Awal Desember 2021 lalu masyarakat perfilman dikejutkan dengan kehebohan soal penyaluran dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) Subsektor Perfilman. Sejumlah insan film yang menamakan dirinya Kongres Peranserta Masyarakat Perfilman (KPMP), meributkan penyaluran dana PEN tersebut, karena dinilainya tidak transparan dan berkeadilan.

Tidak berhenti dengan bersuara keras, KPMP juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) PEN Subsektor Film, melakukan audiensi dengan Komisi III DPR seraya membeberkan berbagai “dosa” yang dilakukan oleh panitia penyalur PEN Subsektor Film.
Setidaknya ada tujuh dosa yang diungkapkan oleh TPF KPMP dalam penyaluran PEN Subsektor Film, yakni: pemufakatan jahat, grativikasi, penyalahgunaan wewenang, manipulasi anggaran, dan “tidak tepat sasaran”. Ketujuh dosa itu jelas tidak main-main, bisa mendapat sanksi pidana berat, jika memang terbukti.
Nah, persoalannya memang pada bukti. Bagaimana TPF KPMP bisa membuktikan tuduhan serius tersebut, bukan asal njeplak, lalu digemakan melalui media massa.
Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan, SH dalam pertemuan tanggal 7 Desember lalu meminta agar KPMP menyampaikan laporan yang lebih menukik, dan bukti-bukti yang kongkrit, bukan seperti pemberitaan media massa.
“Dari anggaran sekitar 300 sampai 500 milyar, yang diduga tidak benar itu berapa? Supaya terukur, yang nerima enggak benar ini berapa, yang menurut KPMP akan dihubungi oleh panitia film melalui email dan HP?” tanya Trimedya.
Sejauh ini memang belum ada bukti-bukti kongkrit yang dibeberkan KPMP kepada publik. Apalagi berupa data akurat seperti yang diinginkan oleh Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, SH.
Sementara itu perang opini sudah terjadi. Sehari setelah KPMP menghadap Komisi III DPR, Kemenparekraf mengeluarkan siaran pers yang menyatakan PEN Subsektor Film telah memberi dampak besar bagi serapan tenaga kreatif.
Bantuan dana PEN film pada rumah produksi untuk membuat film pendek, film dokumenter maupun film layar lebar dipastikan melibatkan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung atau pekerja kreatif. Mulai dari produser, sutradara, penjulis skenario, kru film maupun aktor dan aktris. Terkena dampak positif juga bagi tenaga kerja tidak langsung seperti catering, hingga pekerja bioskop yang jumlahnya mencapai ratusan ribu.
Seolah ingin membenarkan pernyataannya, Kemenparekraf mengutip hasil studi dari Lembaga penelitian dan konsultan Oxford Economics tahun 2010, yang menyebutkan industry film di Indonesia memberikan kontribusi ekonomi (PDB) nasional hingga 0,43 % atau 2,98 juta dolar AS serta menciptakan lapangan kerja secara nasional sebesar 0,45% atau sebanyak 491.800 tenaga kerja.
Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan, sampai hari ini telah sebulan lebih sejak isu digulirkan, belum ada kabar baru lagi dari TPF, yang telah berjanji akan menunjukan bukti-bukti atas apa yang dituduhkannya.
Bukan bukti yang ditunjukkan, TPF seolah ingin melempar bola panas ke aparat penegak hukum, yakni kepolisian atau KPK, untuk bergerak mengusut indikasi pelanggaran tersebut dengan alasan apa yang disampaikan bukanlah delik aduan, sehingga aparat bisa bergerak untuk mengusut tanpa menerima laporan.
Pada tanggal 29 Desember 2021 CNN Indonesia memberitakan, Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di beberapa tempat guna mengusut dugaan suap pengajuan pinjaman dana PEN 2021. Tetapi itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan PEN Subsektor Film, melainkan PEN untuk Daerah, karena yang digeledah adalah rumah mantan Dirjen Keuangan Daerah Ardian Noervianto. Penggeledahan dilakukan di Jakarta, Kendari dan Muna Sulawesi Tenggara.
Pada tanggal 15 Desember 2021 Tim Audit Inspektorat Utama Kemenparekraf RI mendatangi KPMP di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI) Kuningan, Jakarta, untuk mengkonfirmasi, melakukan klarifikasi dan meminta informasi kepada KPMP terkait penyaluran PEN Subsektor Film yang dipermasalahkan.
Tim Audit Inspektorat Kemenparekraf yang berjumlah 7 orang merasa mengaku cukup puas karena mendapatkan informasi baru dan cukup banyak mengenai penyaluran PEN Subsektor Film dari KPMP, dan berjanji akan melakukan tindak lanjut. KPMP tetap bersikukuh agar penyaluran dana PEN Subsektor Film dihentikan karena adanya ketidak adilan dan indikasi penyelewengan.
Dan pada hari yang sama, Kemenparekraf kembali membuat siaran pers tentang PEN Subsektor Film. Dalam siaran persnya Kemenparekraf menyatakan, pemerintah telah mengucurkan dana stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN) Subsektor Film sebesar Rp.136,5 milyar guna mendorong kebangkitan ekosistem perfilman Indonesia, seiring terkendalinya Pandemi Covid-19.
Menteri Parekraf / Kepala Bekraf Sandiaga Uno menjelaskan, dana stimulus PEN Subsektor Film bertujuan memperbaiki ekosistem perfilman nasional dengan membuka lebar kesempatan sineas muda untuk berkreativitas, dengan menciptakan karya berkualitas.
Kedatangan Tim Inspektorat Kemenparekraf ke PPHUI dan Siaran Pers Kemenparekraf terkait penyaluran dana stimulus PEN Subsektor Film, seperti mengunci Gerakan KPMP yang telah membentuk Tim Pencari Fakta.
Sampai hari ini kita tidak lagi mendengar suara maupun Gerakan yang dilakukan oleh TPF KPMP untuk membuktikan tudingan yang pernah disampaikannya. Masyarakat tidak tahu apakan ketujuh dosa yang pernah disampaikannya itu memang benar-benar ada, atau hanya sekedar gertak sambal belaka.
Masyarakat juga tidak tahu apakah tujuan Tim Inspektorat Kemenparekraf RI menemui KPMP untuk mendapatkan informasi penting untuk melakukan pengusutan, atau bertujuan untuk meredam suara berisik yang muncul terkait dana stimulus PEN Subsektor Film. (matt bento)
Foto: Tim Inspektorat Kemenparekraf ketika menemui Kongres Peranserta Masyarakat Perfilman di Gedung PPHUI Jakarta, 15/12/2021 (Foto: ist.)