Jakarta, Defacto – Pinjaman online (Pinjol) kini sudah menjadi wabah yang mengerikan di tengah-tengah masyarakat. Telah banyak korban yang berjatuhan. Mulai dari yang kehilangan pekerjaan, perceraian, hingga bunuh diri.

“Di Tangerang ada 2.000 Pasutri (Pasangan suami-isteri) yang bercerai, gara-gara pinjol,” kata praktisi teknologi informasi dari Institut Teknologi Tangerang Selatan (ITTS), Agung Budi Prsateyo, dalam Sosialosasi Otoritas Jasa Keuangan & Komisi XI tentang Pinjaman Online (Pinjol).
Acara yang dipandu oleh wartawan senior NurAliem itu berlangsung di Musium Benyamin Suaeb, Senin (22/7/2024). Namun dari Komisi XI DPR tidak hadir.
Menurut Agung Budi, perkembangan pinjol semakin mengkhawatirkan. Mereka sudah tahap memaksa memberikan panjaman.
Ia mencontohkan uang tiba-tiba masuk rekening seseorang. Jika uang tersebut terpakai, maka orang tersebut dianggap sudah meminjam secara online.
Banyak kasus di lapangan menunjukkan, banyak orang berpendidikan yang terjerat pinjaman online.
“Guru ternyata lebih banyak yang kena pinjaman online. Yang disayangkan, ada perusahaan yang memakai nama karyawannya untuk mengambil pinjaman,” tambah Agung.
Agung memaparkan, pinjol terjadi karena banyak orang yang tidak tahu berurusan dengan lembaga keuangan, atau tidak punya akses dengan lembaga keuangan, terutama di desa-desa. “Ada juga yang di blakclist oleh lembaga keuangan.”
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Budi menyarankan agar tidak melalukan pinjaman online, walaupun pinjol
dilindungi oleh OJK.
Penyebaran data pribadi dalam platform digital sebaiknya dihindari, karena data-data untuk bisa diambil oleh pengelola pinjol.
“Jangan mudah memberikan data pribadi. Di Situbondo ada pembagian minyak goreng, lalu masyarakat dimintai foto dan KTP. Kejadian di Situbondo. Tahu-tahu mereka kena pinjaman online. Untung mereka lapor ke bank, karena tidak merasa meminjam, akhirnya uang di rekening mereka dikembalikan. Kalau sudah dipakai seratus ribu saja, mereka dianggap setuju untuk meminjam,” papar Budi. (hw)