Home / Olahraga & Hiburan

Selasa, 17 September 2024 - 09:12 WIB

Dari Wasit PON Yang Dihajar Pemain Hingga Menunggu Erick Thohir Dilengserkan Prabowo Subianto

Oleh : Cocomeo Cacamarica

Alam semesta tidak pernah berbohong. Alam semesta tidak pernah berpihak. Dan, alam semesta, versi mBah Coco, hanya memberi simbol-simbol isi bumi. Itulah jejak sepak bola nasional, yang tak pernah tertarik menyentuh dasar-dasar membangun, membina dan fokus mencetak pemain sepak bola.

PSSI sebagai induk organisasi cabang olah raga bernama sepak bola, doyan tertidur panjang, untuk cuek bebek memikirkan filosofi sepak bola. Bahwa, proses mencetak pemain berbakat, bertelenta, serta membangun pembinaan berjenjang dalam wadah kompetisi, dengan sehat dan jujur, benar-benar diabaikan.

Kini, alam semesta memberi tanda-tanda, bahwa sepak bola, sudah saatnya, tidak berpikir dan membangun kebijakan yang orientasinya, selalu jangka pendek…dan kemudian kembali bekerja untuk jangka pendek. Lupa, bekerja keras untuk membuat program jangka menengah dan jangka panjang.

Tragedi sepak bola primitif dalam wadah PON ke-21, yang berlangsung di Stadion Dimurthala, Banda Aceh, dalam babak 8 besar, antara tuan rumah Aceh vs Sulawesi Tenggara, Sabtu 14 September 2024, berakhir saat sang pengadil Eko Agus Sugiarto  dihajar wajahnya, oleh bek tengah tim Sulteng, Rizki Saputra, hingga pingsan. Dan, kemudian viral di medsos.

Disaat FIFA sedang getol-getolnya membangun sepak bola sebagai hiburan yang super glamour, di belahan bumi Asia Tenggara, tepatnya di Indonesia, sepak bola masih menjadi ajang perkelahian, tawuran dan match fixing, yang tak ada hentinya.

PSSI dibawah komando Erick Thohir, lupa daratan. Hanya ngurus tim nasional. Dan, ogah-ogahan ngurus sepak bola pembinaan yang butuh fokus dan komitmen tinggi dari para pengurusnya, untuk mencetak wadah kompetisi yang sehat dan jujur, dari semua yang terkait dengan sepak bola. Yaitu, pelatih, pemain, wasit dan ofisial.

mBah Coco, mencoba mencatat jejak para pengurus sepak bola, bernama PSSI, sejak pergantian Agum Gumelar ke Nurdi Halid (2003 – 2011). Saat itu, PSSI dominan dikelola secar kartel mafioso, ketimbang mencetak pembinaan berjenjang. Dampaknya, Nurdin Halid dilengserkan dengan cara-cara brutal.

Periode 2011 – 2015, ketika Nurdin Halid diruntuhkan oleh Djohar Arifin dan Farid Rahman, juga membuat blunder yang memalukan. Duet Djohar – Farid, ternyata hanya “boneka”-nya Arifin Panigoro. Maka, sisa-sisa rezim Nurdin Halid, pelan-pelan digulingkan dengan sangat mudah oleh La Nyala Mattalitti.

Nggak sampai seumur jagung, sepak terjang La Nyalla Mattalitti, dipermalukan oleh alat negara, ketika Menpora Imam Nahrawi, membekukan organisasi PSSI, 18 April 2015, menjelang Kongres PSSI di Surabaya.

Baca Juga  BTP Semarang Berhasil Tuntaskan Pendinasan Rel Layang KA Simpang Joglo

Satu tahun PSSI dibekukan oleh pemerintah. Nongol pengurus baru dibawah komando Edy Rahmayadi, dalam Kongres PSSI, 10 November 2016 di Mercure, Ancol, Jakarta.

Versi mBah Coco, sisa-sisa rezim mafioso kartel Nurdin Halid, kembali menguasai kepengurusan PSSI, hingga Edy Rahmayadi sebagai ketum PSSI 2017 – 2021, dijadikan “boneka” para mafioso dibawah kommmando Joko Driyono, Iwan Budianto, Haruna Sumitro, Pieter Tanuri dan Ferry Paulus. Hingga, akhirnya Kongres PSSI 2019 digelar, setelah Edy Rahmayadi mengundurkan diri, gara-gara menang sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Iwan Bule, jenderal bintang tiga polisi, ujug-ujug nyodok ingin menjadi ketum PSSI. Cita-citanya Komjen Pol Mohammad Iriawan, yang lebih dikenal dengan nama Iwan Bule, untuk ikut-ikutan jejak Edy Rahmayadi, yaitu sebagai calon Gubernur Jawa Barat, akhirnya kena “angkara murka” alam semesta.

Saat ada Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2023, cita-cita Iwan Bule sebagai calon gubernur tamat.

