deFACTO – Dunia musik di Indonesia sudah berubah jauh. Sudah tidak ada lagi pemusik-pemusik yang membuat album, kebanyakan hanya melahirkan single. Padahal di dunia luar, para pemusik masih membuat album.
Produser musik Seno M. Hardjo menyampailan hal itu dalam diskusi bertajuk “Dunia Musik di Era Digital” yang berlangaung dalam Jambore Forum Wartawan Hiburan (Forwan), di lokasi perkemahan Lingkung Gunung, Cikereteg, Bogor, Kamis (12/11/2021).
Dalam diskusi yang dipandu wartawan senior Budi Ace ini tampil pula promotor musok Harry Koko Santoso.
Menurut Seno M. Hardjo, meski pun mengalami perubahan dan penurunan produktivitas, bila mengingat perjalaman sejarah musik, Indonesia masih memiliki harapan ke depan.
“Tiga sampai empat puluh tahun lalu kita punya Festival Musik Pop Indonesia, lalu kita pernah menang di World Pop Song,” kata Seno.
Kalau sekarang kita tertinggal dengan Korea, tambahnya, karena pemerintah Korea mensupport dunia musik di sana dengan memberikan ijin kepada musisi-musisi asing untuk mengaransemen musik-musik Korea. Mereka disediakan tempat.
“Sony Music pernah memgirim.artis Indonesia seperti Isyana Sarasvati ke Swedia, tetapi itu kan di luar negeri, tidak memberikan dampak yang signifikan bagi dunia musik di dalam negeri,” ungkap Seno.
Dari segi perlindungan hak cipta, duakui sudah ada kemajuan, dengan ada nya Digutal Service Proviser (DSP), lembaga kolektif yang mencatat metadata karya komposer-komposer. Ini untuk rekaman.
Penghasilan langsung diberikan kepada komposer.
“Mengenai proses transisi musik di Indonesia, saya cuma cuma percaya setiap generasi puhya idolanya sendiri.Sekaramg setiap daerah punya lokal hero. Pemusik-pemusik terkenal jaman dulu mungkin sudah lewat eranya. “Contohnya singel kolaborasi Iwan Fals dengan beberapa penyanyi, antara lain dengan Dee Lestari, biasa-biasa saja,” kata Seno. man