Home / Esai

Selasa, 14 Oktober 2025 - 17:58 WIB

Proaktif, Kontaminasi Radioaktif

Oleh: Laksamana Sukardi

Ekspor udang Indonesia tercemar radioaktif, ditolak oleh Amerika karena penelitian mereka menemukan udang udang dari Indonesia terkontaminasi radioaktif Cs-137.
Artinya kita pun tidak akan tahu jika tidak ada berita dari Paman Sam.

Kenyataannya, setelah udang udang kita ditolak, barulah pemerintah melakukan pemeriksaan. Hasilnya, mendapati 32 titik radiasi dari radioaktif cesium-137 (Cs-137) di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten.

Sebanyak 10 titik berada di luar kawasan industri itu, sementara 22 titik lainnya ada di dalam area industri yang sumbernya dari perusahaan peleburan baja PMT.

Dugaan kuat PMT impor bahan mentah produk berupa scrap metal dari LN (Filipina?). Scrap metal ini ‘tercampur’ dg barang bekas berupa ‘unused sealed source’ (sumber terbungkus tak digunakan lagi) Cs-137. Tidak diketahui secara pasti bentuk sumber tersebut apakah masih utuh ‘sealed’ atau tidak. Sumber tersebut dilebur dg scrap metal lainnya dalam tanur untuk produksi baja.

Baca Juga  DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (IV):

Terbayang debu yang dihasilkan berupa aerosol yang membawa kontaminan radioaktif Cs-137 yang mengontaminasi area sekitar (5km lebih). Kalau kontaminasi udang dugaannya berasal dari kontener yang terkontaminasi (mungkin kontener dari PMT atau kontener impor, tidak ada info resmi). Kemungkinan pelabuhan kontener di Indonesia dan kapal kontener juga terkontaminasi.

Selain mengotori udara, proses peleburan juga membangkitkan produk ikutan (slag) berupa bongkahan yg ternyata besar paparannya. Tumpukan slag di luar pabrik ini diambili masyarakat sebagai urugan. Sehingga ini yg sebetulnya menjadi “nightmare” bagi masyarakat sekitar dibanding aerosol yg terhirup. Terbukti hasil pengukuran radiasi dengan WBC (wholebody counter) dosisnya berkisar 2-3 mSv. Di luar tubuh kalau si penerima dekat dengan urugan radioaktif tadi, dosisnya bisa lebih besar bergantung besarnya radioaktivitas urugan serta durasi dan jaraknya.

Baca Juga  RSU Anwar Medika Sidoarjo Berharap Dapat Lanjutkan Kerjasama denganBPJS Kesehatan

Yang mengkhawatirkan sudah ada yg mengalami penurunan jumlah darah (eritrosit) dan di rawat di Rumah Sakit. Ini indikasi dosis yang diterima di atas 200 mSv karena pada dosis ini baru bisa dideteksi sebagai ‘radiation Acute syndrome’ di kisaran 1-2 Sv (bukan milli) dengan gejala langsung seperti pusing, mual, muntah yang diakibatkan oleh kerusakan organ terutama lambung.

Status terakhir penduduk di lokasi tertentu secara selektif direlokasi sesuai dengan tingkat bahayanya (zona merah), namun kriteria relokasi sebagai salah satu ‘protective action’ dalam kedaruratan juga belum transparan.

Baca Juga  Semua Dukungan Calon Ketum PWI Masih Harus Diverifikasi

Dari sisi proteksi radiasi, harus dikaji secara mendalam misalnya adanya pemetaan radioaktivitas dan dosis area terkena dampak. Ini penting untuk lebih akurat menentukan dampak dan pengambilan keputusan.

Selanjutnya kita harus proaktif melakukan investigasi menyeluruh proses ekspor impor agar kita lebih mengetahui penyebabnya daripada menunggu dilakukan embargo ekspor oleh negara mitra dagang Indonesia.

Perlu disadari bahwa limbah nuklir diantaranya Cs-137 menurut IAEA (International Atomic Energy Agency) tidak boleh langsung dibuang dan harus melalui beberapa tahap standar pemrosesan terlebih dahulu.

Jangan sampai Indonesia menjadi tujuan pembuangan sampah nuklir ilegal, karena lebih mudah dibayar atau kita tidak mengerti bahayanya.

Mengingat kontaminasi radiasi bisa menyebar melalui angin, air dan pergerakan manusia, maka agar tidak menjadi misteri dan merugikan ekonomi nasional*

Share :

Baca Juga

Esai

Momentum Presiden Prabowo Dengarkan Suara Rakyat

Esai

Cebong – Kampret

Berita

Harta Capres Cawapres

Esai

Ransom Ware, siapa berani lawan?

Esai

Menunggu Keberanian Airlangga Hartarto
Karikatur

Esai

Capres 2024

Esai

Harus Makan Supaya Tetap Hidup
Karikatur

Esai

Engkau Pasti Tahu Aku Tak Punya Uang