Home / Esai

Selasa, 29 Agustus 2023 - 19:24 WIB

Hakikat Pemimpin

Seorang teman FB, wartawan senior,  memberi komentar pada sebuah postingan sebagai berikut: “…Aku sih masa bodoh. Ora urus. Semoga dari ketiga calon yang ada sekarang, tidak ada satu pun yang menduduki kursi RI 1”.

Lho, nanti kita enggak punya presiden, dong?

“Yok kita sama-sama berdoa, semoga Allah Swt., mengirimkan orang yang benar-benar layak memimpin negara kita yang kaya raya ini. Orang tersebut benar-benar takut akan Tuhan, menjalankan perintah Tuhan dan menjauhkan larangannya, sehingga akan menempatkan kepentingan negara dan rakyat di atas seluruh kepentingannya…”.

Nadanya skeptis, tetapi masih punya harapan, agar Indonesia memiliki pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat ke depan.

Harapan seperti itu tentu saja ada di semua lubuk hati masyarakat Indonesia. Tetapi karena kepentingan politik, golongan, cuan, konsesi dan berbagai fasilitas demi keuntungan pribadi, keinginan luhur terpinggirkan. Kalah oleh sikap pragmatis.

Sebagai orang yang tertulis beragama Kristen di KTP, saya percaya pada nats Alkitab bahwa tidak ada seorang pemimpin pun yang tidak berasal dari Tuhan, walau pun Tuhan tidak selalu mengirimkan manusia terbaik untuk memimpin suatu bangsa. Bisa saja yang dikirim malah koruptor, suka bergelimang dengan kehidupan duniawi, zalim dan berbagai kelakuan bejat lainnya. Mungkin itu cara Tuhan untuk mengajar suatu bangsa. Apakah kemudian bangsa itu menjadi mawas diri lalu memperbaiki kesalahannya, atau malah tambah bejad, tergantung kepada masyarakatnya sendiri.

Dalam Alkitab Perjanjian Lama dikisahkan bagaimana Israel memiliki pemimpin.

Baca Juga  Sandera Gibran

Saul, raja pertama Israel, hanyalah pemuda biasa. Dia lahir dari suku Benyamin, suku terkecil di Israel. Puaknya pun tidak dipandang dalam sukunya. Tetapi Saul memiliki ukuran fisik menonjol: wajahnya cakap, dari bahu ke atas lebih tinggi dari semua orang Israel.

Suatu hari ia disuruh ayahnya mencari keledainya yang hilang. Bersama bujangnya ia pergi, lalu minta bantuan kepada pelihat (di masa itu pelihat adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan Tuhan). Samuel adalah seorang pelihat / nabi yang telah mendapat perintah dari Tuhan untuk memberkati seorang pemuda dan mengangkatnya sebagai raja pertama Bani Israel. Ciri-ciri dan momen pertemuannya dengan Saul sudah diwahyukan. Maka ketika Samuel bertemu Saul, diangkatlah pemuda itu menjadi Raja Israel.

Saul menjadi raja yang masyhur. Cakap memimpin rakyatnya. Tetapi sifat jeleknya mulai muncul, ketika rakyat mengelu-elukan Daud atas keberaniannya sebagai pahlawan Israel. Salah satunya dengan mengalahkan Goliat, raksasa Filistin. Rakyat sering meneriakan yel-yel “Saul membunuh seribu orang Filistin, Daud berlaksa-laksa”.

Saul menjadi cemburu, dan mulai membenci Daud, anak muda ganteng, yang suka menghiburnya dengan bernyanyi dan bermain kecapi. Dalam satu kesempatan, Saul melemparkan tombak ke arah Daud, tetapi tidak kena. Sejak itu Daud buron, dan dikejar-kejar oleh Saul dan pasukannya. Daud selalu lolos. Bahkan suatu malam, Daud berhasil masuk ke kemah Saul dan mengambil tombaknya yang tertancap di tanah, di sebelah kepala Saul yang sedang tertidur. Daud tidak membunuh Saul. Ia tahu Saul adalah orang yang dipilih sebagai raja oleh Tuhan. Mengambil tombak hanya pesan bahwa betapa mudahnya ia membunuh Saul, kalau ia mau. Saul sendiri akhirnya menemui kematian. Ia bunuh diri dengan cara menjatuhkan diri ke pedang terhunus di atas tanah,  setelah pasukannya kalah dan dikejar-kejar orang Filistin.

