Home / Berita / Esai

Selasa, 9 November 2021 - 07:59 WIB

Wawancanda Wagiman Deep: Survei Capres yang Membagongkan

wagiman deep

wagiman deep

Di Republik Twitter, WagimanDeep212 al Habieb Selow menyebut dirinya sebagai Akun Relijiyes ke VIII, Pabrik Figur, Buzer Dirham, Beking Vokal Tali Ban sekaligus Korlap Laskar Berbagi Kasih Indonesia—sebuah komunitas yang aktif melakukan kegiatan sosial di penjuru Indonesia.

Status dan komentar satirenya yang tajam, otentik dan jenaka mengundang tawa, seringkali nylekit dan kadang sarkastis tapi tidak sampai menghina yang ia kritisi. Format humor satire setidaknya menyelamatkan Wagiman Deep dari tabiat arogan dan hasrat mengumbar kebencian.

Alhasil, di dunia medsos yang kebanjiran perang kata-kata kotor, humor satire Wagiman Deep ibarat perahu karet yang mondar-mandir mengangkut logistik dan membuat korban banjir kebencian masih bisa tertawa gembira.

Oleh karena itu, DeFACTO beruntung bisa membujuk Wagiman Deep untuk melakukan wawancanda, akronim wawancara bercanda, yang semoga bisa rutin disajikan.

Baca Juga  DI BALIK REFORMASI 1998: Metastase Budidaya KKN

Di tengah arus kebencian yang mengerumuni akal pikiran, semoga Wawancanda Wagiman Deep bisa menjadi terapi penyembuhan nalar sehat. Berikut wawancanda tentang survei Capres 2024.

Sebetulnya apa sih guna dan manfaat survei elektabilitas Capres 2024?

Manpaat surfe elektabilitas slaen sbage ajang pamer poto kandidat jugak sbage kompas para pengusaha dan politikus menentukan arah mata angin proyek

Kenapa nama yang diangkat lembaga-lembaga survei hanya 15 capres dan itu-itu saja?

Ada 15 nama Capres? Muehehe. Bulsit itu. Ndak ada ane liat 15 nama. Yang ada cuma 1 imam besar ane saja. Yang hensem, relijiyes dan jeniyes.

Apakah nama Capres yang menurut lembaga survei elektabilitasnya tinggi memang pantas, kompeten, dan bakal menang di Pilpres 2024? 

Baca Juga  Setelah Dipecat dari ITB, Dia Dipenjara, dan Darahnya Dihalalkan

Belom tentu pantas dan kompeten, krena menurut hasil suwiping laskar, lembaga surfe kadang kaga independen, memihak dan sperti arisan buibu PKK, pemenang minggu depan bisa pesan dari skarang. Jadi surfe itu bukan koentji suksyes. Kalo ada yang anggep surfe adalah koentji, ane pegang gemboknya dan laskar bawa fentungan.

Kalau misalnya pemenang elekbilitas di survei ternyata kalah di Pilpres 2024 bagaimana tanggung jawab lembaga survei yang keliru memenangkannya?

Misal ternyata pemenang hasil surfe kalah dlm pilpres?  Kalo pemenang hasil surfe itu adalah pilihan ane dan laskar tapi ternyata kalah pilpres, ya jangan salahken laskar kalo asah fentungan. Tapi kalo pemenang pilpres itu imam besar ane, itu takdir. Janganlah melawan takdir dan fentungan. Paham?

Baca Juga  Galeri Ulos Sianipar di Medan Berdiri Sejak 1992

Daripada disurvei, apakah ada cara lain untuk menilai siapa yang pantas jadi Capres 2024 dan pantas dipilih? Misalnya cara apa saja?

Ada cara laen-laen. Yaituh dengan ijtimak ulamak, atau sapa tokoh yg paling dicintai oleh warga. Ane kasi contoh Bang Oji (Fathurozi Ishaq) tanpa pake di surfe ke rumahnya bliyo bisa langsung jadi Gubernur Kesayangan. Cara laen adalah pake metode pesugihan, misalnya Babi Ngepet. Sebelom nyapres, bikin tim penjaga lilin supaya kalo sibuk ngepet lilinnya gak mati. Bahayanya, tim penjaga lilin itu sekarang ngantukan. Itu sebabnya banyak yang mau nyapres ketangkep KPK. Cara laen lagi…, rahasia. Membagongkan. Konsultasi ada ongkosnya. Muehehe.* Harry Tjahjono

Share :

Baca Juga

Berita

Kementerian Perhubungan Hadiri “The 22nd ASEAN-JAPAN Senior Transport” di Jepang

Berita

Blanket, Selimut Pelindung Orang Penting yang Harus Selalu Tersedia
Apollo Quiboloy

Berita

Sekutu Presiden Duterte, Pastor Quiboloy Tersangka Perdagangan Seks Perempuan di Bawah Umur!

Berita

Tim Bintek Polri Evaluasi dan Perkuat Pamwisata Polres Manggarai Barat
Luhut B Pandjaitan

Berita

Bukan Pada Haris Ashar, Luhut B Pandjaitan Sering Tanya: Berapa Nilai Matematikamu?

Esai

Via Dolorosa

Berita

TAMU (Puisi Harry Tjahjono)

Berita

Kapolri Dapat Gelar Panglima Gagah Pasukan Polis Dari Kerajaan Malaysia