
Jakarta – Tradisi Cengbeng atau Qing Ming kembali dilakukan oleh masyarakat Tionghoa sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Setiap tanggal 4 atau 5 April, keluarga Tionghoa berbondong-bondong ke makam untuk membersihkan kuburan, berdoa, dan memberikan persembahan berupa makanan, dupa, serta kertas sembahyang.
Cengbeng memiliki makna mendalam sebagai wujud bakti kepada orang tua dan leluhur. Selain itu, tradisi ini juga menjadi momen untuk mempererat hubungan keluarga. “Cengbeng bukan sekadar ritual, tetapi juga cara kami menjaga nilai kekeluargaan dan menghormati asal-usul,” ujar Nina Nathalia, seorang warga yang berziarah di kawasan Tamiang, Batam, Kamis (27/3).
Di beberapa daerah, seperti Batam, Bangka, Belitung, dan Singkawang, tradisi ini dijalankan dengan meriah. Banyak warga yang pulang kampung untuk berziarah, sehingga pergerakan masyarakat meningkat. Sementara itu, tempat pemakaman umum yang menjadi lokasi ziarah juga mulai dipadati sejak pagi hari.
“Meskipun bersifat tradisional, Cengbeng tetap dijalankan dengan menyesuaikan perkembangan zaman,” kata Nina Nathalia.
Kini, beberapa keluarga memilih berdoa secara daring untuk anggota keluarga yang tidak bisa hadir langsung. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi tetap hidup meski dengan cara yang lebih modern.
Cengbeng bukan hanya tentang menghormati mereka yang telah tiada, tetapi juga mengingatkan bahwa akar keluarga dan budaya harus tetap dijaga lintas generasi. (*/hw)