Baca Juga  215 Film Pendek Terdaftar dalam "Festival Sunday Movie

Daud yang semakin kuat karena memimpin para perampok dan sempat berkolaborasi dengan orang Filistin, akhirnya dipilih menjadi Raja Israel. Selama 40 tahun menjadi raja, ia berhasil membuat bangsa Israel menjadi kuat dan besar. Tetapi Daud mudah jatuh kepada perempuan. Ia bahkan sempat meniduri isteri Uria, kepala pasukannya sendiri. Dan ia mengirim Uria ke garis depan pertempuran supaya terbunuh. Anak-anak Daud dari berbagai isterinya juga kacau. Daud bahkan dikejar-kejar untuk dibunuh oleh Absalom, salah seorang anaknya, sebelum Absalom dibunuh oleh Yoab dan sepuluh anak buahnya di hutan.

Salomo, anak Daud dari isteri keduanya, Batsyeba, mantan isteri Uria, kepala pasukan Daud yang tewas dalam perang, diangkat menjadi raja. Di bawah Salomo, Israel menjadi kerajaan yang sangat besar dan kaya. Lagi-lagi Salomo jatuh oleh kesukaanya terhadap perempuan. Ia memiliki 700 isteri dan 300 gundik. Banyak isterinya yang bukan orang Yahudi dan suka menyembah ilah lain (berhala atau dewa-dewa). Salomo suka ikut-ikutan isterinya beribadah kepada ilah lain.

Baca Juga  Wawancanda Wagiman Deep: “Tukang Bakso Diculik Jin itu Karena Yutuber Suka Ngeprenk Pocong!"

Tuhan marah kepada Salomo. “Oleh karena begitu kelakuanmu, maka aku akan mengoyakan kerajaanmu dan memberikan kepada hambamu..,” firman Tuhan.

Sejak itu kerajaan Israel di bawah Salomo semakin merosot. Musuh-musuh dengan mudah mengalahkannya.

Kembali ke Indonesia. Dalam perjalanannya sebagai sebuah bangsa, Indonesia telah memiliki 7 (tujuh) presiden, di luar Mr. Assat yang menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) selama 9 bulan pada tahun 1949 atau Syafruddin Prawiranegara yang sempat menjadi Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948 – 13 Juli 1949.

Dari ke-7 presiden yang telah memimpin Indonesia, saya merasa hanya 3 (tiga) orang yang benar-benar menjadi pemimpin sejati, karena mereka lahir dari bawah, rakyat biasa, dan memiliki kepemimpinan yang otentik dan berani. Ketiganya adalah Ir. Soekarno, Jenderal Besar Soeharto dan Ir. Joko Widodo. Ketiganya memiliki cita-cita ingin menjadi negara Indonesia maju, berdaulat dan memiliki identitas budaya yang kuat.

Tetapi kita tahu semua bagaimana sejarah mencatat perjalanan kepemimpiman mereka dari bawah hingga akhir kekuasaannya — kecuali Jokowi yang masih memerintah saat ini. Intinya, seorang pemimpin tidak boleh menggunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri, keluarga, kelompok atau golongannya semata. Kisah Saul, Daud dan Salomo bisa menjadi pelajaran penting bagi pemimpin sebuah bangsa. Dengarlah suara rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Vox populi vox Dei. (herman wijaya)

Illaustrasi foto: Sesawi.com

Share :

Baca Juga

Esai

“Mendung Bukan Berarti Hujan. Kawan, Mari Kita Bernyanyi”
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Komponen Sistemik PANCASALAH
Kartikatur

Esai

Dokter yang Paling Terkenal
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Sumber Permainan Api

Berita

Harta Capres Cawapres
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (II):

Berita

Muhaimin Iskandar Cethar
KOMIK WAGIMAN

Berita

Wawancanda Wagiman Deep: Program Mengatasi Banjir itu Sabar dan Berdoa. Cangkemkan!