Home / Esai

Selasa, 18 Juni 2024 - 11:50 WIB

Harus Makan Supaya Tetap Hidup

NUTRISI. Kenapa saya selalu mengaplod foto-foto lama? Barangkali karena itu  mencerminkan harapan lekas sehat kembali seperti dulu. Selama tujuh bulan kaki dan tangan kiri “direnggut” stroke, adalah hal “berat”, sering bikin jengkel tanpa sebab. Orang lain tidak bisa merasakannya kecuali saya: harapan sehat kembali itu terkadang begitu nyata. Tapi, di hari lain bisa tiba-tiba putus asa, harus menyerah pada kondisi fisik yang rasanya celaka 13. Itu yang sering menimbulkan salah paham.

Baca Juga  Eulogies mengenang Kwik Kian Gie Alm.: "The Road Less Travelled"

Soal menu makanan, misalnya. Karena cemas ini itu, saya hanya makan minimal. Tahu, tempe, telor rebus. Mangga, pisang, pepaya. Makan, bagi saya, seperti minum obat. Tidak ada nikmat atau rasa enak. Bikin mual. Sarapan lebih dari dua sendok saja pengen muntah. Berat badan pun langsung turun 10 kg. Dari 71 kg jadi 61 kg.

Baca Juga  Momentum Presiden Prabowo Dengarkan Suara Rakyat

Saya tidak tahu apakah stroke membuat semua yang diserang jadi kehilangan nafsu makan? Itu yang saya rasakan sejak awal stroke sampai kini. Ketika Prof. Teguh memberi   “kebebasan” untuk makan jenis menu penuh nutrisi, saya tetap tidak selera makan steak, sate kambing, semua jenis ikan, telor ceplok dlsb. Bagi saya, sampai sekarang ini, makan apapun adalah mengomsumsi obat. Apapun yang disediakan istri, saya telan begitu saja. Hambar. Tapi harus saya makan supaya hidup. **

Baca Juga  Wawancanda Wagiman Deep: Program Mengatasi Banjir itu Sabar dan Berdoa. Cangkemkan!

Harry Tjahjono
24.03.2024

Share :

Baca Juga

Karikatur

Esai

Selamat Datang Corona

Berita

SBY Ditembok Mega, Cak Imin Digaris Yenny
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Oposisi Terhadap Sebuah Zaman

Esai

Menunggu Langkah Mematikan KPMP Dalam Kasus PEN Subsektor Film
Karikatur

Esai

Engkau Pasti Tahu Aku Tak Punya Uang
Kartun

Esai

Lebih Baik ke Penjara

Esai

Melawan Stroke
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (III):