Defacto – Nama Emmanuel Herry Hertoto atau lebih dikenal dengan nama Toto Tewel, tak bisa dipisahkan dengan musik rock di Indonesia.
Sejak awal berkarier di dunia musik sampai saat ini, kelahiran Malang – Jawa Timur, 1 Januari 1958 tetap setia dengan aliran musik yang dipilihnya: rock, dengan keahliannya memainkan melodi gitar.
Meski begitu, lelaki yang berpenampilan sederhana — kerap memakai celana memakai celana pendek dan t’shirt belel ini — cukup fleksibel dalam bermusik. Dia bisa beradaptasi dengan pemusik mana saja yang mengajaknya bermain. Toto Tewel bisa bermain bersama Iwan Fals, Slank bahkan grup-grup yang belum memiliki nama hebat di dunia musik Indonesia. Tidak berlebihan jika ada yang menjulukinya gitaris seribu grup.
Di usianya yang sudah di atas kepala enam, tidak ada tanda-tanda penurunan aktivitas atau kemampuan bermain. Jadwal manggungnya selalu ada setiap minggu. Bahkan ketika kegiatan off air terhenti saat pandemi Covid-19 yang sedang ganas-ganasnya tahun lalu, Tewel dan beberapa pemusik lainnya “ngamen” secara online. Hasilnya tidak digunakan sendiri, tetapi untuk menolong rekan-rekannya sesama pemusik yang sedang “pingsan” dihantam pandemi.
Banyak yang menyangka, lelaki yang pernah menjadi menantu budayawan terkenal WS Rendra ini tentu sudah hidup berkecukupan, seperti seniman musik terkenal lainnya. Ternyata Toto Tewel, tetap hidup sederhana.
“Rumah aja dia enggak punya. Ke mana-mana masih naik ojek online atau jalan kaki,” kata Erwiyantoro, jurnalis senior sahabatnya yang selalu membuka pintu di markasnya, Kandang Ayam, untuk Toto Tewel dan rekan-rekannya, atau siapa pun yang datang.
Kesederhanaan hidup Toto Tewel bukan cerita asing bagi teman-temannya. Banyak yang melihat dan memikirkan, bagaimana kalau gitaris grup rock asal kota Malang, El Pamas ini nanti tak bisa bermusik lagi karena faktor usia dan lain sebagainya.
Fitriansyah alias Pipit, vokalis grup rock yang bergabung dalam sebuah grup bersama Toto Tewel, ikut memikirkan masa depan gitaris sederhana itu. Pipit sendiri, meskipun hobi bermusik, bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta.
Bersama rekannya yang pengusaha, Helena, akhirnya mereka mendirikan usaha kuliner yang diberninama “Warung Asem-asem Koko Tewel”. Kebetulan Helena juga menyukai dunia musik, dan sering hadir saat Toto Tewel “ngamen” bersama teman-temannya.
Di kuliner ini, selain menangani manajemen, Helena turun langsung menjadi koki. Sebagai keturunan Tionghoa, dua keahlian itu dimilikinya. Selama ini selain hobi memasak, Helena juga pengusaha yang cukup sukses. Bisnisnya dari mulai kabel hingga perhotelan.
“Warung Asem-asem Koko Tewel” adalah usaha kuliner yang menjual makanan khas Semarang. Ada daging sapi, ikan patin atau bandeng berkuah yang rasanya manis-manis asem, gurih dan sedap, dicampur beberapa jenis sayuran seperti wortel, buncis dan kentang.
“Warung Asem-asem Koko Tewel” adalah ikhtiar dari beberapa sahabat Toto Tewel kepada sang gitaris musik rock agar masa tuanya lebih terjamin.
“Mas Toto itu kan bagi kami legenda ya. Namanya bisa dijual. Saya pribadi berharap usaha ini berkembang, dan Mas Toto akan dapat royalti. Kenapa kita pakai nama Koko, ya karena kuliner ini awalnya yang bikin orang Tionghoa. Di Semarang ada Asem-asem yang sangat enak. Kebetulan di sini yang masak Cie Helena, mereknya kita pakai nama Koko Tewel,” tutur Pipit.
Toto Tewel sendiri sejauh ini nampaknya tidak terlalu mudeng dengan bisnis. Apalagi kuliner. Ketika ditanya tentang bisnis kuliner tersebut, dia lebih banyak manggut-manggut dan ketawa.
“Kalau aku kan ngertinya ini Mas,” katanya sambil mengangkat botol bir, dari perusahaan yang mengendorsenya. MB