Defacto – Pada dekade 60an hingga 70-an Indonesia memiliki tim nasional sepakbola yang kuat. Diisi oleh pemain-pemain sepakbola berkarakter dan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap profesinya. Seperti Djunaedi Abdillah, Waskito, Sucipto Suntoro, Anjas Asmara, Ronny Pattinasarai, Iswadi Idris, Yacob Sihasale, Yudo Hadiyanto, Ronni Pasla dan banyak lagi.
Timnas Indonesia bukan hanya dikenal di level Asia Tenggara, tetapi sudah masuk kategori tim kuat di Asia, sehingga dikenal dengan julukan “Macan Asia”.
Sparring partner timnas Indonesia bukan hanya dengan klub-klub sepakbola dari negara Asia Tenggara, tetapi banyak melakukan pertandingan persahabatan dengan klub-klub asing terkenal. Bahkan Timnas Brasil yang masih diperkuat oleh pesepakbolanya legendaris, Pele, pernah datang ke Jakarta untuk bermain bersama PSSI.
Tahun 1976 Indonesia nyaris lolos ke Olimpiadi Montreal, jika tidak kalah dalam adu penalti melawan Korea Utara di Senayan. Banyak prestasi yang diraih dari turnamen sepakbola internasional di kawasan Asia.
Indonesia menjuarai Piala Agha Khan di Banglades tahun 1961. Bahkan dalam Pesta Sukan di Singapura tahun 1972, Indonesia meloloskan dua wakil di final, yaitu Indonesia A yang diperkuat oleh Abdul Kadir, Jacob Sihasale, Rony Paslah dan Yuswardi, dan Tim Indonesia B yang diperkuat oleh Ronny Pattinasarani, Tumsila, Wibisono, Andi Lala dan lain-lain.
Timnas Indonesia dua kali menjuarai SEA Games, masing-masing pada tahun 1987 dan 1991.
Prestasi lain yang pernah diraih timnas Indonesia, senior dan yunior adalah sebagai berikut: Menjuarai Turnamen Merdeka Games Malaysia tahun 1961, 1962 dan 1969. Juara Kings Cup di Thailand tahun 1968, Juara Anniversary Cup tahun 1972.
Di tingkat yunior juga cukup berprestasi. Timnas Indonesia Yunior berhasil menjuarai Piala Pelajar Asia tahun 1984 dan 1985.
Di tahun 2000an Timnas U-21 menjuarai Piala Sultan Hassanal Bolkiah, Juara Piala Kemerdekaan (2008) , Piala AFF U-19 tahun 2013 dan Tim U-16 menjadi juara Tien Phong Plastic turnamen persahabatan di bawah usia 16 di Vietnam.
Saat ini, sudah 10 tahun lebih timnas Indonesia tidak bisa berbicara di level Asia Tenggara, dan sudah 40 tahun lebih tidak lagi diperhitingkan di Asia!
“Timnas Indonesia ini sekarang tidak bisa main bola! Kita tidak punya penyerang. Penyerang kita kalau nendang bola ke langit ke tujuh!,” kata pemain Timnas Indonesia tahun 1973 – 1977 Anjas Asmara, ketika berbicara di hadapan para pemain Timnas era 70-an – 80an di Pacoran Soccer Field (PSF) Jakarta, Senin (6/2/2023) malam.
Dalam acara yang diadakan oleh Komunitas pencinta sepakbola nasional “We Are Footbal Family” itu, Anjas menyoroti berbagai aspek dalam persepakbolaan Indonesia, yang membuat timnas Indonesia miskin prestasi.
“Sejak dulu pengurus PSSI itu tidak mengerti sepakbola. Orang datang ke PSSI hanya untuk mencari gaji, bukan prestasi. Yang ada di PSSI orangnya itu-itu saja. PSSI seperti kerajaan. Bubarkan saja PSSI, karena sudah bobrok!”
Menurut Anjas, sepakbola Indonesia rusak karena ada mafia di PSSI. Juara liga bisa diatur-atur. Sementara para pemain juga tidak memiliki semangat juang, mentalnya lemah.
“Coba perhatikan baik-baik. Waktu masuk lapangan, tatapan mata pemain timnas kita kosong. Kaminya gemetar. Pemain timnas sekarang tolol semua! Gaji aja yang dipikirin!” tandasnya.
Kebijakan naturalisasi juga menurutnya tidak tepat, karena kualitas pemain yang dinaturalisasi tidak lebih baik dari pemain nasional yang ada. Mereka hanya turis yang ingin dapat kewarganegaraan Indonesia,” katanya.
Pemain kelahiran Medan, 30 April 1952 itu mensinyalir, sepakbola Indonesia sengaja ingi dikerdilkan. Hampir semua tim peserta liga dilatiah oleh pelatih asing, dan banyak pemain asing di dalamnya. (hw)