Home / Wisata & Budaya

Senin, 9 September 2024 - 10:56 WIB

Bicang-Bincang Novel “Sinar” — Menulis Adalah Terapi Buat Rayni N. Massardi

Jakarta, Defacto – Setidaknya ada 8 (delapan) manfaat menulis buku, sebagaimana ditulis dalam sebuah artikel. Yakni: Menambah wawasan, memperkuat daya ingat, mendapat keuntungan finansial, open minded, disegani, mengabadikan gagasan dan Investasi untuk masa depan.

Lalu apa tujuan Rayni N. Massardi menulis buku?

“Buat saya menulis buku adalah sebagai terapi. Saya tidak bisa diam dan selalu gelisah bila ada ide cerita, tetapi belum ditulis,” ungkap Rayni N. Massardi dalam acara “Bincang-bincang novel Sinar”, di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Yassin, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Sabtu (7/9/2024).

Acara itu menampilkan penulis Ayu Utami sebagai pembahas isi novel, pemain teater Renny Dyajusman sebagai pembaca nukilan, dan moderator jurnalis senior Rita Sri Hastuti.

Acara ini dihadiri sejumlah pencinta buku, seniman, wartawan, dan calon Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno.

“Sinar” adalah novel terbaru — novel ke-23 yang ditulisnya. Novel ini ditulis berdasarkan ide cerita dari Christyan AS, lelaki kelahiran Blitar, 9 Februari 1990, yang kini menjadi trainee Certificate in Thetapeutic Play Skills di Academy of Play and Child, UK (Inggris).

Baca Juga  Kapolri Isi Materi Pemberantasan Korupsi di Retreat Kabinet Merah Putih

Sedangkan Rayni N. Massardi, kelahiran Brussel, Belgia, 29 Mei 1967, menempuh pendidikan film di Universitas Paris III Sorbone Noevelle, Departemen d’Etude et de Recherches Cinematographiques, Paris, Perancis (1981).

Selain menulis novel, Rayni banyak menulis cerpen dan membuat gambar-gambar. 24 gambar karyanya dimuat dalam buku karya Sujiwo Tejo & DR. Muhammad Nursamad Kamba berjudul “Tuhan Maha Asyik 2 (2020), dan 19 digital dagingnya dipilih untuk mengisi buku “Ibunda Tercinta Kado Puisi untuk Ni Suastini” (2020).

Dalam novel “Sinar” Christyan ternyata hanya memberikan ide cerita. Dalam perjalanan penulisan hingga berwujud sebuah novel, Rayni Massardi yang harus sungsang sungbel, dibantu oleh suami tercinta, Noorca M. Massardi.

“Ya, kalau Rayni sudah mau menulis buku, pasti sayalah yang harus kerja keras. Menjadi editornya, harus ke Bali lagi (menemani Rayni menulis), memikirkan uangnya untuk menerbitkan buku ini, dan segala macam tetek bengek lainnya,” papar Noorca ketika memberi sambutan.

Baca Juga  Imperialisme Baru Ancam Indonesia

“Sinar” mengisahkan tentang pemuda bernama Sinar Simakir (24 tahun) lulusan S2, yang menjadi penjaga toilet mal dan bekerja sambilan di perpustakaan. Bagi Sinar, dunia maya lebih menarik ketimbang dunia nyata. Karena sebuah postingan tik toknya, Sinar berkenalan dengan Bumimata, seorang duda tanpa anak.

Sinar dan Bumimata akhirnya bertemu, keduanya lalu jatuh cinta. Sinar kemudian kenal dengan Sandi, pemuda ramah yang menjadi Asisten Bumimata. Sinar sempat curiga akan kedekatan Bumimanta dan Sandy, tetapi karena cintanya yang begitu kuat terhadap Bumimata, dia tetap setiap kepada Bumimata, bahkan ketika duda tersebut menghadapi masalah hukum.

“Di buku ini saya lihat pemilihan tokoh Sinar Semakir, tokoh yg berlawanan dengan sosok yg dalam bayangan kita: sosok yang mapan, S2, tapi jadi penjaga toilet,” kata Ayu Utami. “Di Eropa biasa, tapi di Indonesia tidak ada pergerakan sosial.
Pemilihan tokohnya menolak kemapanan. Pemilihan tokohnya merupakan pilihan yg menarik. S2 jadi penjaga toilet.  Cocok dengan jaman sekarang, tidak suka bergaul tapi lebih memilih menggeluti medsos. Si Bumimata ganteng, sukses, tapi ada yg agak lain. Punya hubungan dengan  asistennya Sandi. Ini isu yang sekarang banyak dibicarakan. Ini mengingatkan seorang lelaki Indonesia di Inggris yg memperkosa banyak lelaki.”

Baca Juga  Indonesia Kembali Ikuti Bursa Pariwisata di London

Menurut Ayu, sosok Sinar, perempuan jatuh cinta dan menghadapi perselingkuhan, sangat relevan dengan keadaan sekarang.

“Ini ditulis dengan suatu cara: tidak realis subjektif tapi masuk ke dalam surealisme.
Ada metafora pantai juga. Tentu saja kita tidak bisa menyenangkan semua orang.
Saya iri dengan Rayni  karena masih catch up dengan jaman dan tetap produktif,” tegas Ayu.

Kembali pada tujuan menulis, bagi Rayni menulis adalah sebagai terapi untuk mengatasi kegelisahan yang dialaminya. Dia tidak peduli apakah novelnya jadi duit atau tidak, yang penting dibaca orang. Nah, dengan perjuangan yang “berdarah-darah” itulah Rayni terus menjadi produktif. Tentu saja peran sang suami Noorca M Massardi, juga menjadi mesiu yang membakar semangatnya. (hw)

Share :

Baca Juga

Wisata & Budaya

Setengah Jam Terbius Horja Bius

Wisata & Budaya

Lomba dan Acara Kesenian Ramaikan “Hajatan Tradisi Kepulauan Seribu 2024”

Berita

AKI 2024 akan Hadir dengan Inovasi Baru

Wisata & Budaya

Desa Wisata Sesaot Lombok Barat, Berada di Jalur Pendakian Menuju Gunung Rinjani

Wisata & Budaya

Kemenpar Ajukan Tambahan Pagu Anggaran 2025 Sebesar Rp2,25 triliun

Wisata & Budaya

Uji Coba Kapal Cepat, Menparekraf Disambut Lumba-Lumba

Bisnis & Kuliner

Melihat Keindahan Sempurna Gunung Salak Sambil Nyeruput Kopi

Wisata & Budaya

Kemenpar Bersama Pemprov Bali Perkuat Sinergi Hadapi Tantangan Pengembangan Pariwisata