Defacto.id – Pengaruh pandemi Covid-19 di sektor kehidupan ekonomi keluarga begitu dhsyatnya.ktika suami haruskehilanganpekerjaan atau proyeknya, semenyata menunggu bansos juga tidak menentu. Padahal kehidupan tetap harus berjalan. Itu artinya pengeluaran rutin tak bisa ditunda. Maka, ibu-ibu cerdas yang termasuk wonder woman tampil untuk menyelamatknnya. Ibarat kaki dipakai kepala, kepala dipakai sebagai kaki. Karena nurani seorang ibu tak akan tega melihat anak-anaknya kelaparan.

Seperti dilakukan Kasmiati yang biasa dipanggil sebagai Mbak Mia ini. Perempuan hitam manis ini kulitnya semakin hitam karena setiap hari keliling kampung untuk menjajakan nasi bungkus dan gorengan. ‘’Tapi bagaimana lagi, ini harus saya lakukan,’’ kata sarjana sebuah PTS.

Ia semula jadi guru di PAUD di Kora Madiun, sesuai gelar sarjananya. Namun ia harus meninggalkan profesi karena harus ngurusi tiga anaknya. Sementara waktu itu sang suami sudah mampu menyukupi kehidupan keluarganya. Namun pandemi memorakporandakan kehidupan manusia. Termasuk keluarga Mbak Ami, Banyak proyek yang terhenti. Maka terhenti pula kran penghasilan karena suaminya tak mendapat pekerjaan lagi di proyek.
Kegiatan sehari-hari ibu tiga anak ini untuk menyelamatkan ekonomi keluarga, tak hanya pagi hari saja. Sorenya ia pun buka warung Nasi Pecel di kios yang disewanya di Taman Kelun. ‘’yah lumayan bisa sedikit mengatasi keadaan,’’ akunya.
Selain kendhil tidak nggoling, juga bayar cicilan motor pun, meski terseok-seok, juga terbayarkan. ‘’Bayar ciclan motor itu yang kami rasakan paling berat,’’ katanya.
Anak-anak tidak masuk sekolah karena pandemi bukan menjadikan keringanan. Tapi ya tetap saja, bahkan harus menyiapkan paketan agar anaknya bisa mengikuti daring.
Sehingga kalau sehari bisa tidur sejam dua jam saja sudah bersyukur. Bagaimana tidak. Untuk menyiapkan jualan pagi, ia harus bangun sebelum ayam berkokok. Karena jualan nasi pecel ia baru selesai paling cepat jam 21.00.

Belum lagi siang hari, begitu usai berdagang nasi bungkus keliling, ia harus ke pasar belanja bahan-bahan untuk sore dan pagi harinya. Di tengah jualan keliling, ibu tiga anak Itu pun masih sempat pulang sejenak, antar jemput sekolah anaknya yang masih di TK. Mengapa bukan bapaknya yang mengantar?
‘’Anak saya tak mau diantar jemput bapaknya,’’ katanya.
Tak Peduli Hamil
Lain mbak Mia, lain pula mbak Anisa. Ibu yang masih cukup muda ini setiap hari keliling perumahan. Jualan nasi bungkus juga. Meski hamil, ia tetap mengayuh sepeda dengan membonceng anaknya. Sedang di depan sepedanya diberi keranjang untuk membawa dagangannya. Bahkan setang sepedanya juga penuh dengan tas kresek besar berisi dagangan.
Semula ia jualan rempeyek yang dibuatnya sendiri, namun di saat pandemi, ia justru melihat peluang. Di mana banyak orang tak berani keluar rumah. Ia pun memanfaatkan situasi. Rempeyek ditinggal ganti jualan nasi bungkus.
Mbak Anisa yang biasa dipanggil Aan (nama anaknya) tidak memasak sendiri. Ia mengambil dagangan dari penjual nasi. Setiap bungkus ia mengambil untung seribu rupiah. Lumayan sehar bisa menjual minimal 25 bungkus nasi.
Meski suaminya masih bekerja di salah satu kontraktor PT INKA, Madiun, namun ia nekat jualan.
‘’Pengin punya penghailan sendiri. Paling tidak kalau anak saya butuh jajan tak perlu harus nunggu suami saya,’’ katanya.
Maka pagi-pagi sekali, ketika anaknya belum bangun, mbak Anisa pun mendatangi penjual nasi di lingkungannya. Ada nasi kuning, nasi ayam bakar,nasi campur dan sebagainya.
Ada satu hal yang mungkin tak banyak diketahui. Ketika dagangannya ada yang tidak laku dan semestinya dikembalikan, sama mbak Anisa malah diberikan ke orang lain yang membutuhkan.
‘’Saya kasihan kalau yang nitip sudah tua. Lebih baik saya beli sendiri dan saya berikan orang. Itu lebih berkah,’’ akunya.* Santosa