GIBRAN ANAK RATU PETRUK. Di era Orde Baru, ada anekdot,”Kenapa Pak Harto tidak pernah melanggar lampu merah lalu lintas? Sebab, setiap beliau lewat, semua lampu merah disetel hijau. Maka Pak Harto tidak pernah ditilang. Akibatnya, beliau selalu bablas, dan kejlungup.” Bandingkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran jadi Cawapres Prabowo. Saya tidak mendoakan, tapi ada potensi “kejlungup” di situ.
Ada dua peristiwa Petruk yang saya catat. Pertama, ketika Jokowi datang ke Padepokan Seni Bagong Butet Kartaredjasa, puluhan seniman berkostum Petruk menyambut. Mungkin disengaja, untuk mengingatkan agar Jokowi tidak menjadi Petruk Dadi Ratu. Kedua, saya diajak Butet sowan ke rumah maestro Djoko Pekik. Itu setelah Djoko Pekik menyerahkan lukisan Petruk Dadi Ratu ke Jokowi di Istana Jogja. Lukisan Djoko Pekik tersebut, atas jasa Butet, tidak jadi dibeli museum Singapura, tapi diambil pemerintahan Jokowi untuk kelak dipasang di Istana IKN. Dua peristiwa Petruk itu agaknya lewat begitu saja. Karena ternyata Jokowi tetep madeg sebagai Petruk Dadi Ratu. Kekuasaan, dan keserakahan, rupanya sudah berhasil menembus benteng moral dan etika Jokowi. Dengan pencawapresan Gibran, Ratu Petruk itu sekarang menggedel di lingkaran para begundal.
Dua kali sudah PDIP Megawati ditelikung orang dalam. Pertama oleh SBY yang menang Pilpres 2004. Kedua, oleh Jokowi pada Pilpres 2024. Saya bukan kader PDIP. Tapi saya menganggap dua kali pertelikungan tersebut justru membuat PDIP digdaya. Bahkan kali ini, mekanisme daulat rakyat justru akan membuat PDIP bisa meraih kemenangan. Dan Gibran Anak Ratu Petruk itu akan menyadari bahwa lakon yang dijalaninya sudah sampai pada tahap “tancep kayon”.**
Harry Tjahjono
22/10/2023