Defacto – Gambaran umum sosok petani di Indonesia selama ini adalah lelaki tua membawa cangkul, bercaping, pakaian kotor, lalu merokok sambil memandang dengan tatapan kosong.
Petani adalah profesi yang dicitrakan miskin, tertinggal dan tidak memiliki harapan. Pada kenyataannya hidup petani memang menyedihkan. Selalu terombang ambing antara keterbatasan lahan, kesulitan pupuk dan air, dan harga yang anjlok di saat panen.
Itulah sebabnya pekerjaan ini tidak menarik perhatian kaum muda. Mereka lebih suka kerja di pabrik, ngojek, kerja bangunan, syukur-syukur bisa diterima menjadi pegawai negeri atau TNI / Polri.
Gambaran suram dunia pertanian dan para pelakunya ternyata pupus, ketika Senin pagi (11/9/2023) ini ada sejumlah anak muda berpenampilan keren, berkulit halus, berbahasa Inggris selancar kereta bandara, diterima oleh Kepala Staf Kepresidenan RI Meoldoko, di kantornya, komplek istana Jakarta.
Mereka adalah anak-anak muda lulusan luar negeri, yang terpanggil untuk terjun ke dunia pertanian, karena prihatin melihat kondisi pertanian di Indonesia. Latar belakang mereka kebanyakan bukan bidang pertanian. Tetapi bermodal keuletan, ketekunan, kemauan dan sikap pantang menyerah, mereka mampu menghasilkan produk pertanian bernilai tinggi. Produk mereka sudah mengisi supermarket-supermarket menengah ke atas di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Kini mereka mendirikan kelompok tani yang diberinama Gerakan Maju Tani Indonesia. Di hadapan Kepala Staf Kepresidenan yang juga Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko, mereka mendeklarasikan manifesto yang isinya:
bertekad memajukan pertanian dengan teknologi dan inovasi, memberdayakan generasi muda di dunia pertanian, melestarikan pertanian yang berkelanjutan, mengatasi krisis pangan dunia dan keamanan pangan dalam negeri serta mencanangkan Hari Maju Tani pada 8 Oktober 2023 sebagai Hari Kebangkitan dan Transformasi Petani Muda Indonesia.
Salah satu inisiator Gerakan Maju Tani Indonesia, Erwin Gunawan mengungkapkan, tujuan utama dari Gerakan ini adalah mencetak 10 juta petani digital sebelum akhir 2024.
Gerakan Maju Tani mengusung konsep metafarming yang memungkinkan anak muda untuk bisa menjadi petani secara digital. Meta Farming adalah platform online di mana semua orang bisa terlibat dalam pertanian. Melalui aplikasi ini, mereka yang tertarik untuk bertani bisa bercocok tanam di lahan yang sudah disiapkan oleh Meta Farming.
Erwin menambahkan, konsep metafarming ini akan disosialisasikan ke sejumlah pihak agar target 10 juta petani digital pada akhir 2024 bisa tercapai.
Yang menarik, mereka rata-rata datang dari keluarga berada, dan berpendidikan luar negeri. Salah satunya, Ardito Hartawan adalah putra dari Wiriawan Hartawan, yang pada tahun 90an hingga 2000-an menjadi pengusaha CD dan DVD dan memiliki outlet bernama Disctarra. Kakek Ardito dulu memiliki perusahaan rekaman Irama Tara.
Ardito terjun ke pertanian setelah ayahnya sembuh dari stroke, karena mengkonsumsi sayuran hasil tanaman sendiri. Ardito yang sejak kecil tinggal dan sekolah di Singapura, lalu bertekad mengembangkan dunia pertanian. Pabrik CD dan DVD milik orangtuanya di Tangerang, kini dijadikan lahan pertanian modern.
Dengan segala sumberdaya dan kemampuan intelektual yang dimilikinya, Ardito bersama Gerakan Maju Tani bertekad untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis pangan. Mereka berharap pemerintah juga ikut memiliki keseriusan dalam menangani pertanian, dengan mendukung gerakan yang mereka lakukan. (hw)