AHY MOVE-ON. Koalisi Demokrat- Nasdem bubar. Demokrat ditinggal, atau dikhianati, digarot musang berbulu domba, dan Anies – Muhaimin dideklarasi Nasdem, AHY pun batal jadi Cawapres Anies. Maka baliho Anies-AHY diturunkan, kemarahan muncul, sumpah serapah menggebah, dan curhat SBY nyaris dilaporkan ke polisi.
Tapi, AHY mencoba kalem. Pidato sudah bisa move-on, mengucapkan selamat kepada Anies – Muhaimin. Partai Puan dan Partai Prabowo menawarkan bergabung. Entah ke mana AHY berlabuh. Saat ini pasti sedang nego.
Tapi, sebagai parpol yang menyerukan perubahan, tentu tidak mudah gabung dengan mereka yang tegak lurus melanjutkan program Jokowi. Terlalu banyak perubahan, kritik dan celaan AHY pada kebijakan Jokowi. Bagaimana cara menelan kembali semua yang pernah diumbar dalam pidato AHY? Dimintakan maaf dan dilupakan? Bergabung dan mendukung kebijakan Jokowi yang pernah disalahkannya?
Saya jadi teringat pada politik “perang bedeng” yang lazim dipakai ronin jalanan untuk menyelesaikan perkara mereka–utamanya menjaga penguasaan tanah. Dua bohir membayar dua kelompok, bedeng penjagaan dibangun. Bos dua kelompok bertemu, deal melakukan “perang bedeng”. Terjadi serangan. Bedeng dihancurkan kelompok penyerang, kelompok bertahan minggir. Tidak ada korban jiwa. Bohir harus keluar biaya lebih banyak, “perang bedeng” kembali terjadi, tanpa korban jiwa, dan biaya bohir diam-diam dibagi oleh dua kelompok ronin jalanan.
Bagi mereka yang pernah meronin di jalanan, politik “perang bedeng” adalah realita faktual yang biasa saja. Cerdas, cerdik dan tidak merugikan masyarakat dan hanya membuat seram khalayak –itu pembenarannya. Hanya bohir yang mesti bayar.
Bagi ronin jalanan, move-on bisa berjalan santai damai atau berdarah-darah jika ada yang berkhianat. Move-on dalam parpol menjadi rumit, palsu, dan sulit ditebak ujungnya lantaran telalu banyak musang berbulu dombanya. **
Harry Tjahjono
6/9/2023