Erick Thohir, yang dijorokin dijadikan “boneka”-nya Jokowi, sebagai calon wakil presiden periode 2024 – 2029. Dengan cara-cara kotor, jorok dan menjijikan, mampu membeli kursi ketua umum PSSI, bersama cengkonek-cengkonek duduk sebagai anggota Komite Eksekutif (EXCO), yang mayoritas, adalah doyan ngatur mengatur pertandingan, match fixing dan juga atur mengatur juara, promosi dan degradasi, sebagai budaya akut.

mBah Coco, punya catatan khusus dalam periode seorang ketua umum PSSI.

Kardono, sebagai ketua umum PSSI, 1983 – 1991, di akhir kepengurusan, setelah sukses mencetak prestasi, dengan dua kali mempersembahkan medali emas SEA Games 1978 dan 1991, lebih dominan datang, nonton bola di sepak bola perserikatan.

Padahal, di era 1990 – 1991, wadah sepak bola GALATAMA (semi profesional), dalam setiap pertandingan, selalu terjadi jual beli pertandingan, tawuran antar pemain, dan para wasit ikut dalam mengatur setiap partai di kompetisi GALATAMA. Yang dampaknya, wasit FIFA, Jafar Umar dihukum seumur hidup oleh komisi disiplin, dibawah Letjen TNI (Purn), Acub Zainal (pemilik Arema Malang).

Jaman Erick Thohir, sejak dilantik sebagai orang nomor satu di “kursi panas” PSSI, tanggal 16 Februari 2023, menurut mBah Coco, benar-benar kosong dalam literasi, bloon dalam wawasan sepak bola. Erick Thohir tidak peduli dengan program pembinaan kompetisi Liga 1, 2 dan 3. Cuek bebek, tak mampu menggelar Piala Indonesia.

Erick Thohir, mengejar “dealine” agar punya panggung yang mewah, glamour dan menggiurkan. Yaitu, hanya ngurus tim nasional Indonesia, dibawah pelatih ecek-ecek Shin Tae-yong. Hanya dengan satu tujuan, dari sejak 16 Februari hingga ada penunjukkan salah satu kandidat wakil presiden. Dan, Erick Thohir berharap dipilih oleh satu calon presiden.

Baca Juga  Himbauan Untuk Para Perusuh

Nyatanya, ambisi, cita-cita dan pencintraan Erick Thohir, kosong blong…..dan gagal terpilih menjadi wakilnya Prabowo Subianto, atau Ganjar Pranowo atau pun Anies Baswedan.

Kini, Erick Thohir merasa ambisinya belum selesai. Detik-detik tinggal sebulan, pergantian Presiden RI ke-7 dari Jokowi ke Presiden ke-8, Prabowo Subianto, 20 Oktober 2024 mendatang, Etho, panggilan akrabnya di sekitar teman-temannya, masih ngotot, berambisi dilirik bisa dicaplok gerbong kabinet Prabowo Subianto.

mBah Coco, memberi referensi dari sudut yang berbeda.

Bahwa, setiap presiden di Indonesia, selalu peduli dan selalu ikut campur dalam satu cabang olah raga, yaitu sepak bola. Presiden Republik Indonesia, tidak peduli dengan cabang olah raga lainnya, termasuk bulutangkis. Itulah bahasa politik setiap Presiden Indonesia.

Ir. Soekarno, harus ikut campur, untuk melarang tim nasional Indonesia 1966 untuk ikut dalam babak penyisihan pra Piala Dunia, zona Asia. Akibat ada peristiwa G30S PKI. Dalam pasca pergantian Presiden Soekarno ke Soeharto, tim nasional Indonesia, lagi-lagi tidak diperboleh ikut babak penyisihan pra World Cup 1970, zona Asia.

Setelah situasi politik mereda, Soeharto sebagai Presiden RI ke-2, selalu ikut campur memilih ketua umum PSSI, Ketika ada pergantian dari Kosasih Poerwagara (1967 – 1974). Soeharto menunjuk Bardosono (1975 – 1977). Jejak Bardosono, melarang pemain nasional Indonesia, bermain di luar negeri. Risdianto, Abdul Kadir (Hongkong) dan Iswadi Idris (Australia) dipanggil disuruh pulang.

Hingga rezim Soeharto lengser, ketum PSSI selalu dipilih Soeharto, yaitu dari Bardosono, kemudian Ali sadikin (1977 – 1981), sekaligus melahirkan wadah kompetisi GALATAMA (Liga Sepak Bola Utama), Sjarnubi Saidi (1982 – 1983), Kardono (1983 – 1991), dan Azwar Anas (1991 – 1999).

