Defacto – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebut Istana Amantubillah di Kabupaten Mempawah di Kalimantan Barat sebagai destinasi wisata budaya yang menjadi daya tarik wisata budaya bagi daerah tersebut.
Menparekraf Sandiaga melanjutkan kunjungan kerjanya di Kalimantan Barat, Kamis (9/2/2023), mengapresiasi upaya Pemerintah Provinsi Kalbar, Pemerintah Kabupaten Mempawah, Kerajaan Mempawah, dan pihak-pihak terkait dalam melestarikan nilai tradisi dan budaya yang menjadi daya tarik wisata di Mempawah. Menurutnya, potensi-potensi wisata yang dimiliki Mempawah patut dikembangkan sehingga ekonomi dapat bangkit dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
“Mempawah memiliki potensi (wisata) berbasis adat, budaya, maupun juga kearifan lokal dan ekonomi kreatif kekinian,” kata Sandiaga.
Istana Amantubillah terletak di Desa Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur, Kalimantan Barat. Istana ini dibangun pada masa Pemerintahan Gusti Jamiril yang memiliki gelar Panembahan Adi Wijaya Kesuma (1761 – 1787) yang merupakan sultan ke-3 Kesultanan Mempawah.
Pintu gerbang istana yang bertuliskan ‘Mempawah Harus Maju, Malu Dengan Adat’. Begitu melewati gerbang, kita akan melihat halaman dengan rerumputan hijau dengan beberapa meriam yang diletakan diatas rumput. Total meriam yang diletakkan di halaman istana adalah 16 buah meriam. Istana didominasi dengan warna hijau tosca dan sedikit corak kuning.
Kompleks Istana Amantubillah dibagi menjadi tiga bagian utama yakni bangunan utama, sayap kanan, dan sayap kiri.
Dahulu, bangunan utama di istana ini merupakan singgasana raja beserta permaisuri hingga para keluarga raja. Sementara itu, bangunan sayap kanan dijadikan tempat untuk mempersiapkan jamuan makan bagi kalangan keluarga istana.
Segala keperluan jamuan makan bagi para tamu istana dipersiapkan di bangunan ini. Sementara, pada bagian sayap kiri dijadikan ruangan pusat untuk mengurus administrasi pemerintahan kerajaan. Selain itu, bangunan di sayap kiri ini juga sering digunakan sebagai aula tempat pertemuan raja dengan para abdi dalem.
Saat ini ketiga bangunan sudah berubah fungsi seperti bangunan utama saat ini sudah dirubah menjadi museum Kerajaan Mempawah yang menyimpan berbagai peninggalan kerajaan seperti singgasana raja, busana kebesaran, dan payung kerajaan. Bangunan ini juga menyimpan foto-foto raja yang pernah berkuasa di istana ini beserta para keluarganya.
Sementara itu, bangunan sayap kanan saat ini memiliki fungsi sebagai pendopo istana dan bangunan sayap kiri saat ini dijadikan tempat tinggal para kerabat Kerajaan Mempawah.
Hajjah Rugayah Ellysah, Istri dari Pangeran Faitsal Taufik, yang merupakan anak kedua dari Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin menceritakan, mertuanya, Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin diculik oleh penjajah Belanda.
“Gusti Muhammad Taufik juga diculik oleh penjajah Jepang. Bersama para tokoh masyarakat yang diculik, ia dibunuh. Lokasi pembunuhan sekaligus tempat pemakaman terjadi di Mandor”, ungkapnya.
Setelah kekuasaan Jepang berakhir dan Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Kesultanan Mempawah menyatakan bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah yang termasuk ke dalam wilyah administratif Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian, Kesultanan Mempawah sudah tidak memiliki kewenangan secara politik lagi untuk mengatur pemerintahannya, namun pihak kesultanan masih sering menghelat ritual/upacara yang dilakukan secara adat, misalnya upacara Robo-rob, ritual Naik Tojang, dan lain sebagainya.
Istana Ammantubillah memiliki arti ”Aku Beriman Kepada Allah” . Dalam perjalanannya Istana ini pernah mengalami kebesaran di tahun 1880 tepatnya saat tampuk kekuasaan dipegang oleh Gusti Ibrahim yang memiliki gelar Penembahan Ibrahim Mohamad Syafiudin dan berkuasa di tahun 1864 hingga tahun 1982. (Melayuonline / hw)