Home / Berita

Kamis, 18 September 2025 - 08:05 WIB

Koruptor Harus Dimiskinkan, Bukan Rakyat yang Dikambinghitamkan

Jakarta, Defacto – Indonesia dikenal sebagai negeri kaya raya. Dari tambang emas, batu bara, nikel, hingga hutan tropis dan laut yang luas—semua tersedia. Ironinya, negara justru menanggung utang ribuan triliun rupiah.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar, baik lokal maupun asing, bisa tumbuh, untung besar, bahkan punya strategi jangka panjang. Pertanyaan kritisnya: mengapa negara dengan kekayaan melimpah justru terjerat utang?

Kaya Sumber Daya, Miskin Pengelolaan
Masalah utama Indonesia bukan pada kekayaan alamnya, melainkan pada cara mengelolanya. Kontrak tambang dan migas sering lebih menguntungkan pihak asing atau segelintir oligarki. Akibatnya, keuntungan besar mengalir keluar negeri, sementara rakyat dan pemerintah hanya mendapat sisanya.

Bank Indonesia mencatat, per Mei 2025, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sudah mencapai USD 435,6 miliar, dengan utang pemerintah sebesar USD 209,6 miliar, dan rasio ULN terhadap PDB berada di kisaran 30–31%. Meski pertumbuhan ULN swasta cenderung melambat, ULN pemerintah justru tumbuh sekitar 9,8–10% year-on-year.

Baca Juga  SBY Kanker Prostat, AHY: We Will Always Pray for You

Perusahaan bisa untung karena disiplin, efisien, dan punya strategi jelas. Negara seharusnya bisa meniru. Tetapi birokrasi gemuk, kepentingan politik, dan tata kelola yang lemah membuat kekayaan nasional tidak memberi manfaat maksimal bagi rakyat.

Korupsi, Luka Bangsa yang Tak Pernah Sembuh
Korupsi adalah penyebab utama kebocoran aset negara. Uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur malah berakhir di rekening pribadi para pejabat atau pengusaha nakal.

Di tahun 2022, negara mengalami kerugian sekitar Rp 48,786 triliun akibat korupsi. Namun, pengembalian melalui pidana tambahan uang pengganti hanya 7,83%, atau sekitar Rp 3,821 triliun. Artinya, sebagian besar kerugian negara tidak kembali.

Wajar jika publik menuntut agar koruptor tidak hanya dipenjara, tapi juga dirampas hartanya hingga dimiskinkan. Hukuman berat adalah cara paling efektif untuk memberi efek jera.

Baca Juga  Siswi Disabilitas Sekolah Polwan Bergelar Sarjana Psikologi IPK Cumlaude

RUU Perampasan Aset: Harapan atau Ancaman?
Belakangan, pemerintah dan DPR menggulirkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Secara prinsip, ini adalah langkah maju. Negara butuh senjata hukum untuk mengejar kekayaan hasil korupsi, pencucian uang, atau kejahatan serius lainnya.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, “RUU Perampasan Aset dapat membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif, terutama dalam mendukung pemerintah memulihkan aset yang telah dikorupsi demi menyejahterakan masyarakat Indonesia.”

Namun, muncul kekhawatiran bahwa aturan ini juga bisa menyasar warga biasa yang kesulitan membuktikan asal-usul hartanya. Jika tidak hati-hati, RUU ini bisa berubah menjadi alat represif. Padahal, sasaran utamanya harus jelas: para koruptor dan pejabat publik yang menyalahgunakan jabatan.

Jalan Keluar: UU Pembuktian Terbalik
Solusi yang lebih tepat adalah mendorong Undang-Undang Pembuktian Terbalik. Dengan aturan ini, setiap pejabat, politisi, dan penyelenggara negara wajib membuktikan asal-usul kekayaannya. Jika tidak bisa, negara berhak merampas.