Di era Habibie, sebagai Presiden RI ke-3, karena hanya satu tahun, tidak sempat memikirkan PSSI. Namun, saat Gus Dur atau Abdulrachman Wahid, sebagai Presiden RI-4, lagi-lagi Gus Dur juga menunjuk Agum Gumelar sebagai ketum PSSI, 1999 – 2003. Karena Gus Dur dilengserkan DPR-MPR RI, maka saat Megawati melanjutkan sisa kepemimpinan sebagai Presiden RI ke-5, tidak sempat memikirkan PSSI. Kecuali, Agum Gumelar, dipindah sebagai ketua KONI Pusat.

Maka lahirnya Kongres PSSI 2003 di Hotel Indonesia. Untuk mencari ketum PSSI yang baru, menggantikan Agum Gumelar. Saat itu, terpilihnya Nurdin Halid. Saat itu, eforia jaman reformasi, terkesan seolah-olah bebas sebebas-bebasnya. Hingga, Nurdin Halid, berani melakukan jual beli suara di toilet atau di kamar-kamar dalam waktu istirahat 30 menit, untuk mengalahkan Jacob Nuwa Wea, Menteri Tenaga Kerja, kabinet Megawati.

Baca Juga  Steven Spielberg Jelaskan Mengapa Menyutradarai 'West Side Story'

Inilah, awal muasal, budaya jual beli pemilik suara di sepak bola nasional.

Memasuki Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), lagi-lagi ikut campur ke intern organisasi PSSI. Awalnya, Nurdin Halid, yang sudah dijadikan tersangka dua kali, dalam penyelundupan beras dan gula, sudah dihukum masuk pernjara. Masih ngotot menjadi ketua umum PSSI, terbukti dalam Kongres PSSI 2007 di Makassar, Nurdin Halid terpilih sebagai ketum PSSI periode kedua, secara aklamasi.

SBY, menyuruh Menpora Andi Malarangeng, lewat kaki tangannya yaitu PWI Pusat, untuk menggelar Kongres Sepakbola Nasional (KSN), 31 Maret 2010, di Hotel Santika, Malang, Jawa Timur. Namun, hasil KSN nihil. Nurdin Halid, sebagai gembong kartel dan mafioso terlalu perkasa untuk diruntuhkan.

Hanya saja, sejak Arifin Panigoro sebagai penggagas untuk merevolusi organisasi PSSI, karena disuruh SBY, akhirnya bisa meruntuhkan rezim Nurdin Halid, dengan menggelar Kongres PSSI, 11 Juli 2011, di Solo. Saat itu, Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro dan George Toisutta, dilarang FIFA untuk mencalonkan diri.

Di jaman Jokowi, 18 April 2015, lewat kaki tangan pemerintah, Imam Nahrawi membekukan PSSI. Dan, kemudian rezim Djohar Arifin, La Nyalla Mattalitti runtuh, digantikan Edy Rahmayadi, Iwan Bule, dan yang terakhir Erick Thohir dijadikan “boneka”-nya Jokowi.

Analisis mBah Coco, sepak bola itu cabang olah raga paling seksi di Indonesia dan dunia. Prabowo Subianto, sebagai Presiden RI ke-8, saat dilantik 20 Oktober 2024 mendatang, diprediksi akan kembali ikut campur cawe-cawe organisasi PSSI, yang didirikan Ir. Soeratin Sosrosoegondo, 19 April 1930.

Dari CCTV mBah Coco, gerak-gerik, bahwa gerbong Erick Thohir dan kawan-kawan, akan digergaji oleh orang-orangnya Prabowo Subianto, sudah terdengar gosip dan isu-isunya.

Momentumnya, menunggu “dosa-dosa” Erick Thohir yang sudah semakin blunder, untuk segera dicaplok, dengan menggelar Kongres PSSI.

Salah satunya, adalah ketika Erick Thohir dianggap gagal membangun wadah pembinaan berjenjang yang jujur dan sehat, Hanya, dibungkus dengan cara-cara sebanyak mungkin “membeli” pemain diaspora – naturalisasi.

Padahal, menurut mBah Coco, diaspora dan naturalisasi itu, mencuri pembinaan negara lain. Sangat memalukan dan menjijikan, bukan?

Share :

Baca Juga

Berita

PIALA WALIKOTA GIBRAN RAKABUMING RAKA TIBA DI BALAIKOTA SOLO

Olahraga & Hiburan

Pertahanan Sisilia Ganjar Pranowo vs Strategi Penyerangan Benteng Jerikho Jusuf Kalla

Olahraga & Hiburan

Gulat PON XXI: Rudiansyah Sumbang Emas untuk Jakarta, Hempaskan Juara Bertahan dari Papua

Olahraga & Hiburan

GT Raih “Top 100 Most Valuable Indonesian Brands”

Olahraga & Hiburan

Bius Tony Q Rastafara di Panggung Musik yang Hampir Terbunuh

Olahraga & Hiburan

Film Berlatar Budaya Tionghoa Pasca Reformasi

Olahraga & Hiburan

Komunitas Artis G-80 Nyekar ke Makam Ratno Timoer

Berita

215 Film Pendek Terdaftar dalam “Festival Sunday Movie