JK Record, perusahaan rekaman milik pengusaha Judhi Kristanto, dikenal sebagai label yang melambungkan penyanyi–penyanyi cantik. Konon di JK Record, kecantikan menjadi syarat penting selain kemanpuan vokal.
“Tapi yang utama tampang dululah, suara bisa diakalin di studio rekaman. Asal jangan fals ajalah,” seloroh seorang pencipta lagu tahun 80-an.
Maka tidak heran jika album-album rekaman yang dikeluarkan oleh JK Record pada masa itu — 80-an hingga 90an — selalu menampillan penyanyi-penyanyi cantik, dengan lagu-lagu berlirik melankolis, ringan dan enak didengar kuping. Aransemennya pun tidak terlalu heboh.
Beberapa artis JK pada waktu itu antara lain, Dian Piesesha, Ria Angelina, Heidy Diana, Chintami Atmanagara, Nindy Ellese, hingga Meriem Bellina. Rata-rata album rekaman yang dikeluarkan — masih menggunakan kaset — mendapat sambutan cukup menggembirakan di pasar.
Promosi yang gencar dari JK Record demgan menggandeng media cetak, radio dan televisi cukup ampuh. Bahkan album Meriem Bellina yang hanya menyanyikan lagu-lagu daur ulang karya Pance Pondaag, cukup sukses di pasaran. Sampai saat ini lagu-lagu karya Pance Pondaag masih sering dinyanyikan, terutama oleh generasi 70an hingga 90an.
Nindyani Karyawati Pattikawa atau Nindy Ellese adalah salah satu hudadari di JK Record. Wajahnya cantik, hidung mancung dan mata yang jeli dengan rambut bergelombang khas perempuan Maluku. Meski pun kariernya sebagai penyanyi tidak terlalu moncer atau pernah membawakan lagu yang menjadi hit seperti Dian Piesesha dengan lagunya ‘Tak Ingin Sendiri”, tetapi nama Nindy Ellese cukup dikenal pada era tersebut. Apalagi dengan kecantikannya, ia juga bisa masuk ke dunia akting.
Nindy Ellesse terkenal sebagai penyanyi era 1980-an. Di era tersebut dia tidak hanya produktif merilis album-album musik, tetapi juga main di beberapa film pada tahun 1988.
Sebagai penyanyi, ia telah menghasilkan beberapa album dan single, mulai dari lagu-lagu pop, lagu rohani hingga lagu daerah. Ia juga pernah membentuk trio bersama Gladys Suwandhi dan Mega Silvia dengan nama Trio Galamendy dan sempat membuat singel berjudul Cukur Dulu Kumismu (1993).
Pada Pemilu 2019 ia ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari PDIP untuk daerah pemilihan Jawa Barat VII tetapi gagal menjadi anggota Dewan.
Di tengah upayanya untuk tetap eksis dalam dunia tarik suara dan politik, perempuan kelahiran Ambon, 16 April 1967 harus berjuang pulang melawan penyakit yang paling ditakuti wanita: kanker payudara.
“Pada 2017, aku merasakan keanehan di payudara kiri aku, tapi saat itu ya biasalah, aku pikir, ah enggak apa-apa kali, denial. Tapi ternyata makin ditunda justru semakin parah,” kata Nindy Ellesse seperti dikutip dari kanal YouTube Iis Sugianto TV, Jumat (1/10/2021).
Artis bernama asli Nindyani Karyawati Pattikawa ini mencoba pengobatan herbal. Namun sayangnya, obat-obatan herbal itu tidak membuatnya sembuh, justru malah semakin parah.
Akhirnya ia memeriksakan diri ke dokter. Oleh dokter ia didiagnosis terserang kanker payudara stadium 4. Ia sempat tidak percaya, lalu pergi ke rumah sakit berbeda. Hasilnya sama.
Selang beberapa bulan kemudian, kanker kembali menggerogoti payudara bagian kanannya.
Dia lalu kembali menjalani pengobatan medis dan kemoterapi sebanyak empat kali. Tetapi anehnya, kankernya terus berkembang.
Payudaranya lalu diangkat lagi, kemoterapi enam kali, dan kemarin Maret 2020 selesai, diperiksa lagi keseluruhannya, ternyata dibilang (sudah) clean,” kisahnya.
Tuhan ternyata sayang kepada Nindy Ellese yang kini memakai nama marga lain di belakangnya, menjadi Niny Ellese Laoh. Senin, 2 Januari 2022 ini ia dikabarkan menghemhuskan nafas terakhir. Selama jalan sang bidadari…
Foto: Nindy Ellese (screenshot instagram Nindy Ellese Laoh)
