Jakarta, Defacto – Sial benar nasib organisasi perfilman saat ini. Sudah minim kegiatan, kantor sekretariat yang digunakan selama ini juga terancam akan digusur oleh pemerintah, sebagai pemilik Gedung. Kenyataan itu akan dihadapi oleh sejumlah organisasi perfilman yang berkantor di Gedung Film Pesona Indonesia, Jl. Haryono MT, Jakarta Selatan, jika Kementerian Ekonomi Kreatif yang kini menjadi penguasa Gedung tersebut, merealisasikan rencananya..
Keinginan untuk “menggusur” sekretariat organisasi perfilman di Gedung Film itu disampaikan oleh Kepala Biro Umum dan Hukum Kementerian Pariwisata, dalam pertemuan dengan Penjabat Ketua DPP PARFI, Soultan Saladin, di Gedung Sapta Pesona Kemenpar, Selasa (4/2/2025) siang. Saladin diundang oleh Biro Umum dan Hukum Kemenparekraf, terkait pemakaian ruangan di Gedung Film Sapta Pesona untuk Sekretariat DPP PARFI.
Sebelumnya, Wakil Ketua dan Sekretaris Caretaker Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), aktor senior Mutiara Sani dan Dr. Syaiful Amri mengirimkan surat ke Biro Umum dan Hukum Kemenparepraf, yang memohon diberikan tempat untuk kesekretariatan menjelang Kongres XII PARFI untuk kepengurusan Periode 2025 – 2030, pada tanggal 25 – 26 April 2025.
Tempat yang dimaksud adalah sebuah ruangan di Gedung Film Pesona Indonesia, yang saat ini digunakan oleh DPP PARFI. Sebelum mengirim surat ke Kemenpar, Mutiara Sani juga telah mengirim surat kepada Soultan Saladin, untuk menggunakan ruangan itu. Tetapi Soultan Saladin keberatan, karena Kongres yang akan dilaksanakan oleh Mutiara Sani Cs adalah untuk PB. PARFI, bukan DPP PARFI.
Selama ini DPP PARFI yang dipimpin oleh Alicia Johar berkantor di Lt.IV Gedung PPHUI Kuningan, Jakarta. Ketika DPP PARFI mengadakan Kongres PARFI Dipercepat di Pomelotel Hotel Jakarta, 23 Desember 2025, kongres itu dibubarkan secara paksa oleh sejumlah anggota PARFI, lalu dibentuk caretaker Kongres yang diketuai oleh Kamel Marvin.
Dengan pembubaran kongres dan dibentuknya caretaker, Kepengurusan PB PARFI di bawah Alicia Johar dianggap sudah tidak ada berfungsi. Alicia Johar bahkan dipaksa untuk menyerahkan kantor Sekretariat PB PARFI di Kuningan kepada Caretaker. Namun sampai berita ini ditulis, Caretaker tidak berhasil menduduki kantor tersebut, sehingga timbulah keinginan untuk menggunakan ruangan yang selama ini digunakan oleh PB PARFI di Gedung Film Pesona Indonesia. Namun Soultan Saladin keberatan.
“Caretaker itu kan bagian dari PB PARFI yang berkantor di Gedung PPHUI Kuningan. Kenapa mereka tidak berkantor di sana saja? Enggak ada urusannya dengan DPP PARFI!” kata Soultan Saladin, usai bertemu Biro Umum dan Hukum Kemenpar Selasa (4/2/2025) siang.
Saladin menjelaskan, dalam pertemuan itu Biro Umum dan Hukum Kemenpar memintanya untuk mengosongkan ruangan. Tetapi Saladin keberatan kalau hanya DPP PARFI yang diminta keluar dari Gedung Film Pesona Indonesia, karena selain PB PARFI, di Gedung Film juga ada beberapa organisasi perfilman lainnya, seperti Persatuan Artis Sinetron Indonesia (PARFI), Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia (ASIREVI), Sekretariat Nasional Kine Klub Indonesia (SENAKKI), Persatuan Artis Film Iklan Indonesia (PAFINDO), Badan Perfilman Indonesia dan PARFI 56. DPP PARFI dan PARFI 56 masuk ke Gedung Film ketika Sandiaga Uno menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).
Ketua SENAKKI Akhlis Suryapati yang dihubungi melalui telepon mengungkapkan, niat pengelola Gedung untuk melalukan penertiban sebenarnya bukan baru. Dirinya bersama Ketua BPI sebelumnya, almarhum Kemala Atmojo juga sudah dipanggil, dan dijelaskan tentang rencana penertiban itu. Ketika itu keduanya meminta agar Kemenparekraf mengirimkan surat resmi kepada organisasi perfilman yang menempati Gedung Film, namun sampai saat ini surat itu tidak ada.
“Bagus saja kalau pemerintah ingin menertibkan aset-asetnya, termasuk di Gedung Film ini. Tetapi harus dipahami dulu soal riwayat dan kesejarahannya, mengapa organisasi film bisa berada di Gedung ini. Gedung Film ini kan dibangun oleh Departemen Penerangan, yang peruntukannya memang untuk kegiatan perfilman, termasuk organisasi film. Bahkan di Gedung Film masih ada prasasti bertuliskan Gedung Film yang ditandatangi oleh Menteri Penerangan R. Hartono,” papar Akhlis.
Staf Biro Umum dan Hukum Kemenpar, Rino, yang dikonfirmasi melalui pesan WA terkait hal tersebut di atas tidak merespon. Begitu juga Mutiara Sani.
Gedung Film mulai dibangun tahun 1984 di atas tanah milik Departemen Penerangan di Jl. Haryono MT KV.47, Jakarta Selatan, dan selesai tahun 1987. Biaya pembangunan Gedung itu antara lain dari hasil ruislag (tukang guling) Gedung Badan Sensor Film di Jl. Abdul Muis dan Gedung Film Nasional di Jl. Menteng Raya No.62 A, Jakarta Pusat. Orang yang paling sibuk saat pembangunan gedung adalah Direktur Film dan Rekaman Video Departemen Penerangan saat itu, Drs. Narto Erawan (almarhum).
Setidaknya ada 4 insitusi perflman yang akan direncanakan berkantor di situ, antara lain Badan Sensor Film (berubah menjadi Lembaga Sensor Film), Dewan Film Nasional (berubah menjadi Badan Pertimbanan Perfilman Indonesia / BP2N, Direktorat Film, dan bahkan Sinematek Indonesia, tetapi berbeda dengan Sinematek Indonesia yang ada di Gedung PPHUI).
Direktorat Film, BP2N dan LSF pernah menempati Gedung tersebut, dan kemudian pindah karena Gedung tersebut kemudian menjadi aset Kemenparekraf. Namun beberapa organisasi perfilman yang disebutkan di atas sampai saat ini masih ada. (hw)
Foto 1: Soultan Saladin ketika bertemu Pejabat Biro Umum dan Hukum Kemenpar (Dok. Probadi SS)
Foto 2 : Gedung Film (BPI).