Defacto – Pahlawan sepakbola Jawa Barat era perserikatan, Adjat Sudrajat menIlai kondisi persepakbolaan Indonesia sudah sangat rusak. Perusaknya justru 8 orang anggota Komite Eksekutif (Exco) yang ada di tubuh PSSI.
Para Exco itu juga merangkap pemilik klub. Mereka ikut berperan dalam mengatur organisasi maupun roda kompetisi sepakbola di Indonesia. Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang akan diadakan pada 16 Febuari 2023 mendatang, menurutnya tidak akan berpengaruh bagi kemajuan sepakbola Indonesia.
“Saya yakin pengurus PSSI yang terpilih, tidak ada yang jujurlah. Mereka tetap akan cari uang. Makanya siapapun yang nanti terpilih (sebagai Ketua Umum), para Exco ini akan merapat ke yang ini (terpilih). Semua orang juga tahu, para Exco ini adalah biang keladi kebobrokan sepakbola Indonesia,” kata Adjat ketika berbicara di acara “We Are Football Family” yang diadakan di Pancoran Soccer Field, Pancoran, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Dalam acara yang dipandu oleh J. Erwiyantoro dari Komunitas “Kandang Ayam” itu, Adjat memaparkan, para Exco yang ada di PSSI juga pemilik klub liga di Indonesia. Mereka bisa mengatur kompetisi.
“Supaya tidak tergradasi, kadang dikorbankan klub dari Aceh sana,” tandas Adjat.
Pemain nasional tahun 1979 – 1987 yang mengawali kariernya di klub perserikatan Persib Bandung ini mengatakan, sejak kompetisi sepakbola di Indonesia tercemar, dirinya sudah tidak tertarik lagi menonton sepakbola Indonesia. Apalagi prestasi timnas terus anjlok.
“Pada jaman kita-kita dulu Tim PSSI bisa masuk empat besar Asia. Sekarang mana?”
Adjat menuding pelatih Timnas Shin Taeyong sebagai orang yang serakah, karena mau menangani Timnas di beberapa usia. Padahal banyak pelatih lokal yang mampu, seperti Fachri Husaini, dan banyak lagi.
Kebijakan naturalisasi juga disebutnya sebagai pembodohan semata, karena pemain yang dinaturalisasi juga tidak lebih baik dari pemain yang ada di Indonesia.
“Betul kata Bang Anjas (Asmara) tadi, pemain yang dinaturalisasi itu cuma turis. Bukan pemain bagus. Kalau pemain bagus, enggak mungkinlah mereka mau main di Indonesia,” katanya.
Mengenai minimnya penghargaan PSSI terhadap para legenda sepakbola Indonesia, Adjat menilai itu disengaja oleh penguris PSSI, untuk memutus mata rantai sejarah sepakbola di Indonesia.
“Kalau cuma tiket seratus ribu mah saya bisa beli. Saya yakin teman-teman di sini juga bisa beli. Tapi penghargaannya itu yang tidak ada,” kata pemain sepakbola kelahiran Bandung, 5 Juli 1962 ini. (hw)