Home / Berita / Esai / Historia / Tokoh

Selasa, 11 Januari 2022 - 07:25 WIB

DI BALIK REFORMASI 1998: Metastase Budidaya KKN

Laksamana Sukardi

Laksamana Sukardi

Oleh LAKSAMANA SUKARDI

SELAIN kasus mega-kredit P.T Golden Key atau Eddy Tansil yang dikucurkan Bapindo, ternyata timbul juga ke permukaan kasus mega-kredit P.T Kanindo yang dimiliki oleh Robby Tjahjadi, yang juga dikucurkan oleh Bapindo. Kasus yang muncul pada tahun 1994 ini merupakan sebuah simtom atau gejala dari salah kelola perbankan nasional, dan menjadi bukti bahwa proses pemberian kredit dalam sistim perbankan Indonesia tidak memiliki transparansi yang memenuhi standard.

Kekacauan menjadi nyata ketika Robby Tjahjadi muncul dalam sebuah drama testimoni di DPR yang menghasilkan kesimpulan DPR bahwa kredit yang diberikan oleh Bapindo kepada Robby Tjahjadi bukanlah kredit yang bermasalah.

Saya mengungkit drama tersebut sebagai drama salah kaprah, terutama dalam konteks kerahasiaan bank yang diamanatkan oleh Undang-Undang Perbankan tahun 1992. Di satu pihak, otoritas perbankan dan keuangan pada waktu itu menjaga ketat informasi kredit macet agar tidak bocor. Di kesempatan lain, para anggota DPR merasa memiliki segala informasi dan bahkan berani mengambil kesimpulan bahwa kredit tersebut tidak bermasalah. Bagaimana DPR menyimpulkan suatu kredit tidak bermasalah? Lalu, apa relevansinya anggota DPR memberikan pernyataan yang seharusnya menjadi wewenang dan hak Bank Indonesia?

Baca Juga  Komisi Informasi DKI Jakarta dan Diskominfotik Gelar Seminar Keterbukaan Informasi Publik di Universitas Bung Karno

Kenyatan ini membuktikan semua sinyalemen yang telah saya uraikan sebelumnya bahwa budidaya KKN telah mengalami metastase atau penyebaran ke seluruh sendi sendi penyelenggaraan negara.

Dalam hubungan dengan kasus tersebut di atas, saya mulai menyinggung aroma politik, dengan mengungkap hak dan kedaulatan rakyat yang perlu dilindungi. Yaitu, rakyat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, terutama jika memiliki dampak terhadap masa depan kehidupan mereka.

Transparansi mengenai kondisi kualitas perbankan nasional perlu diketahui oleh rakyat, sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya, jika perbankan Indonesia ambruk maka perekonomian nasional akan ambruk. Karena perbankan nasional merupakan pilar dari perekonomian. Akibatnya yang paling menderita adalah rakyat Indonesia.

Pada waktu itu, yang terjadi adalah budidaya manusia yang bertujuan untuk membangun sebuah zaman KKN dalam perbankan Indonesia. Zaman KKN tersebut membudidayakan pola pemberian kredit yang kolutif, koruptif dan nepotistik, sehingga menghasilkan kualitas kredit yang buruk dan cenderung macet. Apalagi informasi tentang kegiatan tersebut tidak boleh diberitakan oleh media. Sehingga rakyat Indonesia tidak berdaulat dalam mendapatkan hak terhadap informasi yang dapat mempengaruhi masa depannya.

Baca Juga  LaNyalla Minta RKHUP Buang Pasal Karet

Walaupun pemerintah merahasiakannya, akan tetapi informasi tersebut sudah bocor kemana-mana dan menjadi rahasia umum. Saya selalu berkelakar kepada para wartawan, bahwa praktek pemberian kredit yang dilandasi KKN tersebut, sudah macet sebelum akad kredit ditandatangani. Dan saya juga selalu menekankan, bahwa jika pemerintah terus-menerus merahasiakan kebobrokan bank, maka kita sama saja dengan melindungi kegiatan kriminal di dalam perbankan, atau melegalisasi tindakan kriminal melalui perbankan, karena dijamin kerahasiaannya

Hubungan transparansi perbankan dan kedaulatan rakyat serta legalisasi kegiatan kriminal melalui sistim perbankan Indonesia, saya tulis dalam kolom Kredit Robby Tjahjadi dan Kedaulatan Rakyat di Majalah Forum Keadilan bulan September 1994.

Pada kesempatan tersebut saya mengulangi peringatan saya terhadap pemerintah mengenai praktek penyaluran mega kredit yang berpotensi menjadi malapetaka dan mengancam keuangan negara.

Baca Juga  Obbie Messakh Masih Memukau

“Kredit Robby Tjahjadi dan Kedaulatan Rakyat” Forum Keadilan  15 September 1994

“…. rakyat yang berdaulat adalah rakyat meng memiliki hak atas kebenaran informasi (the right to be well informed), terutama terhadap kebenaran informasi yang dapat mempengaruhi nasib mereka di masa depan. Apalagi, jika kita sadari bahwa rakyat Indonesia adalah pemegang saham dari bank pemerintah dan mega kredit macet pada bank BUMN merupakan ancaman terhadap keuangan negara yang memberi penghidupan kepada seluruh rakyat Indonesia.”

“… sudah sangat mendesak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, kita harus meninjau kembali dan merevisi pasal-pasal tentang kerahasiaan bank. Sebab, jika pasal kerahasiaan bank dalam UU tersebut tetap dipertahankan dan dalam prakteknya justru melindungi tindakan perampokan keuangan negara melalui perbankan (kasus Golden Key di Bapindo), dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa UU Perbankan justru telah mengalihkan fungsi bank menjadi lembaga yang menghalalkan kegiatan kriminal (legalized crime).” Laksamana Sukardi

(BERSAMBUNG: Perbankan Nasional yang Rentan Gosip)

Share :

Baca Juga

Jalak Lawu

Esai

Jalak Lawu, Tutup Gebyar Literasi 2022 Magetan

Berita

Bank Harus Ikut Perangi Judi Online

Berita

Menparekraf Buka Pendaftaran Seleksi Masuk Poltekpar 2024 Secara Resmi

Berita

Kapolri Isi Materi Pemberantasan Korupsi di Retreat Kabinet Merah Putih

Berita

TNI Siapkan Rencana Pengamanan Terpadu untuk World Water Forum ke-10

Berita

Pelaku Penabrak Pawai Natal di Wisconsin Ditangkap. Catatan Kejahatannya Panjang!
Chris Columbus

Berita

Sutradara Film Harry Potter Ingin Mengadaptasi “Harry Potter and the Cursed Child”

Berita

Blanket, Selimut Pelindung Orang Penting yang Harus Selalu Tersedia