Defacto – Sebagai sebuah mahzab dalam Islam, Syiah memiliki pengikut yang cukup besar di dunia. Tetapi di Indonesia, kelompok Syiah masih tergolong sebagai minoritas.
Sebagai monoritas, Syiah juga mengalami hal-hal yang kurang mengenakan, mulai dari fitnah hingga pelecehan. Terusirnya kelompok Syiah dari Kota Sampang, Madura, tahun 2012 lalu, merupakan salah satu bukti adanya tekanan mayoritas terhadap penganut Syiah.
“Syiah ini memang kelompok minoritas di Indonesia, walau sudah datang ke Indonesia sebelum kemerdekaan. Syiah seringkali menjadi sasaran fitnah, kebencian bahkan persekusi. Alhamdulillah, belakangan ini tekanan terhadap Syiah mulai mereda, meski pun ada kejadian kecil di Jawa Tengah, beberapa waktu lalu,” kata Ketua Umum Ahlulbait Indonesia (ABI), Habib Zahir Yahya di Jakarta, Selasa (18/7/2021).
Didampingi oleh jajaran pengurus ABI, Habib Zahir Yanya memaparkan, di jaman medsos di mana masyarakat merasa berhak menproduksi dan menyebarluaskan informasi, berbagai hoaks dan tudingan miring masih terjadi terhadap Syiah. Umumnya itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami ajaran Syiah sesungguhnya.
“Kami justru kasihan dengan masyarakat yang menyebarkan hoaks itu, karena justru mereka adalah korban. Korban dari hoaks yang diterimanya,” kata Habib Zahir.
Komunitas Syiah sendiri tidak mau menjawab hoaks yang berseliweran di medsos, karena merasa tidak ada gunanya.
Syiah memilih menjawab melalui saluran yang benar, antara lain dengan menerbitkan buku-buku, di antaranya “Buku Putih Syiah”, “Manifesto Syiah” dan “Syiah Menurut Syiah” (SMS).
“Di toko-toko buku juga banyak buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh Syiah. Dengan begitu kami berharap, kekeliruan sebagian masyarakat tentang Syiah dapat diluruskan.”
Dalam kesempatan itu ABI juga menjelaskan tentang ritual melukai diri penganut Syiah dalam perayaan Asyura, dan tudingan menghina sahabat dan bahkan isteri nabi.
Tentan ritual melukai diri, menurut Zahir Yahya, memang banyak dilakukan oleh penganut Syiah di Iran, Irak, Pakistan atau beberapa negara yang memiliki banyak penganut Syiah. Tetapi ritual semacam itu tidak pernah terjadi di Indonesia.
“Kebiasaan melukai diri sebenarnya bukan ajaran dalam Syiah. Itu cuma kreativitas orang-orang yang terlalu bersedih atas kematian cucu nabi. Kalau menepuk-nepuk dada, itu kan ekspresi kesedihan yang cukup dalam atas kematian cucu nabi,” katanya.
Mengenai tudingan Syiah telah menghina sababat dan bahkan isteri nabi, Aisyah, menurut Habib Zahir karena penganut Syiah bersikap kritis terhadap penganut Islam di jaman dulu.
“Jadi Syiah memang kritis terhadap kehidupan Islam di masa lalu. Karena banyak umat islam yang berpendapat, tidak semua sahabat nabi itu manusia-manusia maksum. Kita harus kritis supaya Islam yang kita terima adalah Islam yang benar,” jelas Habib Zahir.
Habib Zahir juga menjelaskan tentang makna taqiya yang dipraktekan oleh penganut Syiah. “Taqiya itu diterapkan jika jiwa, harta dan kehormatan kita terancam,” kilahnya. (hw)