Defacto – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menegaskan, IPW mendorong institusi kepolisian yang dicintai masyarakat, institusi kepolisian sebagai teladan masyarakat, institusi kepolisian sebagai abdi negara, bukan mengabdi kepada cukong atau bukan kepada kelompoknya sendiri.
“Kepolisian juga harus menjadi teladan masyarakat dalam kebijakan maupun tindakan-tindakannya,” kata Sugeng.
Sugeng menyampaikan hal itu dalam orasi yang disampaikannya, saat perayaan HUT ke-57 dirinya di Sekretariat IPW, Jl. Daksinapati Raya No.6 A Jakarta, Kamis (13/4/2023) malam. HUT Ketua IPW juga dirayakan bersama dengan HUT Penasihat IPW Joseph Erwiyantoro (Mbah Cocomeo) yang ke-64.
IPW, menurut Sugeng, akan mengkritisi kepolisian bila ada hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh institusi penegakan hukum tersebut, sebaliknya akan mengapresiasi bila berpihak kepada kepentingan negara dan rakyat.
Sugeng menunjuk sebuah kejadian di sebuah kepolisian daerah, di mana seorang anggota polisi berambut gondrong — kemungkinan dari satuan intel atau reserse — yang membuka sel agar seorang tahanan lelaki bisa memeluk anaknya.
“Itu perbuatan kecil, tapi tergerak dari hati dan perasaan manusia. Itu tindakan humanis yang patut kita apresiasi,” kata Sugeng.
Karena IPW ingin polisi menjadi abdi negara, penegak hukum yang profesional, bukan abdi cukong, maka IPW menurutnya bersikap kritis, tetapi bisa selalu memberikan apresiasi terhadap perbuatan polisi yang membuat senang.
Polri pernah drop karena kasus Sambo, Teddy Minahasa dan peristiwa Kanjuruhan, sampai 54 persen kepercayaan publik. Sekarang sudah naik sekitar 70 persen. “Itu menurut saya sebuah pencapaian yang harus diapresiasi,” ujarnya.
“Tetapi catatan IPW tetap kritis. Tidak boleh pencapaian itu melalui kegiatan-kegiatan gimmick. Tetapi harus diwujudkan dalam pelayanannya. Menjadi penegak hukum yang profesional, berpihak pada kebenaran dan keadilan, melindungi masyarakat banyak. Tidak kemudian ketika ada pernyataan presiden, bahwa investasi harus diback-up. Ini bisa dimaknai salah, ketika dalam kasus-kasus yang terkait dengan sumberdaya alam, sengketa agraria, polisi berada di belakang pengusaha untuk berhadap-hadapan dengan rakyat. Tidak boleh dimaknai seperti itu,” paparnya.
Sugeng berharap pengusaha harus taat hukum. Ketika membebaskan lahan, harus memberi ganti untung kepada masyarakat, bukan dirampok.
Sugeng mengambil contoh kejadian di wilayah kerja Polda Kalsel. Seorang lelaki lansia bernama Rubiyansyah yang dibunuh oleh preman. Sugeng menduga, preman ini suruhan pengusaha. “Polisi harus membongkar kasus ini, dan menangkap aktor intelektualnya. Dalam banyak kasus, IPW menemukan banyak oknum polisi yang menjadi backing pengusaha, yang berkecenderungan melanggar hukum!” tandasnya.
IPW menurutnya harus meluruskan, supaya citra polisi tidak hanya dibangun melalui kegiatan gimmick, tetapi melalui kerja nyata. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu beberapa Polda memberikan bantuan kepada masyarakat. Ini pasti dana non budgeter, karena tidak ada pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat, kecuali melalui Kementerian Sosial.
“Ada yang bertanya, apakah ini boleh? Saya katakan boleh pengusaha memberi bantuan kepada polisi, tetapi tidak boleh mengikat, dan polisi harus imparsial.”
Catatan IPW, saat ini Polri membangun markas Brimob di PIK2, di atas tanah 4,8 ha hibah dari PT Agung Sedayu. Ini boleh enggak? Boleh! Ini dukungan pengusaha kepada Polri. Tetapi yang harus Polri harus lakukan adalah, tetap imparsial sebagai penegak hukum. Karena IPW juga mendapat pengaduan dari masyarakat, terkait pembebasan-pembebasan lahan dari pihak tertentu, yang kemudian dijual kepada Agung Sedayu, dijual karena pembebasannya bermasalah. Agar jangan sumbangan yang diberikan ini tidak clear and clean.
“Jadi itulah keberadaan IPW, akan tetap kirtis. Kepada pimpinan Polri, percayalah IPW akan tetap adil, akan tetap memberikan kritik yang berargumentasi. Ada yang bertanya, IPW ini independen apa tidak? Ya independen! Tapi soal keberpihakan berbeda. Kami berpihak kepada korban, kami berpihak pada yang dizolimi, kami berpihak pada yang disingkirkan. Itu sudah harga mati!” tegas Ketua IPW mengakhiri orasinya.
Anggota Kompolnas, Albertus Wahyurudanto yang hadir dalam HUT Ketua IPW mengatakan siap bekerjasama dengan IPW, untuk membangun institusi kepolisian menjadi baik.
“Kompolnas memang lembaga negara yang mengawasi Polri. Sementara IPW adalah Ormas yang atau LSM yang mengawasi Polri dari sisi publik. Saya kira harus ada keterpaduan. Kami difasilitasi oleh negara, IPW oleh publik. Ini harus ketemu, karena ada yang bisa Kompolnas lalukan tetapi IPW tidak bisa, sebaliknya ada yang bisa IPW lakukan, Kompolnas tidak bisa. Kita harus saling support. Jadi ini yang menjadi penting, karena kita sama-sama menginginkan Polri menjadi baik,” paparnya.
Selain kehadiran anggota Kompolnas, HUT Ketua dan Penasihat IPW Kamis malam kemarin juga dihadiri oleh pengurus IPW lainnya tokoh dari berbagai kalangan.
Dari IPW antara lain hadir Sekjen IPW Data Wardana dan Penasihat IPW Bathi Mulyono; dari kalangan sepakbola ada legenda sepakbola Indonesia Anjas Asmara, Hery Kiswanto, Dede Sulaeman, Suaeb Rizal, dan Oyong Liza; Pengamat sepakbola Akmal Marhali, Ketua MSBI Sarman El Hakim, mantan Direktur PSIS Solo Mimi Azkamar, dan mantan Manajer PS Sleman Fatih Chabanto.
Dari kalangan semiman ada gitaris rock Toto Tewel, penyanyi rock Fitriansyah (Pipit) bintang film Lela Anggraini, promotor musik Sofyan Ali dan Tompel Witono. Tokoh pemuda Ipong Witono, anggota LSM Pelopor Boncel Sumiarto, dan beberapa pengacara.
Wartawan senior yang hadir antara lain Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat Rajapane dan pendiri Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Jurnalis Video Indonesia (AJVI) Haris Jauhari dan Ketua SIWO Jakarta Agus Sulaeman. (hw)