Home / Berita

Senin, 1 November 2021 - 07:46 WIB

Ketua DPD Nilai Presidential Treshold Lebih Banyak Mudaratnya

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika perbaikan bangsa harus dilakukan dari hulu. Termasuk memperbaiki sistem ketatanegaraan dan ekonomi negara.

Oleh karena itu, DPD RI terus menggulirkan Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 sebagai momentum untuk melakukan perbaikan tersebut.

“Terus terang, selama ini yang banyak diperdebatkan dan didiskusikan di masyarakat adalah persoalan-persoalan di hilir. Sehingga tidak pernah selesai. Padahal sejatinya, persoalannya ada di hulu,” kata LaNyalla, yang hadir secara virtual saat menjadi pembicara kunci dalam acara Pesantren Virtual Bhineka Tunggal Ika Untuk Persaudaraan dan Perdamaian, Minggu (31/10/2021).

Baca Juga  Pertahanan Sisilia Ganjar Pranowo vs Strategi Penyerangan Benteng Jerikho Jusuf Kalla

Menurut LaNyalla, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, persoalan di hulu yang perlu dikoreksi adalah Ambang Batas Pencalonan Presiden atau Presidential Threshold.

Presidential Threshold dinilai LaNyalla lebih banyak dampak buruk, atau mudharat, dari penerapan ambang batas ini. Mulai dari pembelahan yang menimbulkan konflik di masyarakat karen hanya ada dua psang calon yang head to head, hingga potensi anak bangsa yang tak bisa muncul.

“Belum lagi adanya mundurnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat. Golput menjadi tinggi, karena calon terbaik menurut mereka tidak mendapat tiket untuk maju. Lalu ketidakberdayaan partai politik kecil cenderung di hadapan partai politik besar. Mereka tidak bisa ajukan calon karena aturan ambang batas pencalonan presiden itu menjadikan partai politik besar atau gabungan partai politik yang dapat mengusung capres dan cawapres,” jelasnya.

Baca Juga  Pengangkatan Novel Baswedan Cs Menjadi PNS di Polri Jerumuskan Kapolri

Apalagi, Presidential Threshold dikatakan untuk memperkuat sistem presidensil, agar presiden terpilih memiliki dukungan yang kuat di parlemen, justru membuat mekanisme check and balances menjadi lemah. Sebab partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih.

Baca Juga  Harga Kebutuhan Pokok Naik!

“Kemudian yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan Partai Politik melalui Fraksi di DPR RI menjadi legitimator kebijakan pemerintah. Berkongsi dalam politik sebenarnya wajar. Tetapi menjadi jahat, ketika kongsi dilakukan dengan mendesain hanya agar hanya ada dua pasang kandidat Capres-Cawapres, yang bisa benar-benar berlawanan dan memecah bangsa, atau sebaliknya bisa pula seolah-olah berseteru,” papar Senator dari Jawa Timur itu.

Share :

Baca Juga

Berita

Memoar Laksamana Sukardi: “Kejahatan Negara untuk Mengkasuskan Penjualan Tanker Pertamina”

Berita

Pangeran Andrew Diserang!

Berita

Bingkisan Lebaran untuk Wartawan
Marvel Studios

Berita

Scarlett Johansson akan Memproduksi “Proyek Rahasia” Marvel Studios

Berita

Transportasi di Singapura:Tertib, Aman dan Nyaman

Berita

Pemenang Ballon D’Or 2021 Sudah Dipastikan, Siapa Dia?

Berita

Antisipasi Kecelakaan Pesawat, Bandara Lagaligo Gelar Penanganan Kondisi Darurat
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Resep Menuju Kehancuran