Baca Juga  Soultan Saladin Siap Hadapi Gusti Randa Cs di Polisi Maupun Pengadilan

Konsep ini adil, karena rakyat biasa tidak perlu khawatir hartanya dirampas, sementara pejabat publik yang hidup dari uang negara dipaksa transparan. Koruptor akan benar-benar takut, sebab bukan hanya masuk penjara, tetapi juga kehilangan seluruh harta hasil kejahatannya.

Prof. Sri Herianingrum, pakar ekonomi Universitas Airlangga, bahkan mengingatkan bahwa lonjakan utang pemerintah hingga 36% pada 2024 adalah sinyal peringatan. Tanpa pengelolaan yang baik, utang bisa menjadi beban berat di masa depan.

Indonesia tidak miskin, yang miskin adalah tata kelolanya. Selama korupsi merajalela, selama kebijakan lebih berpihak pada elite, selama pemerintah enggan menegakkan pembuktian terbalik, ironi ini akan tetap ada: negara kaya sumber daya, tapi selalu berhutang.***

Share :

Baca Juga

Berita

IPW Minta Presiden Tegur Kapolri

Berita

Puan Maharani Soroti Isu PHK Massal Hingga Peningkatan Kualitas Pilkada ke Depan
deFACTO.id -- dalam rentang waktu lima tahun belakangan ini Kota Pagaralam mulai dikenal dunia sebagai salah satu sentra penghasil kopi terbaik. Padahal, kopi - atau kawe - masyarakat setempat menyebutnya - sudah ditanam sekurangnya sejak tahun 1918. Hal itu dimungkinkan karena terbukanya arus informasi berbasis IT serta mulai tergeraknya hati generasi muda petani kopi Pagaralam untuk memproses dan membranding hasil kopi mereka - dari sebelumnya yang hanya menjual mentahan. Berpuluh-puluh tahun lamanya kopi robusta dari Pagaralam dijual mentahan, diangkut dengan truk, dijual ke luar - dan dikapalkan pelalui pelabuhan Panjang (Lampung). Itulah barangkali sebabnya mengapa kopi Pagaralam (plus Lahat, Empatlawang dan sekitar gugusan Bukit Barisan) selama ini dikenal dengan julukan Kopi Lampung. Tak puas dengan stigma ini, anak-anak muda Pagaralam tergerak melakukan banyak terobosan, mulai dari memperbaiki sistem penanaman, panen, pascapanen, hingga branding. Tak puas dengan itu, mereka pun melengkapi "perjuangan" mereka dengan membuka kedai-kedai kopi, dilengkapi dengan peralatan semicanggih, - meski secara ekonomis usaha mereka belum menguntungkan. Di antara para "pejuang kopi" Itu bisa disebut misalnya Miladi Susanto (brand Kawah Dempo), Frans Wicaksono (Absolut Coffee), Sasi Radial (Jagad Besemah), Azhari (Sipahitlidah Coffee), Dian Ardiansyah (DNA Coffee), Wenny Bastian (Putra Abadi), Efriansyah (Rempasai Coffee), Dendy Dendek (Kopi Baghi), Hamsyah Tsakti (Kopi Kuali), Iwan Riduan (Waroeng Peko) dan banyak lagi. Dalam banyak lomba dan festival, lingkup nasional maupun internasional, kopi Pagaralam banyak dipuji dan diunggulkan - baik secara kualitas maupun orang-orang (petani & barista) yang ada di belakangnya* HSZ

Berita

Pagaralam Punya Kopi, Lampung Punya Nama

Berita

Larangan Judi Online di Lingkungan Kementerian Perhubungan
Bandara Kertajati

Berita

Bandara Kertajati, Pengembangan Angkutan Kargo dan Pemeliharaan Pesawat
Presiden Jokowi

Berita

Presiden Jokowi: Kalkulasi yang Detail Potensi Energi Terbarukan

Berita

Ken Setiawan: MUI Dibiayai Pemerintah tapi Jadi Sarang Oposisi

Berita

Waldjinah dan Sarinah