Keiji and Ryoichi adalah dua murid baru di sebuah sekolah dasar di pinggiran kota Tokyo. Sebagai anak baru, kedua bocah ini dibully oleh teman-temannya, sampai ia ditolong oleh lelaki yang lebih besar.

Keiji and Ryoichi mengatakan bahwa ayahnya adalah orang hebat. Tetapi ketika ia bermain ke rumah sahabatnya, Taro, dia melihat bapaknya hanyalah seorang bawahan yang bisa disuruh-suruh oleh bossnya. Melihat hal itu Keiji dan Ryoichi kecewa.
Kisah itu terdapat dalam film bisu berjudul Otona no Miru Ehon – Umarete wa Mita Keredo (I Was Born, But…) karya Yasujirō Ozu, tahun 1932. Saya sempat menontonnya di TIM pada tahun 90-an, dalam pemutaran khusus.
Yazujiro Ozu (12 Desember 1903 – 12 Desember 1963) adalah sutradara film dari Jepang yang berpengaruh. Ia dilahirkan di Fukagawa, Tokyo. Pada usia 10, ia dan saudara-saudaranya dikirim ibunya untuk tinggal di Matsuzaka, di mana ia kemudian dibesarkan. Ia sempat bekerja sebentar sebagai guru, tetapi lantas kembali ke Tokyo pada 1923 untuk bergabung dengan Shochiku.
Ozu mulanya adalah asisten kamerawan, kemudian menjadi asisten sutradara, dan kemudian menjadi sutradara dengan film pertama Zange no Yaiba pada 1927. Selama kariernya ia telah menyutradarai 53 film: 26 dalam 5 tahun pertamanya, dan hanya 3 yang bukan untuk Sochiku. Ozu pertama membuat film-film komedi, kemudian beralih ke drama pada tahun 1930-an.
Yang menarik dari film I Was Born, But…adalah kemampuan Ozu membaca psikologi anak, yang memiliki kebanggaan kepada orangtuanya. Kadang sang anak melihat kehebatan ayahnya secara berlebihan, sehingga ia tak sanggup menerima kenyataan, ketika tahu sang ayah hanyalah seorang bawahan.
Saat ini di media sosial di Indonesia sedang ramai orang-orang memposting dan menanggapi pernyataan anak Yudo Sadewa, anak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di instagram.
Dalam ungkapannya Yudo mengatakan, “Alhamdulillah, ayahku melengserkan agen CIA Amerika yang menyamar menjadi menteri.”
Ungkapan itu kabarnya sudah dihapus. Tapi sempat discreenshoot oleh netizen, dan kini menjadi ramai.
Yudo adalah tipikal anak pejabat di Indonesia, yang umumnya bangga dengan jabatan orangtua, dan karena itu pula dia juga merasa hebat. Dalam masyarakat feodal, memang ada dua sifat yang tidak bisa dibuang: rendah diri kalau kekurangan, dan tinggi hati kalau merasa lebih.
Tidak jarang karena jabatan ayah atau suami, maka anak dan istri pun merasa berkuasa. Apalagi jika kemudian dilembagakan seperti Dharma Wanita, atau IKWI di PWI, dan lain-lain. Seolah-olah kalau suaminya punya jabatan, isterinya pun harus punya peran. Kemudian itu pun menurun kepada anak-anaknya. Padahal bisa jadi ayah atau suaminya hanya seorang bawahan yang bisa disuruh-suruh atau bahkan dimaki oleh atasannya. (herman wijaya)