TUKANG URUT. Membaca, dan menulis, adalah kegiatan yang setengah saya paksakan. Meski dengan kepala “berat”, ingatan yang terkadang “sulit” dikendalikan, setiap hari saya paksakan untuk membaca dan menulis. Supaya nalar saya tidak “blank”. Untuk merawat imajinasi, agar “perasaan” saya tetap terjaga akal sehat. Saya sudah mengalami “kehilangan” kaki dan tangan kiri, dan berupaya keras agar otak saya tidak ikut melumpuh.
Membaca dan menulis, sepertinya, hal yang gratis dan bisa saya lakukan secara mandiri. Stroke telah mengubah banyak hal pada diri saya. Emosi, cara berpikir, spirit dan fisik yang menjengkelkan. Tentang kondisi fisik yang menjengkelkan, nyeri di persendian, telentang terus sepanjang hari dlsb, membuat saya ingin dipijat.
Tapi, keinginan dipijat itu banyak mendapat tentangan, saran, masukan, nasihat dll. Sampai akhirnya saya direkomendasikan pijat di Pak Wiwin, di Cimacan, Puncak, Bogor. Pak Wiwin itu tukang pijat yang sudah lama dikenal, ayahnya juga pemijat. Krisna, anak bungsu saya, segera mencari alamatnya dan melakukan kontak setelah dikasih tahu keponakan yang tinggal di AS. Ponakan saya, yang di luar negeri saja merekomendasi, membuat saya bertambah yakin bahwa Pak Wiwin itu kompeten.
Saya akan ceritakan pengalaman saya dipijat tepatnya diurut, oleh Pak Wiwin. Beliau yang berusia sekitar 65 tahun, pernah menjadi tukang urut dua tokoh nasional; almarhum Taufik Kiemas dan Laksamana Sukardi. Saya mengetahui hal tsb setelah ngobrol dan diurut Pak Wiwin untuk yang keempat kalinya. **
Harry Tjahjono
23.03.2024