Home / Berita / Wisata & Budaya

Kamis, 14 Desember 2023 - 19:13 WIB

Destinasi Wisata Aceh yang Sepi

Akhirnya saya menemukan pertigaan jalan menuju Iboih. Pemilik tempat penginapan yang menghubungi saya sebelumnya, sudah menunggu dengan sepeda motornya. Kurang dari setengah jam perjalanan, kami sampai di penginapannya di Pantai Iboih. Kamarnya hanya memakai kipas angin.

Di Pantai Iboih ada beberapa penginapan, dan sebuah rumah makan yang masih buka. Setelah menaruh tas kamera di kamar, saya menuju rumah makan. Maklum sejak makan di Pelabuhan Balohan sore hari tadi, saya belum makan apa-apa. Saya memesan makanan dengan ikan laut, dan makan dengan lahap.

Setelah makan saya kembali ke penginapan. Mandi sebentar, lalu berjalan menyusuri kawasan wisata di Pantai Iboih. Mungkin karena sudah malam — sekitar pukul 22.00 waktu setempat, kawasan Pantai Iboih sangat sepi. Saya mendengar ada suara orang menyanyi di kejauhan, lalu saya datangi. Ternyata di sebuah kafe kecil, ada seorang yang sedang bermain gitar sambil menyanyi, ditonton oleh 4 orang bule. Tidak ada minuman keras, hanya ada gelas-gelas berisi kopi yang sudah diminum sebagian.

Tidak lama di situ, saya kembali ke penginapan. Ngobrol dengan pemilik penginapan sebentar. Menurutnya wisata di Pulau Sabang memang tidak terlalu ramai, meskipun di sana ada tempat penyelaman yang bagus. Kalau siang akan terlihat Pulau Rubiah di kejauhan. Di masa lalu Pulau Rubiah adalah tempat karantina dan pemberangkatan calon Jemaah Haji yang menggunakan kapal laut. Sekarang sudah tidak ada lagi calon jemaah haji yang menggunakan kapal laut di Indonesia.

Baca Juga  Indonesia–Korea Selatan Bangun Menara Suar dan Rambu Suar

Setelah ngobrol sebentar saya pamit untuk tidur, karena subuh harus kembali lagi ke Pelabuhan Balohan, untuk naik kapal roro yang pertama, supaya bisa naik peswat ke Jakarta, pukul 13.00.  Karena di dalam kamar panas, saya memilih tidur di teras lantai dua, sambil menikmati suara deburan ombak dan angin laut.

Saat Subuh saya terbangun, karena terdengar suara azan. Saya langsung berkemas, lalu naik motor menuju Pelabuhan Balohan. Di tengah jalan saya sempat memotret suasana jalan Pulau Weh yang masih sepi, dan pemandangan di laut yang tenang.

Pukul 07.00 saya tiba di Pelabuhan Balohan. Datang ke warung untuk sarapan sekalian menyerahkan motor. Selesai sarapan saya menuju dermaga, karena sebentar lagi kapal akan datang. Sudah ada beberapa calon penumpang lain yang  menuju dermaga. Di antaranya ada 4 gadis muda yang membawa ransel. Sepertinya mereka wisatawan.  Saya sempat memotret kegiatan di dermaga, dan nelayan yang sedang mencari ikan dengan perahunya.

Baca Juga  Bercermin pada Garuda Muda

Tidak lama kemudian kapal penyeberangan tiba. Kami naik ke kapal, dan pukul 08.00 kapal bergerak menuju Pelabuhan Ulee Lhuee. Di pelabuhan Ulee Lhue, pengemudi bentor yang mengantar saya ketika berangkat sudah menunggu.
Karena waktu masih cukup banyak, saya minta diantar ke Warung Kopi kkhas Aceh, lalu berkeliling melihat beberapa obyek wisata. Kami melihat Pembangkit Tenaga Listrik Diesel (PLTD) Apung di Desa Punge Blang Cut, Banda Aceh. Kapal sepanjang 63 meter dan berat 2.600 ton ini terseret dari  laut ke darat sejauh 3 kilometer. Kapal itu kini jadi obyek wisata.

Dari tempat tersebut kami ke Musium Tsunami di Jalan Sultan Iskandar Muda No 3, Gampongn Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Bangunan musium yang didisain oleh Ridwan Kamil itu berisi foto-foto, benda-benda dan film yang terkait tsunami Aceh. Namun saya tempat ini sepi pengunjung. Ketika saya masuk, pengunjungnya tidak sampai 10 orang.

Baca Juga  Sistem Bikameral Gagal Karena DPD Tak Setara dengan DPR

Dari musium tsunami, kami ke hotel dulu, untuk mengambil koper yang saya titipkan di resepsionis. Setelah itu pengemudi bentor mengajak saya ke arah Lhok Nga, untuk menyaksikan sisa kedahsyatan tsunami di sana, yakni sebuah kubah masjid yang kini berada di tengah sawah, di Desa Gurah, Peukan Bada, Aceh Besar. Kubah yang kini dikenal dengan nama Masjid Al-Tsunami ini dulunya merupakan kubah masjid Jamik di Desa Lamteungoh, Peukan Bada, Aceh Besar. Saya merupakan satu-satunya pengunjung saat itu.

Usai melihat kubah masjid tersebut, saya minta diantar langsung ke bandara, untuk terbang ke Jakarta. Hemat saya,  Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki banyak tempat indah dan bersejarah, tetapi pariwisatanya kurang berkembang dengan baik. (Bagian akhir dari 2 tulisan / hw)

Share :

Baca Juga

Berita

Jakarta Harus Tentukan New Positioning Jika Ibukota Pindah

Berita

LaNyalla Minta Pemerintah Libatkan Pengusaha Saat Bahas Regulasi
Putin

Berita

Bagaimana Jika Indonesia Diboikot Seperti Rusia?
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Komponen Sistemik PANCASALAH

Berita

Duran Duran Siapkan Film Tentang Mereka

Berita

Kereta Api Tanpa TransitTerobosan Transportasi untuk Masyarakat
Ganjar Pranowo

Berita

Gibran dan Ganjar Berlaga di Turnamen Sepakbola Antarwartawan se Indonesia di Solo
Mahfud MD

Berita

Mahfud MD Dilukiskan sebagai Hakim Bao di Zaman Dinasti Song