Home / Berita / Esai / Historia

Senin, 17 Januari 2022 - 09:14 WIB

DI BALIK REFORMASI 1998: Komponen Sistemik PANCASALAH

Laksamana Sukardi

Laksamana Sukardi

Oleh LAKSAMANA SUKARDI

SAYA menyimpulkan bahwa hampir semua pelaku ekonomi yang saya sebutkan di atas, telah menutup mata  terhadap kondisi negatif di Indonesia, yang membuat daya tahan ekonomi Indonesia menjadi sangat lemah. Dari uraian dan analisa terhadap kejadian-kejadian yang menimpa perekonomian Indonesia pada umumnya dan perbankan pada khususnya, saya menyimpulkan bahwa pelaksanaan manajemen pengelolaan ekonomi dan perbankan Indonesia memiliki kadar PANCASALAH  yang sangat besar.

Berikut ini, ulasan singkat mengenai komponen PANCASALAH yang berlangsung secara sistemik dan mengakar dalam pengelolaan ekonomi dan perbankan di Indonesai:

  1. Salah Tata Kelola; Tidak adanya “good governance” atau tata-kelola yang baik di bidang ekonomi dan perbankan nasional. Semua lembaga dan institusi ekonomi, baik perbankan, BUMN, perusahaan konglomerat, lembaga regulator, lembaga pengawasan dirancang untuk mendukung penyelenggaraan benturan kepentingan penguasa secara sistemik.
  2. Salah Lihat; Tidak ada transparansi dalam sistem perbankan Indonesia. Bukannya transparansi yang diterapkan, melainkan semua mata masyarakat ditutup dengan upaya propaganda yang bertujuan mengecoh rakyat, komunitas investor, pelaku ekonomi demi tujuan mengoptimalisasikan rente-ekonomi yang digunakan untuk pelestarian kekuasaan. Akibatnya, para nasabah salah melihat bank mana yang baik dan buruk, investor salah melihat risiko.
  3. Salah Kaprah; Intervensi politik telah menjadi kebiasaan dan menjadi hal yang lumrah. Segala sesuatu ditentukan oleh intervensi para pejabat pemangku kekuasaan. Kebijakan pemberian mega-kredit, kebijakan monopoli perdagangan dan lain-lain, semua terjadi karena intervensi dan atau keinginan pejabat pemangku kekuasaan.
  4. Salah Asuh; Semua lembaga penting negara dirancang untuk tidak memiliki kekuatan independen. Segala sesuatunya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada yang kuat dan independen. Bank Indonesia, misalnya, diperlemah agar tidak mampu melaksanakan fungsi pengawasan perbankan dengan wajar.
  5. Salah Tafsir atau Tidak ada Kepastian hukum; Lembaga penegakan hukum yang tidak independen dan berada di bawah komando pengusaha dan pengaruh para kroni telah membuat penegakan hukum di Indonesia menjadi mandul dan tidak efektif.  Malapraktek perbankan dibiarkan karena ditafsirkan sebagai praktek yang wajar. Pelaksanaan transaksi bisnis keuangan dan kebijakan di lapangan didasarkan pada instruksi tidak tertulis atau unwritten rule.

Kadar PANCASALAH yang tinggi tersebut telah menyebabkan daya tahan ekonomi Indonesia menjadi sangat lemah, sehingga perekonomian Indonesia terbukti tidak mampu menghadapi gejolak perubahan global. (Selengkapnya baca Uraian Mengenai PANCASALAH)

Di samping itu, masyarakat pun menyadari kelemahan-kelemahan tersebut, Namun, karena mereka dalam kondisi ketakutan, tentu saja tidak berani mendiskusikan secara terbuka. Kondisi masyarakat seperti ini membuat mereka menjadi sangat sensitif dan mudah percaya pada desas-desus atau rumor. Mereka menjadi lebih percaya pada rumor ketimbang ucapan pejabat pemerintah. Hal ini telah saya uraikan dalam kolom saya Likuidasi (Kepercayaan) Bank yang dimuat Forum Keadilan. Walaupun secara tidak langsung, saya sebenarnya menyiratkan bahwa kepercayaan pemerintah telah terlikuidasi.

Baca Juga  Mahfud MD Dilukiskan sebagai Hakim Bao di Zaman Dinasti Song

Pertumbuhan ekonomi Indonesia  yang memiliki lima karakteristik PANCASALAH, sudah terbukti menghasilkan pertumbuhan yang tidak berkelanjutan. Semakin cepat ekonomi tumbuh, semakin besar pula masalah sosial yang timbul.  Terutama kecemburuan sosial akibat semakin lebarnya jurang antara miskin dan kaya, serta kekecewaan masyarakat yang terpendam karena aspirasi yang tidak dapat disalurkan dan bahkan dibungkam.

Baca Juga  Wawancanda Wagiman Deep: Survei Capres yang Membagongkan

Banyak ekonom yang luput mempertimbangkan pertumbuhan kualitatif seperti pemerataan kesempatan, transparansi dan tingkat kecemburuan sosial akibat besarnya perbedaan gap antara miskin dan kaya. Pada umumnya ekonom hanya memperhatikan pertumbuhan kuantitatif, misalnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan pendapatan per kapita, yang tidak merefleksikan faktor kualitatif tersebut.

Baca Juga  Bamsoet Dorong Inpres Tentang Pembangunan Monumen Nasional Bela Negara

Selama Negara masih memelihara komponen PANCASALAH dalam sistem perekonomian dan politiknya, maka negara tersebut tidak akan pernah tinggal landas menjadi negara maju. Walaupun negara tersebut memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Yang akan terjadi justru bencana krisis ekonomi, kebangkrutan perusahaan-perusahaan dan hutang luar negeri yang semakin menggunung.*

(BERSAMBUNG: Detak Detik Sumbu Bom Waktu)

Share :

Baca Juga

Tirtonadi

Berita

Wajah Baru Tirtonadi Bukan Sekadar Terminal Biasa
Sardono

Berita

Terminal Bus Tirtonadi Pertunjukkan Penyanyi Tulus dan Seniman Sardono W. Kusumo
Bu Yuni

Berita

Bu Yuli 40 Tahun Tak Pernah Pindah dari SMPN 2 Madiun
HUKUMAN MATI

Berita

Jaksa Agung Tuntut Hukuman Mati untuk Koruptor

Berita

1.904 Personel Gabungan Dikerahkan Kawal Aksi Reuni 411 Hari Ini

Berita

Menparekraf Bermain Voli Pantai dengan Pokdarwis Desa Wisata Cemaga Tengah Natuna

Berita

Sistem Bikameral Gagal Karena DPD Tak Setara dengan DPR

Berita

Siswi Disabilitas Sekolah Polisi Wanita Lemdiklat Polri itu juara Muaythai Putri