Jakarta, Defacto – Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD menyebutkan, keterwakilan perempuan di legislatif memiliki kuota 30%.
Namun sampai saat ini jumlah anggota legislatif perempuan di legislatif belum mencapai kuota yang diberikan UU tersebut, karena banyaknya kendala yang dialami kaum perempuan. Salah satunya adalah biaya politik yang tinggi.
Pendapat itu mengemuka dalam talkshow “Simposium Perempuan Pra Kongres III untuk Bidang Politik, dengan tema Terobosan Mengatasi Ketimpangan Gender di Bidang Politik di Indonesia” yang diadakan oleh Partai Nasdem, di Nasdem Tower Jakarta, Jum’at (13/7/2024).
“Banyak perempuan yang enggan terjun ke partai politik, karena biaya yang sangat tinggi,” kata Titi Anggraini, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Selain itu, menurut Titi, penempatan daftar caleg juga sangat menentukan. Mengenai sedikitnya keterpilihan perempuan sebagai anggota legislatif. Biasanya yang berada pada nomor urut 1 yang lebih berpotensi terpilih. Sedangkan caleg perempuan rata-rata berada di urutan ketiga atau kelima.
“Apakah urutan ketiga atau kelima atau di bawahnya ada yang terpilih. Tentu saja ada, tapi jumlahnya sangat sedikit,” tambah Titi.
Titi menyarankan, agar suara untuk caleg perempuan mendapat insentif. Dan negara harus memberikan perhatian yang lebih tinggi terhadap caleg perempuan.
“Namun sebagus apapun sistem yang dipakai, kalau pemilunya curang,
manipulatif, tetap tidak ada gunanya bagi keterwakilan perempuan,” ujar Titi.
Selain Titi Anggraini, talkshow yang dipandu oleh Panca Saktiyani ini juga menghadirkan pembicara, politikus wanita Eva Kusuma Sundari, Akademisi dari Unair Surabaya, Airlangga Pribadi dan Anggota legislatif dari Partai Nasdem, Amelia Anggraini.
Anggota Legislatif dari Partai Nasdem Amelia Anggraini mengungkapkan, Partai Nasdem terus memberi kesempatan bagi kaum perempuan untuk duduk di Legislatif.
Dari pemilu ke pemilu, keterwakilan perempuan dari Partai Nasdem di Legislatif terus meningkat. Pada Pemilu tahun 2019, Nasdem memperoleh 49 kursi, 19 di antara perempuan. Di Pemilu 2024, dari 69 kursi yang diperoleh Nasdem, 21 di antaranya diraih oleh perempuan atau 30,4 persen.
Mantan anggota PDIP yang kini bergabung di Nasdem, Eva Kusuma Sundari menilai, kesetaraan gender di Indonesia belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, sehingga keterwakilan perempuan di legislatif pun tak pernah memenuhi kuota.
“Kok bisa ya Filipina berada di peringkat kedua dalam kesetaraan gender. Kita masuk dalam G-20, tapi kesetaraan jender, remuk,” kata Eva.
Dosen Unair Dr. Airlangga Pribadi mengatakan, sebagian pemimpin perempuan di Indonesia masih terkoneksi dengan politik kekerabatan atau dinasti.
Hasil penelitian BRIN, di Jabar meskipun perempuan menjadi Kepala Daerah, tetapi mereka mengalami hambatan dalam membangun untuk kepentingan perempuan, karena terhambat politik dinasti.
“Kepemimpinan perempuan hendaknya bukan hanya hadir sebagai pemimpin, tapi mereka juga harus punya komitmen untuk membela kepentingan perempuan,” kata Airlangga. (hw)