Defacto – Naturalisasi pemain sepakbola asing menjadi WNI agar bisa menjadi punggawa Timnas, dan pada gilirannya memberikan prestasi membanggakan, ternyata sampai hari ini tidak terbukti. Sehingga naturalisasi yang diharapkan bisa menjadi jalan pintas prestasi Timnas, tidak efektif.
“Naturalisasi enggak ada gunanya bagi persepakbolaan Indonesia!” kata legenda sepakbola Jawa Barat, Ajat Sudrajat, yang termuat dalam siaran pers komunitas pencinta sepakbola nasional, “We Are Footbal Family” yang diterima redaksi defacto, Kamis (2/2/2022).
Menurut pemain kelahiran Bandung, 5 Juli 1960 itu, PSSI lebih baik melakukan pembinaan pemain usia dini dengan benar.
“Jika PSSI bisa menggelar kompetisi berjenjang dari kota-kota mana pun. Maka, PSSI akan beruntung menghasilkan bibit-bibit unggul. Dan, PSSI nggak perlu lagi berpikir untuk membuat program naturalisasi!” tandas pemain yang menjadi andalan Tim Perserikatan Persib pada masanya ini.
Naturalisasi itu, terkesan PSSI nggak membuat wadah kompetisi berjenjang, sebagai pembinaan dari usia muda hingga dewasa. Dengan naturalisasi, PSSI hanya berpikir jangka pendek, dan kemudian berpikir lagi jangka pendek.
Sejarah naturalisasi dimulai Jelang Asian Games 2018 di negeri sendiri. PSSI tak ingin kehilangan muka dalam cabang olahraga paling bergengsi itu dengan ambil langkah bypass: naturalisasi. Adalah Ilija Spasojeciv, pesepakbola Montenegro, yang Oktober 2017 sah menjadi warga negara Indonesia (WNI) dan menambah deretan nama pemain hasil naturalisasi. Dia sudah menjalani debutnya ketika timnas U-23 melakukan pertandingan persahabatan melawan timnas U-23 Suriah, November 2017.
Butuh sosok pemberontak
Legenda sepakbola Surabaya yang pernah memperkuat klub Galatama Niac Mitra, Joko Malis mengatakan, PSSI membutuhkan orang-orang sangar pemberani dan membrontak
Mengapa, PSSI butuh sosok pembrontak, menurut pemain yang ikut membobol gawab klub Inggris Arsenal itu, banyak sekali preman-preman Mafioso yang menempel di lembaga organisasi PSSI, ada di lingkungan Asprov-asprov, ada banyak di klub-klub. Intinya, PSSI saat ini benar-benar sudah bobrok, dan harus ada yang berani merevolusi.
‘Saya sebagai mantan pemain, kok sudah bosan mendengar mereka-mereka yang tidak kompeten ada di kepengurusan. Tapi, masih saja ada di PSSI, dan berita-berita sliweran, bahwa mereka adalah mofioso.”
Menurut Joko Malis, pemerintah Indonesia, tidak perlu turun langsung di organisasi PSSI. Tapi, sebagai konsultan saja. Apa yang wajib segera dibenahi, di mana PSSI tak mampu. Maka, pemerintah langsung turun tangan. Khususnya, masalah instrastruktur stadion-stadion, sarana dan prasarana setiap anggota PSSI, seharusnya segera dibangun.