposito dari perbankan. Tercatat selama bulan Desember 1997, kucuran kredit likuiditas Bank Indonesia meningkat dari Rp13 tilyun menjadi Rp31 trilyun. Jumlah tersebut setara dengan 5% dari GDP Indonesia pada waktu itu.

Pendarahan likuiditas Bank Indonesia dirasakan sangat besar pada bulan ini. Dana sebesar Rp31 trilyun dikucurkan hanya untuk menambal lubang likuiditas pada perbankan. Yang sangat mengkhawatirkan adalah penarikan dana besar-besaran tersebut dipakai untuk pembelian dollar Amerika dan ditransfer keluar negri. Dengan kata lain, kredit likuiditas ditransfer keluar negeri!

Baca Juga  Kuasa Gelap: Kisah Rukyah Gaya Imam Katolik

Januari 1998, Titik Nadir Kredibilitas Pemerintah

PEMERINTAH ternyata masih belum menerima kenyataan bahwa bom waktu telah meledak dan menimbulkan kerusakan yang sangat fatal. Perbankan sudah hancur berantakan. Pengumuman pemerintah mengenai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 1998 telah memberi kesan bahwa pemerintah pada saat itu tidak mau  menerima kenyataan bahwa perekonomian Indonesia sudah ambruk. RAPBN tersebut sama sekali tidak realistis dan tidak menggambarkan ekonomi yang sedang terpuruk.

Akhirnya, pelarian modal keluar negeri semakin besar. Rupiah semakin menukik. Nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah menjadi Rp15.000 per Dollar Amerika. Bank Indonesia babak belur. Kredit likuiditas untuk menambal lubang besar yang diakibatkan penarikan dana besar-besaran dari perbankan Indonesia telah mencapai Rp60 trilyun di akhir Januari 1998.

Kepercayaan dan kredibilitas pemerintah  jatuh mencapai titik nadir.

Presiden Soeharto, terpaksa menandatangani perjanjian baru dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998. Halaman depan koran-koran di Indonesia dan di luar negeri memuat gambar penandatanganan perjanjian tersebut. Presiden Soeharto tunduk menandatangani kertas perjanjian, seolah olah sebagai pihak yang menyerah dan memohon pertolongan. Sedangkan Michel Camdessus, Direktur IMF berdiri tegak dengan dua tangan disilangkan di dada, memperhatikan Presiden Soeharto.

Baca Juga  Menhub Budi Karya Tinjau Pelabuhan Kaliadem di Masa Libur Tahun Baru

Melihat foto tersebut, perasaan saya terenyuh dan terluka.  Walaupun saya sudah lama memperingatkan bahwa kondisi tersebut akan terjadi, tetapi sebagai bangsa Indonesia saya merasa telah kehilangan marwah.

Foto tersebut menjadi sangat terkenal, karena seolah-olah menjadi simbol penyerahan kekuasaan Soeharto kepada IMF. Soeharto setuju untuk menghilangkan segala rente ekonomi yang dinikmati keluarganya dengan menghapuskan subsidi, monopoli dan membatalkan proyek-proyek keluarga.

Langkah pertama yang disepakati pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF) adalah pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau IBRA—Indonesian Banking Restructuring Agency—yang bertujuan untuk membantu pemerintah melaksanakan program restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan nasional.

Pada waktu bersamaan, pemerintah mengumumkan program blanket guarantee, yaitu menjamin seluruh deposito yang berada di dalam perbankan nasional. Sebelumnya hanya deposito dengan jumlah di bawah Rp20 juta yang dijamin pemerintah. Administrasi penjaminan dan pendataan dana pihak ketiga atau seluruh kewajiban bank dilakukan oleh BPPN.

Pebruari 1998, Perlawanan Terakhir Soeharto Terhadap IMF

Baca Juga  Anas Urbaningrum : "Sehebat Apapun Skenario Manusia, Tidak Sehebat Skenario Tuhan!"

PROGRAM IMF memberikan dampak positif, yaitu nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika menguat, yaitu berkisar antara Rp10.000 – Rp12.000 per dollar Amerika.

Pada saat itu pula 54 bank yang mewakili 36,4% perbankan nasional, yaitu bank-bank yang memiliki pinjaman BI melebihi 200% dari modal dan memiliki rasio kebutuhan modal (Capital Adequacy Ratio) dibawah 5%, berada dalam pengelolaan BPPN.

Namun demikian, masalah mulai timbul lagi ketika Presiden Soeharto memberikan indikasi  untuk menerapkan Currency Board System–sistem nilai tukar mata uang yang tetap/fix terhadap mata uang lainnya. Dalam hal ini, mata uang rupiah akan memiliki nilai tukar yang tetap terhadap mata uang dollar Amerika Serikat. Program ini tidak pernah dibicarakan dengan IMF dan di luar kesepakatan perjanjian dengan IMF.

Selain itu, Presiden Soeharto secara mengejutkan mengganti Ketua BPPN yang belum lama menjabat. Perkembangan tersebut telah membuat gejolak baru, apalagi bulan Maret akan dilaksanakan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden. Akibatnya, timbul keresahan di masyarakat. Terjadi lagi penarikan deposito perbankan secara besar-besaran, yang direspon dengan peningkatan penyaluran likuiditas Bank Indonesia.*

{BERSAMBUNG: Di Balik Reformasi 1998, Detak Detik Sumbu Bom Waktu (IV)}

Share :

Baca Juga

Tokoh

FX Rudyatmo : Kalau Mau Dapat Ganjaran yang Baik Pilihlah Ganjar Pranowo!

Berita

Harga Beras Membuat Emak-Emak Ingat Pak Harto

Berita

Rekaman Kekejaman Penumpasan Orang-Orang Merah dalam “Tuhan Menangis Terluka” karya Martin Aleida

Berita

Presiden Apresiasi Langkah MA Percepat Transformasi Hukum Indonesia

Berita

Bushido yang Memenangkan Jepang

Esai

Melawan Stroke

Berita

Kapolda Metro Jaya Ajak Stakeholder Bersinergi Ciptakan Pilkada Aman, Damai dan Kondusif
Hayao Miyazaki

Berita

Demi Film Ghibli Terbaru, Hayao Miyazaki Kembali dari Masa Pensiun