Defacto – Di era media cetak, menjadi jurnalis (wartawan) — khususnya mereka yang bekerja di koran / suratkabar mingguan maupun majalah — bukanlah pekerjaan mudah.
Wartawan dituntut untuk menghasilkan tulisan yang diminati pembaca, agar medianya biasa dijual. Kedalaman penulisan, eksklusivitas hingga tulisan-tulisan hasil investigasi sangat diutamakan.
Walau pun tidak dipungkiri, di masa itu juga banyak bermunculan koran kuning, suratkabar atau majalah yang isinya mengangkat gossip murahan atau berita-berita sensasional, tanpa check and balance. Tidak heran jika di masa itu sering terjadi konflik antara wartawan / media massa dengan pihak-pihak yang ditulisnya.
Benedictus Hadi Benny Utomo, SH, atau yang terkenal dengan nama Bens Leo, menggeluti kariernya di jaman itu. Jaman di mana wartawan juga harus menjadi “Ronin” (Samurai tanpa tuan di Jepang yang harus bertahan hidup mengandalkan kemampuannya bermain pedang).
Ternyata Bens Leo memilih jalan berbeda. Lelaki santun dan selalu berpakaian rapi kelahiran Pasuruan (Jatim) 8 Agustus 1952, itu tidak larut dalam hiruk-pikuk pengejaran berita sensasional atau gossip, meskipun ia kukuh di bidang liputannya: dunia musik, yang menjadi ladang gossip karena di situlah kalangan artis berkecimpung.
Bens Leo mengambil jalan yang lurus dan bersih dalam liputannya, tanpa mengenyampingkan eksklusivitas. Ia menemui narasumbernya, melakukan wawancara, dan tak segan untuk mendatangi narasumbernya di mana pun berada.
Mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengaku surprise dan berdebar-debar ketika ia dan kawan-kawannya didatangi untuk diwawancarai Bens Leo. Ketika itu, tahun 80-an awal, Triawan masih menjadi personil grup musik asal Bandung, Gian Steps, dan Bens Leo wartawan Majalah Aktuil, majalah musik Indonesia terkemuka ketika itu.
“Ketika wawancara kami dimuat, rasanya senang luar biasa. Sebab apalah kami, hanya grup musik di daerah,” kata Triawan yang menghadiri acara “Satu Tahun Bens Leo Pergi” di M Bloc, Jl. Senopati Kebayoran Baru Jakarta, Rabu (30/11/2022) malam.
Acara itu juga dihadiri mantan menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan, pemusik Chandra Darusman, Titi Hamzah, Ati Ganda, penyanyi Conny Constantia, Kadri Mohammad, promotor musik Harry Koko, dan undangan lainnya serta sejumlah wartawan.
Acara juga diwarnai dengan peluncuran buku “Tatkala Sejarah Musik Dicatat — Para Sahabat Mengenang Bens Leo” yang ditulis oleh jurnalis Niny Sunni dan Dion Momongan.
Buku itu sendiri berisi pendapat insan musik, mulai dari penyanyi, pencipta lagu, produser, promotor, komposer dan lain-lain. Entah kenapa penulis membuat judul utamanya “Ketika Sejarah Musik Dicatat…”.
Yang menarik dari buku ini adalah, bagaimana para narasumber merasa begitu dekat, kagum dan hormat kepada seorang Bens Leo. Tak ada sepotong pun kalimat menyiratkan kekecewaan mereka kepada Bens Leo. Mereka kagum terhadap sikap positif Bens Leo, etos kerjanya dan kedekatan yang lebih dari sekedar artis dan watawan. Tidak sedikit yang berterima kasih karena Bens Leo telah mendorong mereka untuk mencapai tahapan tertentu dalam kariernya.
“Waktu saya menciptakan lagu, beliau yang menyarankan agar lagu saya diikutkan festival. Mulanya saya tidak mau, merasa malu, tetapi beliau meyakinkan, sehingga saya ikutakan ke festival, dan berhasil,” tutur Titik Hamzah sambil sesenggukan.
Etos kerja Bens Leo dipaparkan oleh drummer Gilang Ramadhan dalam buku tersebut. “Sekitar tahun 1985 Mas Bens ingin menulis kegiatan saya. Dia datang ke rumah saya di Kompleks Deplu Bintaro, pukul 05 30. Bayangkan, jam segitu beliau sudah datang,” papar Gilang.
Hubungan Bens Leo dengan kalangan insan musik, belakangan lebih dari sekedar hubungan wartawan dengan narasumber, melainkan sudah menjadi sahabat dekat, bahkan saudara. Maka ketika Tuhan memanggil pengamat musik yang selalu tampil rapih itu setahun lalu, banyak yang merasa kehilangan.
Ternyata bukan cuma insan musik dan kalangan wartawan yang sayang dengan Bens Leo. Tuhan lebih sayang lagi. Tahun lalu di dipanggil melalui virus covid-19 yang menyerangnya.
Selamat jalan Bens Leo. Surgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu…(penggalan lirik lagu Camelia IV, Ebiet G. Ade) – HW